Jangan terperdaya! Sesungguhnya kebahagiaan yang hakiki adalah, saat kaki ini telah berada di Jannah Firdaus. Bukankah itu adalah sebaik-baik tempat kembali?
Oleh: Radayu Irawan, S.Pt.
NarasiPost.com - Malam itu, bintang bersinar, begitupun bulan ikut tersenyum. Dingin pun tak kalah ketinggalan ikut menghiasi malam ini. Semrawut knalpot motor yang saling sahut, bisingnya musik yang kian memekakkan telinga. Sesak dada, memerhatikan tingkah agent of change kala ini. Mereka benar-benar kehilangan makna penciptaannya, tak tentu arah, buntu. Mereka terus mengedepankan hawa nafsu mereka, layaknya hewan, bercanda ria antar-lawan jenis, menyanyikan lagu-lagu cinta yang tak jelas maknanya, tertawa dengan kemaksiatan yang terus dilakukan, aurat yang terus diumbar, pergaulan yang berantakan, tiktokers yang menjadi kebiasaan, drakor yang menjadi hiburan, dan tingkah penyimpangan lainnya yang membuat seolah-olah dunia dalam gengagaman mereka.
Hati terus berbisik, penjajah barat melalui perang pemikirannya sekularisme (pemisahan agama dengan kehidupan bernegara) dan liberalisme (asas kebebasan) telah berhasil memporak-porandakan moral pemuda muslim kala ini. Betapa senangnya mereka melihat segala kerusakan moral ini. Betapa mereka bangga akan kerja keras mereka. Melihat semua jerih payah mereka membuahkan hasil yang sangat gemilang. Kala ini, para penjajah barat tak perlu terjun langsung menjajah, cukup dengan duduk santai di singgasananya, pemuda muslim hancur tanpa identitas keislamannya.
Anehnya pemuda muslim bangga dengan kerusakan moral yang melekat pada dirinya. Mereka merasa bahwa perbuatan yang mereka lakukan adalah hal yang biasa. Karena dalam setiap sendi kehidupannya mayoritas pemuda kala ini melakukan hal yang sama seperti apa yang telah mereka lakukan. Mereka menjadikan artis dan orang kafir sebagai role mode dalam kehidupannya, menjadikan mereka sebagai panutan dan pedoman dalam setiap tingkah lakunya. Sehingga mereka menganggap bahwa yang mereka lakukan adalah sebuah kebenaran. Karena dalam mindset mereka kebenaran datang dari suara mayoritas manusia dan artis yang menjadi idolanya.
Pertanyaan terbesar adalah mengapa pemuda kala ini teperdaya dan bangga dengan semua kemaksiatan yang tersemat di dalam dirinya? Mengapa mereka nyaman dengan semua kondisi yang mereka alami. Nyaman dengan keadaan tidak salat-salat dalam sehari semalam. Nyaman dengan terus berpacaran. Nyaman dengan membuka aurat. Nyaman dengan pakaian ketat. Nyaman dengan pembangkangan terhadap orang tua. Nyaman dengan club-club ghibah yang mereka buat. Nyaman dengan tongkrongan antar-lawan jenis. Seolah-olah tak ada malaikat yang hendak mencabut nyawanya esok. Seolah-olah kematian hanya menghampiri para kaum tua. Seolah-olah dunia adalah lahan untuk bersenang-senang. Seolah-olah hidup di dunia adalah selama-lamanya.
Padahal, jauh dari itu, kehidupan dunia hanyalah kesenangan yang sangat menipu. Bahkan dalam lembaran mushaf Al-Quran dan Hadis tak ada satu pun ditemukan, bahwa Allah dan Rasul-Nya memuji dunia beserta isinya.
“Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui.” (QS. Al-Ankabut: 64)
''Ketahuilah bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan, dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-bangga tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani, kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu". (QS. Al-Hadid: 20).
''Demi Allah, sungguh dunia ini lebih rendah dan hina bagi Allah daripada bangkai anak kambing yang cacat telinganya untuk kalian.'' (HR Muslim)
Jelas sekali, Allah dan Rasul-Nya tak menjadikan dunia sebagai tempat tinggal yang abadi bagi setiap insan. Tak menjadikan dunia sebagai tujuan hidup setiap insan. Tak menjadikan dunia menjadi lahan untuk berfoya-foya dan ladang kebahagiaan yang semu. Namun, mengapa pemuda rela menghabiskan setiap detik kehidupannya hanya untuk berbuat maksiat? Bukankah ketika ajal menjemputnya, akan ada pertanyaan, ke mana masa mudamu engkau habiskan?
Dari pertanyaan tersebut kita dapat menggarisbawahi, urgenitas umur pemuda dalam Islam. Betapa masa muda itu sangat diperhitungkan oleh Allah. Maka, para pemuda muslim, sepantasnya kembali kepada firahnya. Fitrah seorang muslim, yang senantiasa taat kepada Ilahi Rabbi. Tidakkah takut akan panggilan Ilahi? Tidakkah pernah berpikir, saat sedang berpacaran, nyawa dicabut oleh malaikat? Saat sedang tiktok nyawa dicabut? Atau saat sedang melilitkan kerudung ke leher (umbar aurat), saat itu pula, raga dimintai pertanggungjawaban? Atau saat bercanda ria antar perempuan dan lelaki non-mahram, baik ikhtilat ataupun khalwat? Yang jelas, saat sedang asyik bermaksiat, telah terdengar kabar seorang pemuda dicabut nyawanya oleh malaikat. Nauzubillah min zalik.
Maka, pemuda muslim. Bertaubatlah, kembalilah ke pangkuan syariat. Campakkan semua kesenangan ala barat. Yang berpandangan bahwa kesenangan diukur dari frekuensi tertawa, intensitas bermain, traveling, dan kuantitas uang yang berlimpah. Jangan terperdaya! Sesungguhnya kebahagiaan yang hakiki adalah, saat kaki ini telah berada di Jannah Firdaus. Bukankah itu adalah sebaik-baik tempat kembali?
Ayoo pemuda. Di tanganmu pula peradaban Islam akan kembali tegak! Kembalilah kepada fitrahmu, bertaubatlah. Walaupun perang pemikiran (sekularisme-liberalisme-kapitalisme) terus berjalan. Jadikan perang ini menjadi loncatan untuk terus berproses dan mebela Islam kaffah demi tegaknya janji Alllah dan Kabar gembira Rasulullah yaitu Khilafah ala minjhajin nubuwwah.[]