Di Balik Tragedi Vina sebelum 7 Hari

Di Balik

Di balik tragedi Vina, ada dua hal yang patut kita kupas tuntas, yakni kekerasan di kalangan geng motor dan hubungan asmara di luar ikatan pernikahan alias pacaran.

Oleh. Sulastri Abduh
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Hai, Sob. Di antara kalian ada yang sudah menonton film yang sedang viral belakangan ini, “Vina, Sebelum 7 Hari?” atau setidaknya membaca artikel dan postingan-postingan di media sosial terkait film tersebut?

Yup, benar sekali. Film yang berjudul “Vina, Sebelum 7 Hari” ini adalah film yang diangkat dari kisah nyata tentang tewasnya dua orang remaja (V&R) karena kekerasan yang mereka alami yang dilakukan oleh sekelompok geng bermotor dengan cara yang begitu sadis. Innalillah. Kasihan ya, Sob.

Di tulisan ini, kita tidak akan membahas dari segi mistis, wahai kaum pencinta horor. Ataupun bagaimana rumitnya pengungkapan identitas beberapa tersangka yang masih buron hingga hari ini, wahai netizen yang keponya bahkan mengalahkan intel sekalipun. Meski cukup menjadi sorotan terutama di jagat maya, ada hal mengerikan lain yang lebih patut jadi perhatian kita bersama di balik tragedi Vina. What is it? Ayo lanjut scrolling lagi.

Di Balik Tragedi Vina: Pergaulan di Luar Kendali

Satu kasus ini sebenarnya memuat dua fenomena pergaulan yang penting untuk dibahas ya, Sob. Pertama, kekerasan di kalangan geng bermotor. Kedua, hubungan asmara di luar ikatan pernikahan alias pacaran.

Oke, kita bahas yang pertama dulu.

Seperti yang sudah kalian lihat, baca, atau tonton, kondisi tubuh kedua korban begitu memprihatinkan saat ditemukan. Jejak-jejak kekerasan tampak hampir di seluruh tubuh mereka. Luka pukulan, benturan, tusukan, cekikan hingga indikasi bahwa tubuh korban juga diseret dengan motor muncul dari hasil visum para korban. Korban (V) bahkan sempat diperkosa sebelum akhirnya dibunuh. Astagfirullah.

https://narasipost.com/opini/05/2024/menguak-kasus-vina-cirebon/

Terbayang betapa sadisnya tindakan para pelaku yang seolah sedikit pun tak punya rasa takut dan belas kasihan. Rasanya ingin balas dengan tepok jidatnya seharian. Bukan kali pertama kasus kekerasan semacam ini dilakukan oleh geng bermotor. Tawuran antarkelompok, pembegalan, atau pengrusakan sarana dan fasilitas umum, juga rumah warga seolah menjadi ritual wajib bagi kelompok-kelompok semacam ini. Teror kekerasan terus mereka sebar sebagai bentuk kebanggaan.

Tentu menjadi sebuah pertanyaan. Mengapa aksi kekerasan seolah mendominasi pikiran kebanyakan remaja hari ini?

Seorang psikolog klinis dari Rumah Sakit Royal Taruma, Jakarta, Alvina Wong menjelaskan, ada beberapa faktor internal dan eksternal yang menyebabkan perilaku ini. "Biasanya (di usia remaja) sedang terjadi krisis identitas, mereka ingin mencari jati dirinya. Di usia remaja juga ada perubahan hormon yang cukup pesat," ujar Alvina Wong (validnews.id)

Masih menurut Alvina Wong, faktor internal lainnya adalah terkait kontrol diri remaja yang lemah. Remaja belum bisa berpikir panjang dan membedakan antara perilaku yang bisa dan tidak bisa diterima masyarakat. Sementara itu, faktor eksternal penyebab perilaku kekerasan di antaranya akibat lingkungan keluarga dan pergaulan sosial yang kurang baik. Begitu, Sob.

Selanjutnya, fenomena kedua yang perlu kita cermati di balik kasus Vina ini adalah gaya hubungan  antara laki-laki dan perempuan hari ini yang jauh dari nilai norma agama. Ayo kalian mengaku saja. Laki-laki dan perempuan bebas ke mana saja berdua atau bercampur baur, berboncengan menikmati kebersamaan bahkan hingga larut malam. Ikatan tanpa nikah seperti pacaran menjadi hal lumrah. Tak pacaran dianggap makhluk dari planet yang lain. Ada lagunya. Dari sekadar telpon-telponan dengar suara ayang hingga sampai berhubungan lebih jauh layaknya pasangan suami istri yang telah disahkan. Naudzubillahi minzalik.

