Kasat Kusut Kata "Pulang"

Andai hati bisa bicara, mungkin saja dia akan keluar dari raga untuk berkata, 'Aku ingin bebas'. Namun ada kalanya pilihan untuk pulang menjadi bumerang pada diri sendiri.


Oleh: Irsad Syamsul Ainun

NarasiPost.com - Menikmati kesendirian, berproses hingga sampai pada kata, 'wanita juga bisa berkarier'.

Andai hati bisa bicara, mungkin saja dia akan keluar dari raga untuk berkata, 'Aku ingin bebas'. Namun ada kalanya pilihan untuk pulang menjadi bumerang pada diri sendiri. Mencoba menatap langit-langit kamar, dan berkata "Andai saja aku bukan seorang musafir".

Bersama melangkah, berjuang yang kadang membuat diri kita lalai dan mati-matian berjuang demi kehidupan yang layak di mata manusia, namun lupa bahwa hidup ini bukanlah berkiblat pada kesenangan dan tuntutan hidup yang enak saja.

Lupa bahwa manusia adalah musafir ulung yang harus membawa pulang bekal yang sesungguhnya menuju kampung yang abadi.

Seperti surat cinta-Nya yang amat bermakna,

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَا لْاِ نْسَ اِلَّا لِيَعْبُدُوْنِ

"Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku." (QS. Az-Zariyat 51: 56)

Dia tidaklah menciptakan diri kita melainkan untuk beribadah kepada-Nya. Namun adakalanya manusia hanya berpikir tentang dirinya sendiri. Berpikir bagaimana membuat dirinya senang atau bahkan seperti ini:

Hidup senang mati segan
Hidup foya-foya mati masuk surga

Andai saja manusia bisa melihat betapa kehidupan akhirat jauh lebih bermakna dan abadi mungkin Anda termsuk diri saya sendiri pasti tak akan bisa tidur nyenyak.

Saat ini manusia begitu dilenakan oleh kesenangan duniawi, sampai lupa dengan lingkungan, lupa dengan tanggung jawab dan kewajibannya sebagai seorang hamba.

Tidak perlu jauh-jauh, mari kita lihat faktanya begitu banyak agen perubahan yang harusnya menjadi tombak masa depan namun terjerumus pada kesenangan duniawi. Berbicara tentang masa depan, namun malas belajar. Berbicara tentang pendamping saleh saleha namun lupa menyalehkan diri.

Berbicara tentang kejujuran, tapi masih sering berbohong dan menipu diri sendiri. Berbicara tentang keadilan tapi masih berlaku tidak adil. Hmm… Rasanya seperti mencari jarum di dalam lumpur Lapindo.

Selalu mengatakan ini dan itu salah, tapi kadang juga masih senang rebahan, tidak ingin bangkit dan memulai pada diri sendiri.

Begitulah manusia, senang dengan sesuatu yang sifatnya sementara. Jadi apa yang perlu dilakukan untuk menjadi musafir yang ulung?

Pertama, hidup ini bukan hanya tentang, "Urus sendiri hidup lu, gue ma gue gitu"
Renungkanlah, bahwa manusia bukanlah makhluk sendirian, tapi manusia adalah makhluk sosial. Artinya bahwa manusia tidak bisa hidup sendiri-sendiri, jadi butuh orang lain.

Saling membutuhkan ini, bukan hanya pada sebatas memenuhi hajat hidup yang berupa materi seperti makan minum, berpakaian, dan kebutuhan refreshing saja. Akan tetapi dalam hal urusan akhirat pun diperlukan yang namanya bersama. Inilah yang dinamakan dengan berjamaah.

Berjamaah, bukan sekadar salat berjamaah ya. Mengatakan kata aaamiiin bersama setelahnya pergi mencari untuk memenuhi kebutuhan duniawi lagi, namun peran jamaah di sini lebih dari itu.

Jamaah, bermakna saling manguatkan. Kalau sendiri itu berat makanya diperlukan jamaah, yang akan menguatkan di kala kita jatuh atau bahkan mulai berpaling arah.

Kedua, "Urusanku bukan urusanmu." Kata ini nih yang kadang bikin kita naik pitam. Ketika seseorang kadang mengingatkan perkara akhirat kita malah mengoceh, merasa paling benar atau bahkan tak jarang jadi debat pendapat.

Menegur salah, diam salah. Mau lu apa sih?
Itu kata bagi mereka yang tidak memahami sepenuhnya apa makna surah Al Asr berikut

وَالْعَصْرِۙ

"Demi masa"
اِنَّ الْاِنْسَانَ لَفِيْ خُسْرٍۙ

"Sungguh, manusia berada dalam kerugian,"

اِلَّا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ ەۙ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْر

"Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran."
QS. Al-'Asr[103]: 1-3

Jadi, dari sini paham, kan? Mengapa manusia perlu saling menasihati? Urusan pribadimu memang bukan urusanku, tapi urusan saling mengingatkan itu merupakan kewajibanku, kamu dan kita semua. Gagal itu biasa, Coy, tapi jangan sampai membuat diri kita alpa untuk saling mengingatkan.

Ingat, kerugian itu amatlah dekat dengan diri kita. Kecuali mereka yang saling mengingatkan dalam ketaatan dan kesabaran.

Ketiga, "Syukurin, dia pantas mendapatkan itu. Orangnya sok alim banget sih, suka membuat orang lain susah"

Apakah kata di atas pantas diemban oleh manusia berakal? Sesungguhnya mereka yang selalu merasa senang ketika saudaranya ditimpa musibah, dan bersyukur atas apa yang sedang menimpanya bukanlah cerminan dari dari hadits Rasulullah saw. Rasulullah bersabda:

"Perumpamaan orang-orang yang beriman di dalam saling mencintai, saling menyayangi dan mengasihi adalah seperti satu tubuh, bila ada salah satu anggota tubuh mengaduh kesakitan, maka anggota-anggota tubuh yang lain ikut merasakannya, yaitu dengan tidak bisa tidur dan merasa demam.'' (HR Bukhari dan Muslim)

Oleh karena itu, jika ada saudara muslim yang merasakan kepayahan, kesusahan, sakit bahkan jauh dari kebaikan lalu kamu abai dan masih tak membuka hati, mata, tangan untuknya maka coba renungkanlah hadis di atas.

Manusia seperti satu tubuh, bukan satu tangan, satu kaki apalagi satu kepala. Dan masih banyak hal lainnya yang perlu kita kaji lagi. Yang akan membuat diri kita saat dipanggil "Pulang", kita telah memiliki bekal yang bisa menjadikan diri kita layak disebut sebagai musafir sejati.

Pulang dengan membawa kebaikan dan meninggalkan pohon kebaikan. Wallahu'alam bissawab.[]


Picture Source by Google

Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan Anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Previous
Menghina Islam, Anarkisme dan Melanggar HAM!
Next
Aku
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram