May Day yang kerap kali diperingati tiap tahunnya selalu berlalu tanpa ada perubahan pada nasib para buruh.
Oleh. Arum Indah
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Keruhnya nasib buruh menjadi salah satu hal yang sangat menarik perhatian dalam sistem saat ini. Pasalnya, buruh adalah pekerja yang paling sering terabaikan hak-hak mereka sebagai seorang pekerja. Upah yang minim, jam kerja di luar batas kemampuan, pekerjaan yang sangat banyak, pekerjaan yang cukup berat, dan jarang mendapatkan apresiasi berupa tunjangan-tunjangan lain turut menambah rapor merah nasib para buruh.
Keruhnya nasib buruh dirasakan saat upah yang mereka terima tiap bulannya tidak mampu mencukupi kebutuhan keluarga mereka. Biaya kebutuhan makan sehari-hari, sewa rumah, air, listrik, biaya SPP anak, uang saku anak, dan biaya-biaya tak terduga lain yang sering membuat para buruh harus memutar otak untuk mencari ide agar memiliki tambahan pendapatan. Contohnya seperti di wilayah Tebing Tinggi, Jambi, upah seorang Buruh Harian Lepas (BHL) per harinya adalah Rp120.000,- dengan jam kerja dari pukul 07.00-16.00. Jika dikalikan dengan 26 hari aktif kerja (hari Minggu libur), maka seorang buruh akan mendapat upah Rp3.120.000,- setiap bulannya. Total upah ini masih harus dipotong dengan iuran BPJS perusahaan sebesar Rp60.000,-/bulan. Dengan upah yang tersisa sebesar Rp3.060.000,- tentulah para buruh masih kalang kabut untuk mencukupi kebutuhan keluarga, apalagi jika mereka memiliki anak lebih dari satu.
Nasib buruh pun makin keruh, tatkala banyak kebijakan-kebijakan dari pemerintah yang tidak berpihak kepada nasib para buruh, seperti pengesahan UU Ominibus Law Cipta Kerja yang dinilai lebih berpihak kepada para pengusaha dibandingkan para pekerja.
Mengenal Buruh dan May Day
Buruh adalah pekerja yang dalam kehidupan sehari-hari sering distigmakan dengan pekerja kelas bawah, pekerja yang lebih menggunakan tenaga fisik, dan memiliki pekerjaan yang kasar. Sedangkan di dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), buruh didefinisikan sebagai orang yang bekerja untuk orang lain dengan mendapat upah.
Untuk menyuarakan keruhnya nasib para buruh, dunia memperingati Hari Buruh Internasional setiap tanggal 1 Mei atau biasa disebut dengan istilah May Day, ini adalah momentum untuk memperingati kontribusi para pekerja dan buruh dalam membangun perekonomian negara. May Day juga merupakan hari untuk memperingati kerja keras dan perjuangan para buruh dalam mendapatkan hak-hak mereka sebagai pekerja.
Asal usul May Day sendiri terjadi pada tanggal 1 Mei 1886, saat itu terjadi demonstrasi yang dilakukan oleh para buruh di Chicago, Amerika Serikat. Mereka menuntut hak-hak mereka dalam dunia kerja. Akan tetapi, demonstrasi itu berujung dengan kericuhan dan kematian beberapa demonstran. Empat orang buruh pun ditahan dan dihukum mati atas peristiwa ini. Hal ini menyulut gerakan buruh internasional memperingati peristiwa itu. Pada tahun 1889, Kongres Buruh Internasional di Perancis pun menetapkan 1 Mei sebagai Hari Buruh Internasional atau May Day.
May Day untuk Siapa?
May Day yang selalu diperingati tiap tahunnya selalu berlalu tanpa ada perubahan pada nasib para buruh. Tuntutan-tuntutan para buruh seolah hanya menjadi cuitan angin lalu. Nasib para buruh tetap makin keruh.