Negara Abai pada Dunia Anak Muda

Ada banyak faktor mengapa negara punya andil besar dalam rusaknya remaja. Bukan sekadar mengambinghitamkan, Sob.

Di balik tragedi Vina ada peran negara yang diabaikan. Simak penjelasannya.

Pertama, sistem pendidikan yang berbasis sekularisme (pemisahan urusan dunia dan agama) yang diterapkan oleh negara kita. Sebagai contoh, di sekolah-sekolah umum kita melihat bagaimana  pelajaran agama hanya mendapat porsi 2 jam pelajaran saja dalam sepekannya. Itu pun dengan materi yang hanya sebatas membahas ibadah ritual semata. Tentang bagaimana hukum bergaul, bermuamalah, berpakaian termasuk berpolitik sama sekali tidak pernah dibahas secara detail dan terperinci. Wajar kemudian jika tercipta generasi yang ketika bergaul tidak akan mengindahkan aturan agama. Salat iya, tapi berzina juga iya. Puasa iya, tapi mengumbar aurat juga iya. Ada-ada saja.

Padahal Allah Swt. telah memperingatkan:

اَفَتُؤْمِنُوْنَ بِبَعْضِ الْكِتٰبِ وَتَكْفُرُوْنَ بِبَعْضٍۚ فَمَا جَزَاۤءُ مَنْ يَّفْعَلُ ذٰلِكَ مِنْكُمْ اِلَّا خِزْيٌ فِى الْحَيٰوةِ الدُّنْيَا ۚوَيَوْمَ الْقِيٰمَةِ يُرَدُّوْنَ اِلٰٓى اَشَدِّ الْعَذَابِۗ وَمَا اللّٰهُ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُوْنَ

Artinya: “Apakah kamu beriman kepada sebagian Kitab (Taurat) dan ingkar kepada sebagian (yang lain)? Maka tidak ada balasan (yang pantas) bagi orang yang berbuat demikian di antara kamu selain kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari Kiamat mereka dikembalikan kepada azab yang paling berat. Dan Allah tidak lengah terhadap apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Baqarah: 85)

Allah menurunkan Islam sebagai agama sempurna (kaffah) yang mengatur seluruh sendi kehidupan. Dari masuk WC hingga perpolitikan semua punya aturan. Sebagai manusia, kita tak boleh memilih aturan mana yang mau dipakai dan mana yang diacuhkan. Aturan Islam bukan pakaian yang bisa dipilah dan dipilih sesuai selera dan kebutuhan. Oke, Sob?

Kedua, yaitu sistem kebijakan yang sarat kapitalisme yang dilakukan oleh negara. Undang-undang dibuat dan diputuskan berdasarkan kemanfaatan, apakah menghasilkan uang atau tidak. Ini menjawab pertanyaan kita mengapa sampai hari ini tontonan-tontonan, bacaan, atau game yang mengandung unsur kekerasan masih bisa dinikmati para remaja. Ternyata, di balik lolosnya tontonan maupun bacaan dan game tanpa filter dan sensor, ada pajak sebagai sumber pemasukan utama negara. Hayo yang suka mabar disinggung jangan marah, ya.

Padahal kondisi keuangan negara pun juga tidak stabil ke mana-mana. Lebih banyak dinikmati pengusaha asing dan dikorupsi oleh oknum pejabat. Situasi ekonomi rakyat semakin timpang berbanding lurus dengan timpangnya urusan rumah tangga, keluarga yang akhirnya melahirkan generasi broken home. Semakin runyam memang.

Allah Swt. berfirman:

أَفَحُكْمَ ٱلْجَٰهِلِيَّةِ يَبْغُونَ ۚ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ ٱللَّهِ حُكْمًا لِّقَوْمٍ يُوقِنُونَ

Artinya: “Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (QS. Al-Maidah: 50)

Ketiga, yakni kurangnya sanksi yang tegas dari negara pada para pelaku kekerasan dan perzinaan menjadikan dua fenomena ini semakin subur layaknya jamur di musim hujan. Ini karena tidak adanya standar jelas dalam membuat aturan. Berbeda pemimpin maka akan berbeda peraturan. Apalagi jika berbeda bangsa. Lebih-lebih jika sudah berbeda zaman. Hukum bisa ditarik-ulur sesuai keinginan manusia yang memegang kekuasaan.

