Sesungguhnya masa depan Islam ada di pundak generasi. Mereka adalah aset berharga yang akan menopang ketahanan ideologi Islam. Dalam Islam, pendidikan generasi dinaungi oleh sistem pendidikan negara yang menjadikan akidah Islam sebagai asasnya. Sehingga konsep pendidikan termasuk kurikulum, metode belajar mengajar, kualifikasi guru, suasana pembelajaran dan lain-lain berlandaskan akidah Islam.
Oleh. Ita Mumtaz
NarasiPost.com - Pendidikan adalah hak dasar setiap warga negara. Melalui kurikulum pendidikan formal, peserta didik mendapatkan ilmu, wawasan, dan bimbingan dari seorang guru yang mampu melekat erat dalam benaknya hingga dewasa. Ilmu yang diperoleh dari para guru tersebut akan digunakan sebagai suluh dalam menapaki kehidupan dunia. Begitu banyak informasi yang bisa diserap oleh siswa. Tidak hanya dari sisi keilmuan, namun juga dari pola pikir, pola sikap, karakter, gaya menyampaikan, dan perasaan akan turut mewarnai pembentukan karakter siswa.
Sebab seorang guru, tugasnya bukan sekadar mengajar, tetapi juga membentuk kepribadian siswa. Lalu apa yang akan terjadi andai ada seorang guru berstatus nonmuslim ditempatkan mengajar di sekolah Islam? Ternyata hal ini bukan lagi pengandaian. Tapi kenyataan yang terpaksa harus ditelan oleh penduduk mayoritas negeri ini.
Seorang guru nonmuslim mendapat tugas mengajar di sebuah madrasah. Guru yang bersangkutan pun mengalami kebingungan. "Awalnya saya kaget ketika menerima SK dan mengetahui bahwa saya ditempatkan di MAN Tana Toraja. Saya pikirnya akan ditempatkan di sekolah umum sesuai agamaku," ujar Eti dalam keterangan resmi di situs Kementerian Agama (Kemenag) Sulawesi Selatan. (Sulsel.suara.com, 1/2/2021).
Analis Kepegawaian Kementerian Agama (Kemenag) Sulsel Andi Syaifullah mengatakan, kebijakan penempatan guru beragama kristen di sekolah Islam atau madrasah sejalan dengan Peraturan Menteri Agama (PMA) Republik Indonesia. Tentang pengangkatan guru madrasah khususnya pada Bab VI pasal 30. Tidak disebutkan calon guru harus beragama Islam. Jadi, siapa saja berhak mengajar di madrasah.
"Kan guru nonmuslim yang ditempatkan di madrasah ini akan mengajarkan mata pelajaran umum, bukan pelajaran agama. Jadi saya pikir tidak ada masalah. Bahkan ini salah satu manifestasi dari moderasi beragama, dimana Islam tidak menjadi ekslusif bagi agama lainnya," ungkapnya. (sulsel.suara.com, 30/1/2021)
Racun kebebasan atas nama moderasi agama telah dicekokkan kepada umat Islam melalui program Kementerian Agama (Kemenag). Kemenag telah membuat berbagai gebrakan, khususnya dalam dunia pendidikan. Mulai dari merevisi ratusan buku pelajaran yang dianggap mengandung paham radikal, menyusun modul moderasi beragama untuk siswa madrasah, juga mengubah Kurikulum Pendidikan Agama Islam (PAI) dan Bahasa Arab di madrasah-madrasah.
Ketetapan yang dilakukan oleh Kemenag sekarang tak lepas dari sistem pendidikan sekuler yang melingkupi negeri dengan mayoritas penduduk muslim ini. Yakni sebuah pemahaman yang memisahkan aturan agama dari tatanan kehidupan. Wajar jika pendidikan madrasah pun tak sepenuhnya bersandar pada Islam, tapi berpijak pada kebebasan serta kompromi demi sebuah kepentingan dan ambisi dunia.
Sesungguhnya moderasi agama bukanlah pemahaman orisinal dari Islam. Sebaliknya ia tidak memiliki historis keilmuan di kalangan fuqaha (ahli fikih). Moderasi agama hanyalah mengambil sikap jalan tengah, seolah terkesan baik, padahal sebenarnya melenceng jauh dari ajaran Islam.
Ide moderasi agama semakin menjadi, menyerang seruan kembalinya Islam kaffah. Para pengemban dakwah Islam kaffah pun dikriminalisasi, dibunuh karakternya, dituduh radikal dan teroris. Sementara moderasi agama terus digencarkan melalui ceruk apapun, termasuk bidang pendidikan, agar bisa masuk dalam benak dan dada-dada generasi muslim.
Seruan dakwah yang membawa pemikiran jernih tentang Islam kaffah membuat panik musuh Islam. Tak pelak, berbagai upaya serius terus digalakkan. Sebab semakin sadarnya umat Islam tentang Islam kaffah, maka kebangkitan Islam tak lama lagi akan terwujud. Geliat kebangkitannya ditandai dengan seruan yang menggema untuk kembali kepada syari'at Islam, menjadikan Islam sebagai solusi atas permasalahan kehidupan. Karena sejatinya Islam adalah sebuah ideologi yang harus diperjuangkan dan diterapkan dalam kancah kehidupan manusia.
Tentu saja hal ini menjadi sebuah ancaman serius bagi musuh Islam, yaitu negara-negara sekuler-kapitalis. Demikianlah, sehingga Barat merekomendasikan proyek besar yang bisa mereduksi ajaran Islam yang sempurna dengan gagasan moderasi agama. Semua ini adalah realisasi dari Building Moderator Muslim Network and Corporation, lembaga thing tank AS pada 2007.
Sungguh ide moderasi agama ini adalah racun yang berbahaya dan menyesatkan bagi kaum muslimin. Hendak diarahkan ke mana perjalanan pendidikan generasi? Ide sesat ini akan mencetak generasi sekuler dan penganut pluralisme, menganggap semua agama benar, serta mudah mencampuradukkan ajaran Islam dengan keyakinan agama lain. Bahkan akan menolak penerapan syari'at Islam kaffah dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Padahal Allah telah mengingatkan manusia dalam sebuah firman-Nya. "Dan janganlah kamu campur adukkan yang hak dengan yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedang kamu mengetahui." (Qs. Al-Baqarah 42)
Bisa jadi, generasi muslim pada akhirnya akan menganggap bahwa moderasi adalah bagian dari ajaran Islam yang harus diambil serta diperjuangkan. Padahal semua itu bisa mematikan gejolak kebangkitan Islam dan menarik mundur langkah perjuangan umat. Sekolah Islam atau madrasah tak lagi mampu mencetak generasi faqih fiddin sekaligus pejuang Islam yang militan.
Sesungguhnya masa depan Islam ada di pundak generasi. Mereka adalah aset berharga yang akan menopang ketahanan ideologi Islam. Dalam Islam, pendidikan generasi dinaungi oleh sistem pendidikan negara yang menjadikan akidah Islam sebagai asasnya. Sehingga konsep pendidikan termasuk kurikulum, metode belajar mengajar, kualifikasi guru, suasana pembelajaran dan lain-lain berlandaskan akidah Islam.
Tanpa moderasi agama, sistem pendidikan Islam telah terbukti mampu mencetak generasi emas, ilmuwan sekaligus ulama' faqih fiddin dan pejuang Islam. Karya besar mereka telah menorehkan manfaat bagi kemajuan peradaban Islam dan dunia. Wallahu'alam bish-shawwab.
Picture Source by Google