Kompleksitas masalah keluarga hari ini, disebabkan kehidupan suami istri dan tata pergaulannya tidak diatur oleh aturan yang sahih.
Oleh. Witta Saptarini, S.E.
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Pengakuan terhadap keunggulan keluarga pada masa kejayaan Islam di era Khilafah Utsmaniyah, pernah disampaikan oleh Profesor Gaston Jezz, seorang pakar hukum keluarga berkebangsaan Swiss. Beliau mengatakan bahwasanya, “Belum ada dalam sejarah bangsa mana pun yang melahirkan entitas rumah tangga terkuat di dunia, menciptakan kehidupan publik yang terlahir dari harmonisasi antara agama dengan negara.” Namun, hari ini banyak entitas ikatan keluarga yang tak lagi merepresentasikan sebuah perjanjian sakral dan teguh. Maraknya kasus KDRT menjadi salah satu bukti, makin rapuhnya struktur dan ketahanan keluarga di negeri-negeri muslim.
Kronologi
Seperti kasus yang belum lama terjadi, sekaligus menambah panjang deret tindak KDRT khususnya di tanah air. Ya, media sosial dihebohkan oleh aksi sadis seorang istri berinisial LY (33), yang melampiaskan kemarahannya dengan menjagal alat vital suami gegara api cemburu, di Kabupaten Banyuasin, Sumatra Selatan. Kejadian ini bermula dari kecurigaan pelaku terhadap sang suami yang memiliki wanita idalam lain. LY sempat membaca pesan singkat percakapan suami dengan wanita yang diduga selingkuhannya, terkait hasil tes kehamilan. Korban pun akhirnya mengaku telah menikah secara agama. Namun, emosi LY tak teredam dan kian memuncak, ketika korban meminta LY menghubungi wanita tersebut, untuk menyatakan bahwa ia telah ikhlas dipoligami. Pelaku pun mengeksekusi aksinya saat korban tengah tertidur lelap, menggunakan cutter berkarat.
Akibat dari peristiwa ini, korban berinisial RH sempat dinyatakan kritis. Sementara LY telah diringkus dan ditetapkan sebagai tersangka, dengan ancaman 10 tahun penjara. Sang penjagal alat vital ini pun mengaku khilaf dan menyesali perbuatannya. Kasus KDRT ini telah dilimpahkan ke Unit Perlindungan Perempuan dan Anak Satreskrim Polres, Banyuasin. Hingga kini pihak berwajib masih melakukan investigasi, sekaligus memantau kondisi kejiwaan pelaku. (Liputan6 News, 7/3/2024)
Mandulnya Fungsi Perlindungan Keluarga
Kompleksitas masalah kerumahtanggaan hari ini, disebabkan kehidupan suami istri dan tata pergaulannya tidak diatur oleh aturan yang sahih. Alhasil, manusia makin jauh dari agama, serta bertindak di luar batasan norma agama. Di mana, hanya ego dan hawa nafsu yang mendominasi, seolah menjadi ujung pelampiasan. Walhasil, kekerasan dalam rumah tangga, penganiayaan, bahkan pembunuhan pun tak terelakkan. Sementara, kehidupan masyarakat dan negara dalam navigasi sistem sekuler kapitalisme, makin tercekik oleh standar materi.
Meskipun UU PKDRT telah dilegalisasi selama 20 tahun. Mirisnya kasus KDRT terus terulang. Sebab, UU kontroversial ini lahir dari perspektif yang tajam, tentang peran negara dan agama dalam menyelesaikan persoalan, yakni meniadakan norma agama dalam sistem perundang-undangan negara. Tak ayal, hal ini makin menegaskan mandulnya fungsi perlindungan keluarga.
Sebab, perihal legislasi dalam sistem sekularisme adalah sebuah keniscayaan, bahwa hukum yang dihasilkan merupakan produk akal manusia alias zat yang jelas lemah dan memiliki limit. Maka, cara pandang yang memisahkan agama dengan kehidupan ini, sangat nyata memengaruhi sikap dan pandangan setiap individu, termasuk dalam hubungan keluarga. Inilah, refleksi kenistaan hidup dan kegagalan sistem sekularisme mewujudkan perlindungan, serta kehidupan yang aman hingga skala terkecil, yakni keluarga.
Islam Menjamin Perlindungan Keluarga
Maka jelas, mengapa hari ini keluarga tangguh dan harmonis tidak lagi menjadi identitas umat Nabi Muhammad saw., karena umatnya saat ini hidup di lingkungan yang tidak islami. Artinya, mereka dikelilingi nilai-nilai aturan yang bersumber dari luar Islam. Krisis multidimensi yang muncul akibat diterapkannya sistem sekuler kapitalisme, telah mengusik pola relasi para anggota keluarga, mengguncang bangunan keluarga, hingga rentan perpecahan.
Dalam perspektif Islam, keluarga dipandang sebagai institusi terkecil yang strategis, dalam memberikan jaminan atau benteng perlindungan. Tentu saja, hal ini tak terlepas dari perintah Allah Swt. yang dimandatkan kepada para suami, sebagaimana firman-Nya dalam surah At-Tahrim ayat 6 :
“Wahai orang-orang mukmin ingatlah, bentengi diri dan segenap keluargamu dari azab api neraka yang teramat dahsyat, ketahuilah bahwa Allah Swt. menjadikan anak adam (manusia) dan batu sebagai bahan bakarnya.”
Makna dari ayat ini, secara umum objek ditujukan kepada kaum mukmin. Hanya saja, mengarah pada seorang suami atau ayah, yang notabene pemilik peran paling bertanggung jawab terhadap keluarga, memberikan penjagaan yang tidak terbatas, baik yang bersifat duniawi maupun ukhrawi. Maka, sebagai kepala keluarga, wajib memastikan atas diri dan keluarganya terhindar dari siksa api neraka. Di surah An-Nisa ayat 34, Allah Swt. pun menegaskan bahwa kepemimpinan dalam keluarga terdapat pada laki-laki.
“Ketahuilah bahwa Allah Swt. mendudukkan kaum adam (lelaki) sebagai pemimpin bagi kaum hawa.”
Islam memosisikan lelaki sebagai pelindung, sekaligus pemimpin bagi kaum perempuan dalam mendidik, serta mengajak pada ketaatan atas apa yang telah Allah Swt. perintahkan. Karenanya, Allah telah menjadikan lelaki lebih unggul atas wanita dari sisi pemberian mahar, penafkahan, pembiayaan urusan rumah tangga, dan lainnya. Maka, mereka berperan menjadi pemimpin bagi para wanita, atas mandat dari Allah Swt. Inilah gambaran sahih posisi seorang suami atau ayah dalam keluarga Islam.
Hanya saja, keluarga ideal dalam perspektif Islam tidak akan terwujud jika dipahami dan diamalkan pada level individu semata. Maka, diperlukan support dari masyarakat yang memiliki pemahaman, tolok ukur, dan penerimaan Islam. Pun, kehadiran peran dan fungsi negara yang menerapkan sistem kehidupan berlandaskan akidah Islam secara kaffah, yang menjadi ruh dalam sistem perundang-undangannya, yakni Daulah Khilafah.
Khilafah pun berperan menerapkan sistem pergaulan dan sosial, menciptakan suasana keimanan, memberlakukan sistem ekonomi Islam yang menjamin pemenuhan kebutuhan tiap individu rakyat, memberi akses mudah terkait layanan publik, termasuk memberlakukan sanksi tegas dengan efek jera bagi para pelaku kekerasan. Sehingga, umat pun memiliki kepercayaan penuh, bahwa hanya syariat Islam yang mampu menyelesaikan setiap persoalan, memosisikan akar masalah sesuai hukumnya, termasuk dalam kasus KDRT. Alhasil, dengan mewujudkan ketaatan kepada Allah Swt. akan memuluskan itinerary akhirat, yakni rencana perjalanan akhirat mencari rida-Nya, sebagai visi dan misi mengarungi bahtera rumah tangga.
Wallahu a’lam bish-shawwab.[]
kejadian di atas tidak hanya terjadi kali ini saja. memang miris ketika sistem Islam tidak diterapkan siapa pun bisa melakukan tindakan kejam. Naudzubillah.
Inna lillaahi wa inna ilaihi roji'un. Umumnya kita mendengar istri korban KDRT. Ternyata suami berpotensi sama. Sistem sekuler benar-benar bisa mengubah manusia lembut bernama perempuan menjadi brutal.