Negeri Zamrud Khatulistiwa ini pada hakikatnya adalah negeri dengan melimpahnya pungutan pajak, bukan bagaimana pengelolaan alam dilakukan untuk kemakmuran rakyatnya. Kekayaan alam yang ada malah menjadi rebutan investor asing dan menjadi lahan proyek bancakan para pejabat yang tidak amanah.
Oleh. Maman El Hakiem
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Sebutannya negeri Zamrud Khatulistiwa karena pesona kekayaan alam Indonesia yang dilintasi garis khatulistiwa. Zamrud adalah permata yang berwarna hijau, gambaran elok untuk sebuah negeri yang dikaruniai kekayaan alam yang memukau dan letakgeografisnya yang sangat strategis.
Namun, sayang seribu sayang kekayaan alamnya yang melimpah tersebut tidak membuat rakyatnya hidup sejahtera, bahkan alih-alih hidup serba berkecukupan, negaranya saja terlilit utang yang kian menumpuk. Secara data utang negara, namun secara fakta adalah utang rakyatnya yang akan diwariskan setiap generasi.
Menurut data dari tempo.co.id (17/7/2023), posisi utang negara atau pemerintah per 31 Mei 2023 mencapai Rp7.787,51 triliun dengan rasio 37,85 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Sungguh sangat memilukan, sekaligus memalukan karena kekayaan alam yang melimpah tidak bisa dikelola negara dengan baik dan menghasilkan pundi uang untuk rakyat.
Bukan hanya itu, besarnya utang luar negeri yang tentu saja disertai bunganya, membuat rakyat turut memikul dosa riba. Sumber pokok pendapatan negara selama ini masih mengandalkan sektor pajak. Pajak dalam sistem ekonomi kapitalisme adalah sumber penerimaan atau pendapatan negara. Menurut sumber berita yang dilansir CNBC Indonesia (1/8/2023), penerimaan pajak yang berhasil dihimpun dan tercatat dalam APBN adalah Rp970,20 triliun, naik sekira 9,93 persen (year on year/yoy).
Jika ditilik dari sumber penyumbang pajak terbesar tahun 2023 masih berasal dari Pajak Penghasilan (PPh) badan yang angkanya sebesar Rp263,69 triliun atau meningkat 26,19% dari tahun 2022. Setelah itu, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dalam negeri, yaitu sebesar Rp216,98 triliun. Sedangkan secara sektoral masih mengandalkan setoran pajak terbesar yang bersumber dari pertambangan, walaupun angkanya masih lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.
Dengan membaca data-data tersebut menjadi jelas, bahwa negeri Zamrud Khatulistiwa ini pada hakikatnya adalah negeri dengan melimpahnya pungutan pajak, bukan bagaimana pengelolaan alam dilakukan untuk kemakmuran rakyatnya. Kekayaan alam yang ada malah menjadi rebutan investor asing dan menjadi lahan proyek bancakan para pejabat yang tidak amanah.
Pajak Mencekik Rakyat
Indonesia, walaupun merasa tidak menganut sistem ekonomi kapitalisme, namun faktanya menerapkanmekanisme sistem ekonomi kapitalisme yang menitikberatkan pada pajak dan swastanisasi dalam tata kelola sumber daya alamnya. Negara selalu berupaya menggenjot penghasilan pendapatan negara melalui sektor pajak. Kenyataan inilah yang menjadikan sistempajak yang ada di negeri ini sering dianggap sebagai beban berat oleh rakyat. Ada beberapa sebab yang menjadikan pajak sebagai beban berat bagi rakyat, di antaranya:
Pertama, tidak adilnya sistem pajak. Salah satu alasan mengapa pajak sering dianggap mencekik rakyat adalah ketidakadilan dalam distribusi beban pajak. Banyak rakyat kelas menengah dan bawah yang merasa dikenakan pajak berlebihan, sementara beberapa segmen masyarakat dengan kekayaan yang melimpah bisa saja menghindari pajak atau mendapatkan keringanan pajak. Banyak wajib pajak kelas atas yang menghindar dari kewajibannya membayar pajak barang mewah dan lain sebagainya.