Di balik kasus yang sedang kita bahas ini, beberapa pelaku kekerasan yang sudah ditangkap bahkan hanya diberi hukuman ringan karena dianggap masih di bawah umur. Padahal jelas dalam Islam, standar seseorang dikenai sanksi hukuman itu ketika telah muncul tanda-tanda kedewasaan pada fisiknya.

Rasulullah saw. bersabda,

عليه وسلم قَالَ : رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلاَثَةٍ : عَنِ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ ، وَعَنِ الصَّغِيرِ حَتَّى يَحْتَلِمَ ، وَعَنِ الْمَجْنُونِ حَتَّى يَعْقِلَ

“Dari Aisyah, dari Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda, ‘Diangkat pena (tidak dikenakan dosa) atas tiga kelompok: orang tidur hingga bangun, anak kecil hingga balig (mimpi basah), dan orang gila hingga berakal.’”(HR. Ahmad, Ad-Darimi dan Ibnu Khuzaimah).

Maka ketika para remaja ini telah balig, sanksi jinayat (hukuman mati) atas perbuatan pembunuhan berencana mereka sudah bisa diterapkan. Ini tidak kejam. Ini adalah balasan setimpal atas perbuatan mereka yang lebih kejam, sekaligus sebagai efek jera yang cukup tegas bagi remaja lain di luar sana.

Begitu juga dalam masalah perzinaan. Tidak ada pasal di negeri ini yang menjerat para pelaku zina, padahal kerusakannya sudah dari sisi rumah tangga orang hingga kesehatan. Selama suka sama suka, ya disilakan. Urusan hamil duluan solusinya malah dinikahkan. Bagaimana maksiat tidak tambah doyan?

Takutlah kalian akan ancaman Allah pada para pelaku zina. Rasulullah saw. bersabda,

"Hai kaum muslim, jauhilah perbuatan zina. Sebab di dalamnya terdapat enam perkara, tiga diberikan waktu hidup di dunia dan lagi ditimpakan di akhirat. Tiga yang di dunia adalah hilangnya kewibawaan, berkurangnya berkah umur dan dilanda kefakiran yang terus-menerus. Sedangkan tiga yang ditimpakan di akhirat adalah mendapat kemurkaan dari Allah, dihisab dengan berat, dan mendapatkan siksa neraka." (HR. Baihaqi)

Pemuda Adalah Harapan Bangsa dan Agama

Mengutip Imam Mawardi dalam kitab Adabun Dunya wad Din yang mengatakan, untuk menghancurkan suatu bangsa dan negara adalah dengan menghancurkan akhlak generasi mudanya.

Benar adanya. Mengingat pemuda adalah penerus perjuangan yang diberi kemampuan fisik dan akal yang masih membara, masih menyala. Jika para pemuda ini dialihkan perhatiannya pada hal-hal yang melalaikan, bisa dibayangkan bagaimana kekosongan yang akan dialami sebuah bangsa. Roda pemerintahan tak akan berjalan karena kehilangan pengendaranya, hanya tinggal menunggu waktu untuk dijajah.

Di balik sejarah kejayaan Islam, ada banyak deretan pemuda yang berhasil membawa negaranya menjadi digdaya dan rakyatnya aman sentosa. Salah satunya adalah Sultan Muhammad Al Fatih yang masih berusia 21 tahun saat menaklukkan Konstantinopel kala itu. Dengan didikan para ulama sedari kecil, Sultan Muhammad Al Fatih tumbuh menjadi pemuda yang cerdas dan berfokus pada kelanjutan hidup di bawah naungan Islam.

Wallahu a'lam bishawab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Sulastri Abduh Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Seriawan, Pengganggu Selera Makan
Next
Nay Beiskara, Desainer Andalan NP
5 1 vote
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

3 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Sartinah
Sartinah
3 months ago

Hidup di sistem yang menafikan aturan Tuhan memang meniscayakan lahirnya berbagai kerusakan. Pembunuhan, perzinaan, dll. menjadi marak terjadi. Tanpa penerapat syariat, berbagai kejahatan dan kerusakan akan terus terjadi.

Firda Umayah
Firda Umayah
3 months ago

Ketika syariat Islam dilanggar maka wajar kalau berujung hal yang tidak mengenakkan. Sudah semestinya kasus di atas dijadikan pelajaran untuk pemuda agar tidak mengikuti jejak mereka.

Maftucha
Maftucha
3 months ago

Masyaallah bagus sekali mbak pemaparan tulisannya,, serius tapi bahasanya juga ada santainya.. Keren mbak barakallah

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram