Daya beli di dalam Islam tidak berpengaruh terhadap pemasukan, sebab daulah memiliki pemasukan tersendiri untuk membiayai operasional kenegaraan.
Oleh. Arum Indah S.E.
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Daya beli masyarakat Indonesia kian melemah, hal ini ditunjukkan dengan adanya kelambatan tingkat konsumsi masyarakat. Sepanjang tahun 2023, tingkat konsumsi secara nasional melambat cukup signifikan. Berbagai perayaan hari besar ternyata tidak mampu mendongkrak kenaikan tingkat konsumsi masyarakat. Kondisi ini seolah menjadi sinyal kuat akan kondisi ekonomi yang kian merapuh.
Daya beli melemah terjadi di kalangan masyarakat menengah ke bawah. Survei konsumen yang dilakukan oleh BI (Bank Indonesia) menunjukkan rasio konsumsi pada masyarakat yang berpenghasilan Rp5 juta ke bawah mengalami penurunan, penurunan paling dalam dialami oleh masyarakat dengan penghasilan Rp2,1 juta sampai Rp3 juta. Bahkan, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari masyarakat mulai menggunakan uang tabungan. Alokasi pendapatan masyarakat untuk tabungan pun mengalami penurunan dari 15,7% menjadi 15,4%. (kompas.com, 04/01/2024)
Chairman CT Group, Chairul Tanjung berkata, “Situasi sekarang memang situasi yang tidak baik-baik saja. Kita mesti akui, daya beli dosmetik kita mengalami penurunan.” Chairul Tanjung berharap pemerintah dapat lebih memberi perhatian kepada kaum menengah, karena masyarakat di level ini berada di posisi yang sangat tidak menguntungkan. Di satu sisi mereka tidak memperoleh bantuan dari pemerintah, sedang di sisi lain, mereka juga tidak dapat menikmati pertumbuhan ekonomi seperti kalangan pendapatan atas. (cnbcindonesia, 03/03/2024)
Daya beli masyarakat yang melemah ini, juga disertai dengan penurunan pendapatan pajak negara, Kementerian Keuangan mengatakan bahwa selama Januari 2024 PPN DN (Pajak Pertambahan Nilai Dalam Negeri) mengalami penurunan hingga 8%. Hal ini menandakan bahwa transaksi permintaan barang atau jasa di dalam negeri memang menurun. (kontan.co.id, 25/2/2024)
Tentang Daya Beli
Daya beli dapat diartikan sebagai jumlah barang dan jasa yang dapat dibeli dengan suatu nilai mata uang. Daya beli dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya: harga barang dan jasa, inflasi, pendapatan riil masyarakat, nilai tukar mata uang, dan pajak. Lemah atau tidaknya daya beli masyarakat akan bermuara pada gambaran mengenai tingkat kesejahteraan masyarakat. Semakin baik tingkat kesejahteraan, maka daya beli akan menguat. Begitu juga sebaliknya, jika kesejahteraan turun, maka daya beli akan ikut melemah.
Melemahnya daya beli masyarakat di awal tahun 2024 merupakan imbas dari kenaikan harga kebutuhan yang hampir terjadi di sepanjang kuartal akhir 2023 dan di awal 2024. Kenaikan harga yang terjadi, tidak diimbangi dengan kenaikan pendapatan di seluruh lapisan masyarakat, baik masyarakat menengah ke bawah atau masyarakat tidak mampu. Tidak mengherankan jika masyarakat menengah mulai kesulitan memenuhi kebutuhan hidup mereka.
Apatah lagi masyarakat yang tidak mampu, mereka tentu semakin kesulitan untuk memenuhi kebutuhan pokok harian. Walau bantuan-bantuan banyak diberikan kepada masyarakat tidak mampu, tapi seringnya ketidaktepatan penerima bansos menjadi fakta yang tak terelakkan di lapangan dan sejatinya pemberian bantuan dari pemerintah, bukanlah solusi hakiki untuk menyelesaikan problem pemenuhan kebutuhan harian.
Daya Beli dalam Pandangan Kapitalisme
Ada ketidaktepatan sudut pandang kapitalisme dalam memandang daya beli. Dalam sistem kapitalisme, daya beli memiliki pengaruh besar terhadap penerimaan negara. Perlu kita ingat bersama bahwa penerimaan terbesar negara kapitalisme adalah pajak. Pemerintah akan fokus melakukan berbagai cara untuk meningkatkan pajak, termasuk dari sisi daya beli. Bukan hal yang mengherankan, jika pemerintah terus mendorong masyarakat untuk meningkatkan konsumsi mereka. Hal ini karena kenaikan konsumsi menandakan daya beli juga akan naik dan akan mendongkrak kenaikan pajak, yang berarti pendapatan negara akan meningkat.
Bukan hal yang mengherankan juga, jika tidak ada prioritas pemenuhan kebutuhan dalam sistem kapitalisme, baik kebutuhan primer, sekunder, dan tersier. Pemerintah tidak akan pernah fokus untuk memenuhi kebutuhan primer seluruh lapisan masyarakat. Akan tetapi, pemerintah hanya akan fokus bagaimana agar daya beli terus meningkat, sekalipun aktivitas pembelian hanya dilakukan oleh masyarakat kelas atas dan hanya terjadi pada barang-barang kebutuhan sekunder dan tersier.
https://narasipost.com/opini/01/2024/pertumbuhan-ekonomi-melesat-apa-dampak-untuk-rakyat/
Oleh karena itu, pemerintah tidak akan pernah “ambil pusing” jika masyarakat kelas bawah mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuhan primernya. Cukup bagi pemerintah menyelesaikan masalah itu dengan pemberian bantuan sosial, karena yang terpenting bagi negara penganut kapitalisme adalah besarnya penerimaan negara, bukan terpenuhinya kebutuhan primer seluruh masyarakat.