Kedua, pengawasan pajak yang lemah dan mudah disuap.Pengawasan terhadap pajak, terutama dalam menghadapi para pengusaha yang mengelola kekayaan alam yang melimpah, seringkali tidak optimal. Potensi besar dari sektor sumber daya alam yang bisa menjadi sumber pendapatan besar bagi negara seringkali disusupi oleh praktik-praktik yang menghindari atau mengurangi kewajiban pajak, seperti yang terjadi pada PT. Freeport dan lainnya. Tidak jarang pula banyak petugas pajak yang menikmati hasil suap.
Ketiga, sistem pajak yang tidak transparan.Ketidaktransparan dalam sistem perpajakan dapat membuka celah bagi korupsi dan penyalahgunaan wewenang. Banyak kasus korupsi di dinas pajak yang tidak segera ditindak tegas, hal ini berdampak negatif pada pendapatan negara dan memberatkan rakyat, terutama mereka yang hidup dalam kemiskinan.
Gambaran tentang buruknya sistem kapitalisme, salah satunya persoalan pajak di negeri Zamrud Khatulistiwa ini yang benar-benar telah mencekik rakyat dan berdampak langsung bagi kehidupan rakyat secara umum. Semakin lebarnya jurang kemiskinan dan tingkat kecemburuan sosial. Beban pajak yang berat bisa mengakibatkan berkurangnya daya beli, kesulitan ekonomi, dan kesenjangan sosial yang lebih besar. Jika masyarakat merasa bahwa sistem perpajakan tidak adil, kepercayaan terhadap pemerintah pun dapat menurun. Secara otomatis pula wibawa pemerintah akan jatuh di mata rakyatnya.
Walaupun ada upaya pemerintah dalam perbaikan sistem perpajakan secara menyeluruh. Namun, hal itu tidak disertai upaya keras pemerintah untuk meningkatkan transparansi, mengurangi celah-celah penghindaran pajak, serta memastikan keadilan dalam distribusi beban pajak. Pemerintah juga kurang memberdayakan lembaga pengawasan dan lemah dalam mengatasi korupsi yang terjadi di sektor perpajakan.
Idealnya sistem perpajakan yang adil dan efektif akanmemberikan manfaat besar bagi rakyat dan negara. Selain itu, pemerintah perlu melibatkan publik dalam pembuatan kebijakan perpajakan agar masyarakat memiliki pemahaman yang lebih baik tentang tujuan dan manfaat pajak, sehingga dapat mendukung upaya pemenuhan kebutuhan dan pembangunan yang berkelanjutan.
Ragam Pajak Beban Rakyat
Mungkin tidak semua masyarakat tahu tentang jenis pajak yang dipungut di negeri ini. Ada beberapa jenis pajak yang sudah pasti menjadi beban berat bagi rakyat, di antaranya:
Pertama, Pajak Penghasilan (PPh). Jenis pajak ini dipungut dari pendapatan individu dan perusahaan. PPh dapat berupa PPh final, PPh Pasal 21 (gaji), PPh Pasal 22 (impor), PPh Pasal 23 (bunga, royalti), dan PPh Pasal 25 (usaha).
Kedua, Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Jenis pajak ini dipungut dari barang dan jasa yang dikenakan konsumen atau pembeli. PPN bisa berlaku secara umum atau khusus tergantung jenis barang dan jasanya.
Ketiga, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Ini adalah jenis pajak yang dipungut atas kepemilikan atau penguasaan atas tanah dan bangunan yang dimiliki oleh individu atau badan usaha.
Keempat, Pajak Kendaraan Bermotor (PKB). Rakyat yang memiliki kendaraan bermotor juga dipungut atas kepemilikan kendaraan bermotornya dan digunakan untuk pemeliharaan jalan dan anggaran daerah.
Selain empat jenis pajak di atas, terdapat juga Pajak Bea Masuk (PBM), yaitu berupa pajak yang dipungut dari barang impor yang masuk ke suatu negara. Pajak Bea Keluar (PBK), pajak yang dipungut dari barang ekspor sebelum keluar dari suatu negara. Dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) yang beberapa waktu lalu sempat heboh karena adanya kasus anak pejabat yang pamer kendaraan mewah, namun ternyata tidak membayar pajak atas kendaraan yang dimilikinya. Jenis pajak ini dipungut dari penjualan barang mewah, seperti mobil mewah, perhiasan, dan barang-barang mewah lainnya.
Sebenarnya masih banyak lagi pungutan pajak lainnya,seperti pajak hotel yang dipungut dari penginapan dan akomodasi lainnya. Pajak rokok dan minuman beralkohol yang dipungut dari produk tembakau dan minuman beralkohol. Pajak hewan ternak dan pertanian, yaitu pajak yang diambil dari hewan ternak atau hasil pertanian tertentu. Dan terakhir pajak yang dipungut dari acara atau tempat hiburan, seperti bioskop, teater, dan konser.
Pajak dalam Sistem Islam
Abdul Qadim Zallum dalam Kitab Al Amwal fii Daulah Khilafah, mendefinisikan secara istilah, bahwa pajak (dharibah) merupakan harta yang diizinkan Allah Swt. untuk mengambilnya dari kaum muslim untuk dimanfaatkan dalam pemenuhan kebutuhan atau pos-pos pengeluaran yang memang diwajibkan atas mereka, di tengah kondisi baitulmal kaum muslim tidak ada simpanan uang atau harta.
Beberapa pos pengeluaran atau kebutuhan negara yang boleh menggunakan dana pajak, jika anggaran baitulmal kosong, di antaranya adalah: Pembiayaan jihad dan segala hal yang harus dipenuhi yang terkait kebutuhan milter atau tentara yang dipersiapkan untuk jihad di jalan Allah.
Selain itu, pos untuk kebutuhan para kaum duafa, orang-orang miskin, ibnu sabil (orang dalam perantauan yang ingin kembali ke tanah air). Pembiayaan terhadap mereka jika kondisi baitulmal kosong, bisa diambil dari pajak. Dan banyak lagi kebutuhan lainnya yang intinya menyangkut kemaslahatan dan kemanfaatan umat, termasuk untuk penanganan darurat bencana alam.
Negara memungut pajak hanya untuk kaum muslim yang memiliki kemampuan harta, tidak pukul rata dan sifatnya untuk menutupi kekurangan biaya, kewajiban itu hanya diwajibkan kepada mereka yang mempunyai kelebihan dalam memenuhi kebutuhan pokok dan sekundernya dengan standar kelayakan yang tidak menzalimi dirinya. Kaidah ushul fikih menyebutkan, ” Laa dharar wa laa dhirarar , tidak boleh ada bahaya dan saling membahayakan.” (HR. Ibnu Majah dan Ahmad).
Negara dilarang memungut, apalagi sampai mewajibkan pajak secara rutin apalagi tanpa adanya kebutuhan yang mendesak. Demikian juga negara tidak boleh mewajibkan pajak dalam bentuk keputusan pengadilan atau untuk pungutan biaya di muka (urusan administrasi) negara.Negara juga tidak boleh mewajibkan pajak atas transaksi jual beli tanah dan pengurusan surat-suratnya, gedung atau bangunan, timbangan atas barang dagangan atau lainnya yang tidak ada kaitannya untuk kebutuhan mendesak menyangkut kepentingan umat, kaum fakir miskin, darurat bencana, dan jihad fii sabilillah.
Mereka yang mewajibkan pajak, padahal tidak dalam kondisi darurat adalah termasuk perbuatan zalim. Para pemungutnya diancam dengan sabda Rasulullah saw.,"Tidak akan masuk surga orang-orang-orang yang memungut pajak (cukai)." (HR. Ahmad, ad Darami dan Abu Ubaid).