Tanggal 1 Mei 2024 ini, ribuan buruh akan kembali melakukan demonstrasi dengan menuntut dua hal, yakni: cabut UU Omnibus Law Cipta Kerja dan HOSTUM (Hapus Out Sourcing Tolak Upah Murah). Selain itu, para buruh juga mengeluhkan permasalahan yang hampir menjadi budaya setiap tahunnya, yaitu pemberian THR (Tunjangan Hari Raya) yang sering ditiadakan atau ditangguhkan. Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal menuntut pemerintah untuk memberikan sanksi pidana untuk perusahaan yang tidak menjalankan kewajibannya dengan baik kepada para buruh. Sanksi pidana ini diharapkan akan mampu memberikan efek jera bagi perusahaan yang tidak bertanggungjawab. (Liputan6.com 29/4/2024)
Diperkirakan sekitar 5000 buruh dari berbagai serikat pekerja akan bertolak ke Jakarta guna melakukan aksi May Day. Aksi akan dipusatkan di Istana Negara dan bergerak ke beberapa titik lokasi. Pihak kepolisian pun mengerahkan ribuan personel untuk mengamankan aksi May Day. Sebanyak 3.454 personel yang dikerahkan di Jakarta. “Ada 3.454 personel gabungan Polda Metro Jaya, Polres jajaran, Kodam Jaya, dan Pemprov DKI yang siap mengamankan kegiatan menyampaikan pendapat di muka umum dan juga kegiatan peringatan Hari Buruh,” ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Ade Ary Syam Indardi kepada awak media. (Kompas.com 30/4/2024)
Sayangnya, hari buruh seolah hanya menjadi ajang seremonial belaka yang tak berdampak apa pun pada nasib para buruh. Nasib buruh tak pernah berubah dan tetap keruh walau peringatannya terus dilakukan setiap tahun.
Sang Buruh dalam Kungkungan Kapitalisme
Sejak awal peringatan May Day, nasib para buruh masih berupa kesejahteraan hidup. Buruh jauh dari kata sejahtera sebab penghasilan mereka selalu jauh dari kata standar. Dalam sistem kapitalisme, biaya tenaga kerja atau upah buruh dianggap sebagai salah satu faktor produksi. Dengan paradigma kapitalisme “modal sekecil-kecilnya dan untung sebesar-besarnya”, maka upah tenaga kerja adalah salah satu hal yang bisa mereka tekan pengeluarannya untuk meminimalisasi biaya produksi dan inilah yang dilakukan oleh para pengusaha, menekan sekecil mungkin upah para buruh agar keuntungan yang mereka peroleh bisa maksimal. Bukan suatu hal yang baru, sering kali kita temui upah buruh yang tidak sebanding dengan jam kerja yang mereka lakukan.
Ditambah lagi dengan kondisi minimnya lapangan pekerjaan yang ada, membuat para pengusaha kadang makin semena-mena dengan upah para buruh. Pengusaha merasa jemawa dengan anggapan akan banyak orang yang rela mengantri untuk mendapat pekerjaan walau upah jauh dari kata standar. Meskipun pemerintah telah menetapkan besaran UMR (Upah Minimun Regional), tetapi kebutuhan keluarga akan sandang, pangan, papan, kesehatan, dan pendidikan sering tidak tertutup dengan besaran UMR.
Islam Menyejahterakan para Buruh
Dalam Islam, seseorang diperbolehkan untuk mengontrak tenaga/jasa para pekerja atau buruh. Aktivitas ini disebut dengan ijarah (kontrak kerja). Hubungan antara pengontrak kerja dan pekerja adalah hubungan yang harus dibangun atas dasar keridaan semua pihak. Tidaklah boleh kesepakatan di antara keduanya hanya menguntungkan atau malah merugikan salah satunya.
Dalam buku Sistem Ekonomi Islam karya Syekh Taqiyuddin An-Nabhani, dijelaskan bahwa ijarah pada dasarnya adalah upaya seseorang (musta’jir) mengambil manfaat atau jasa dari seorang pekerja (ajir) dan upaya seorang pekerja untuk mengambil harta (upah) dari si pemberi kerja.
Jika ingin mengontrak seorang pekerja atau buruh, maka Islam menetapkan jenis pekerjaan yang akan dilakukan harus dijelaskan secara detail dan tidak boleh kabur. Kekaburan akan jenis pekerjaan hukumnya adalah fasad (rusak). Waktu bekerja juga harus ditentukan, apakah harian, mingguan, atau bulanan. Upah pun juga harus disepakati antara kedua belah pihak. Islam melarang seorang pekerja untuk mencurahkan tenaganya di luar batas kapasitasnya, karena tenaga tidak mungkin dibatasi dengan takaran baku, maka membatasi jam kerja adalah takaran yang paling mendekati untuk pembatasan tenaga yang telah dicurahkan seorang pekerja atau buruh.
Dalam Islam, tenaga kerja tidaklah dianggap sebagai faktor produksi. Pengusaha dilarang untuk menekan para pekerja atau buruh dengan upah yang tidak sebanding dengan tenaga yang telah mereka curahkan. Islam sangat menjaga hak-hak para pekerja, bahkan Allah Swt. sangat memusuhi orang-orang yang mengabaikan hak para pekerjanya. Rasulullah saw. bersabda dalam sebuah hadis:
قَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : قَالَ اللَّهُ تَعَالَى :ثَلَاثٌ اَنَاخَصْمُهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَمَنْ كُنْتُ خَصْمَهُ خَصَمْتُهُ :رَجُلٌ أَعْطَى بِى ثُمَّ عَدَرَ, وَرُجُلٌ بَاعَ حُرًّاثُمَّ كَلَ ثَمَنَهُ, وَرَجُلٌ اسْتَأْجَرَأَجِيْرًا فَاسْتَوْفَى مِنْهُ وَلَمْ يُعْطِهِ أَجْرَهُ.
Artinya: “Allah Swt. berfirman: Ada tiga orang yang Aku musuhi pada Hari Kiamat nanti, seseorang yang telah bersumpah untuk memberi atas nama-Ku, lalu ia mengabaikannya. Seseorang yang menjual orang merdeka (bukan budak), lalu menikmati hasil penjualannya. Seseorang yang mengontrak pekerja, lalu pekerja tersebut menunaikan transaksinya, sedangkan dia tidak memberikan upahnya.” (HR. Al-Bukhari)
Tidak hanya itu, pemerintah pun akan menciptakan lingkungan yang kondusif bagi para buruh. Ketersediaan lapangan kerja yang cukup dan jaminan pemenuhan kebutuhan pokok termasuk di dalamnya kesehatan dan pendidikan yang dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat tidak akan membuat para buruh kelabakan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Nasib keruh para buruh akan hilang jika kedua belah pihak, yaitu pemberi kerja dan pekerja terikat dengan aturan dari Islam.
https://narasipost.com/opini/05/2023/buruh-butuh-sejahtera-khilafah-mewujudkannya/
Khatimah
Kapitalisme tidak akan pernah mampu mewujudkan kesejahteraan para buruh, berbagai upaya untuk mewujudkan kesejahteraan buruh, semuanya hanyalah ilusi belaka. Jika kapitalisme tetap diterapkan, maka nasib para buruh akan makin keruh dari tahun ke tahun.
Islam sangat berbeda dengan kapitalisme dalam memperlakukan para pekerja atau buruh. Tidak seperti kapitalisme yang menganggap para buruh adalah pekerja kelas rendahan yang hanya diberi upah ala kadarnya. Islam sangat menghargai hak para buruh, posisinya adalah posisi yang wajib dihargai, karena si pemberi kerja hanya akan mendapat mashalat untuk kepentingannya saat para buruh telah mengerahkan tenaga dan waktunya untuk merealiasikan permintaan si pemberi kerja. Syariat Islam juga menjamin terpenuhinya berbagai kebutuhan pokok para buruh lewat kebijakan-kebijakan yang diterapkan oleh daulah, sehingga para buruh tidak harus terbebani dengan kebijakan yang tidak pro rakyat.
Nasib para buruh pun hanya akan berubah dengan perubahan sistem. Sudah saatnya kita mencampakkan sistem kapitalisme dan menggantinya dengan sistem Islam di bawah naungan Khilafah yang akan membawa rahmat kepada seluruh alam, tidak hanya membawa perubahan kepada nasih para buruh, tapi juga kepada seluruh pekerja yang ada di masyarakat. Nasib keruh para buruh akan lenyap dengan penerapan syariat Islam secara kaffah.
Wallahu’alm bishowab []
Campur aduk tugas perusahaan dan abainya peran negara dalam memberikan kesejahteraan juga berpengaruh menentukan nasib buruh yang semakin keruh
Menantikan kejayaan para pekerja dengan rambu rambu keamanan dan kenyamanan di kehidupan jaman sekarang rasanya bagai mencoba peruntungan....
Nasib buruh akan beruba dengan mengadakan perubahan secara sempurna. Hanya dengan sistem islam semua akan sejahtera hingga ke jannah-Nya