Hal di atas, sesuai dengan pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani yang menyatakan bahwa selama ini memang pemerintah tidak terlalu fokus dengan daya beli masyarakat kelas menengah, karena sebelumnya pemerintah itu hanya fokus menangani ekonomi masyarakat miskin. (kompas.com, 04/01/2024)
Di sisi lain, harga kebutuhan pokok yang selalu merangkak naik menjadikan masyarakat kelas menengah dan kelas bawah semakin kesulitan. Jurang kesenjangan sosial yang terlalu dalam antara masyarakat kelas atas dan masyarakat kelas menengah atau masyarakat tidak mampu memberikan fatamorgana pertumbuhan ekonomi. Sering kita temui, pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak memiliki pengaruh terhadap masyarakat.
Di saat pemasukan pajak mengecil dan pemasukan negara berkurang, barulah kondisi kesulitan masyarakat menengah ini menarik perhatian dan pemerintah baru mulai memikirkan cara-cara meningkatkan daya beli mereka. Akan tetapi, pemerintah tetap tidak berfokus bagaimana agar masyarakat kelas menengah maupun kelas bawah mampu memperoleh kesejahteraan.
Memang tak ada yang bisa kita harapkan dari sistem kapitalisme ini, sistem ini tak akan pernah memihak kepada rakyat kecil. Rakyat dibiarkan mandiri dalam memenuhi kebutuhan dasar mereka. Negara kapitalisme benar-benar hanya berperan sebagai regulator, bukan sebagai pe-riayah urusan umat.
Islam Mewujudkan Ekonomi yang Kuat
Berbeda dengan kapitalisme, daulah Islam akan menempatkan posisi sebagai pe-riayah umat, yang seluruh aktivitasnya diatur oleh hukum syariat. Segala aktivitas yang dilakukan bertujuan untuk mewujudkan kemaslahatan umat, bukan kepentingan segelintir atau sekelompok orang.
Dalam Islam, daya beli tidak berpengaruh terhadap pemasukan, karena pajak bukan sumber utama pemasukan daulah. Daulah memiliki pemasukan tersendiri untuk membiayai operasional kenegaraan. Selain itu, juga terdapat skala prioritas dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat, baik kebutuhan primer, sekunder, dan tersier. Daulah Islam akan menjamin terpenuhinya kebutuhan primer (sandang, pangan, papan, pendidikan, dan kesehatan) seluruh lapisan masyarakat, ini yang penting dan paling utama.
Khalifah akan memastikan seluruh rakyatnya telah mampu memenuhi kebutuhan primer mereka. Berbagai mekanisme akan diwujudkan oleh daulah guna memenuhi kebutuhan primer rakyat, mulai dari menjaga kestabilan ekonomi, ketersediaan lapangan kerja, dan upah yang memadai.
Syekh Taqiyuddin An-Nabhani dalam kitab Sistem Ekonomi Islam, pada bab “Keseimbangan Ekonomi dalam Masyarakat” menjelaskan bahwa Islam wajib menjaga sirkulasi kekayaan pada semua anggota masyarakat dan mencegah terjadinya sirkulasi kekayaan hanya pada segelintir orang. Allah berfirman dalam surah Al-Hasyr ayat 7:
كَيْ لَا يَكُوْنَ دُوْلَةً ۢ بَيْنَ الْاَغْنِيَاۤءِ مِنْكُمْۗ
Artinya: “Agar harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu.”
Jika kesenjangan masyarakat yang lebar antarindividu terjadi akibat kelalaian penerapan syariat Islam, maka negara akan mewujudkan keseimbangan masyarakat dengan memberikan harta negara kepada orang-orang yang memiliki keterbatasan dalam memenuhi kebutuhannya. Harta yang diberikan, baik bergerak atau tidak bergerak bukan sekadar untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat temporal, tetapi sebagai sarana kepemilikan atas suatu harta, yang dengan harta itu kebutuhan-kebutuhan hidup orang yang kurang mampu tersebut akan terpenuhi. Dengan mencukupi pemenuhan kebutuhan orang yang tidak mampu, akan terwujudlah keseimbangan (ekuilibrium) dalam ekonomi.
Khatimah
Sistem ekonomi kapitalisme telah terbukti gagal menciptakan keseimbangan ekonomi. Daya beli lemah mewakili lesunya pendapatan masyarakat, sehingga masyarakat itu lebih memilih berdiam diri dan berhemat mengingat kondisi keuangan yang makin sulit.
Berbeda dengan kapitalisme, Islam datang untuk mewujudkan keseimbangan ekonomi di tengah-tengah masyarakat. Penerapan syariat Islam secara kaffah secara alamiahnya akan menjadikan ekonomi negara semakin menguat. Sudah saatnya kita menerapkan kembali aturan islam dalam kehidupan sehari-hari.
Wallahu ’alam bishawab.[]
Memang benar. pemerintah tidak begitu memperhatikan masyarakat ekonomi menengah. Padahal saat terjadi kenaikan harga semua kebutuhan, kelompok masyarakat inilah yang paling merasakan dampaknya.