Wallahu'alam bish shawab []
Jika masyarakat paham sistem Islam, bakal memperjuangkannya. Tidak dipajaki, pendidikan kesehatan terjamin, termasuk terjaganya akal, jiwa, kehormatan, darah dan harta. Setuju pertanyataan penulis, orang bijak taat syariat bukan taat pajak.
Orang bijak taat syariat bukan taat pajak
saya sih, tetap nggak setuju dengan konsep pajak dalm kapitalisme, jika pun dilakukan sesuai teori, pajak yang efektif, adil, transparan, dll. Karena paradigma kapitalisme tentang pajak, tetap berbeda dgn Islam. Bahkan, di negara-negara maju pun yang masyarakatnya secara ekonomi lebih baik dr negeri ini, mereka pun mengeluh ttg pajak. Warga di negara-negara tsb akan protes kepada pemerintah, jika dana pajak yang besar tidak dikembalikan kepada rakyat dalam bentuk layanan publik yang gratis atau murah. Seideal-idealnya penerapan pajak ala kapitalisme, tetap saja ia lahir dari dasar pemikiran yang salah. Afwan jiddan, jika ada hal-hal yang kurang berkenan dalam pendapat saya ini.
Sungguh sayang, negeri zamrud khatulistiwa kaya SDA kok mengandalkan pendapatan negara dari pajak. Mana cukuuuuup, yang ada utang menggunung. Itulah bobroknya sistem pemerintahan saat ini. Masih mau bertahan dengn sistem kapitalisme-liberalisme ?
Saking sudah mendarah dagingnya pajak, sampai" ketika disampaikan di islam pajak tidak ada, kecuali negara tidak ada harta dengan bilang, tidak mungkin kita hidup tanpa pajak..
sudahlah rakyat tidak dijamin kebutuhan dasarnya, yang ada malah dipalak pajak.. mirisss
Rindu ini tak terperi..pada khilafah sistem ilahi
Jadi rindu (sangat) dengan sistem Islam.
Betapa kerennya Khilafah, negara memungut pajak hanya untuk kaum aghniya', tidak pukul rata seperti sistem saat ini.
Sungguh miris, yang kaya makin kaya yang miskin semakin miskin..sungguh sistem yang dolim, harus segera diakhiri dan kembali tetapkan Islam kafah
Negeri sejuta impor, investor asing, dan sejuta pajak..bablas dah
Negeri Zamrud Khatulistiwa hanyalah julukan, namun faktanya negeri ini adalah negara pemalak. Kekayaan SDA hanya menjadi bancakan para kapitalis rakus untuk kesejahteraan mereka, sementara rakyat hanya menerima ampasnya saja. Sungguh, keserakahan sistem kapitalisme begitu menyengsarakan kehidupan rakyat.
Betul, Sebagai rakyat biasa, pajak cukup memalak. Butuh segera dibenahi sistem ini. MasyaAllah keren ini
Zamrud Khatulistiwa hanya pemanis, sebutan saja. Realitanya ini negeri seribu pajak
Dulu waktu SMK akuntansi, ada pelajaran khusus perpajakan. Dan pelajarannya lumayan menguras kepala. Dan setelah ikut ngaji, oh... ternyata pelajaran yang nguras kepala waktu sekolah, itulah yang nguras isi dompet kami. Sungguh miris di cekik pajak ditengah melimpahnya SDA.
Wah... jurusan paling kasian ini mbak, akuntansi. Ngitung uang dengan 0 berderet tapi gak ada uangnya. Hehe
Negeri seribu pajak. Inilah julukan dariku untuk negeriku tercinta. Mau heran tapi begitulah pilar kapitalisme yang menjadikan pajak sebagai sumber utama pemasukan negara. Soal SDA? Ya, sudah jelas dikelola asing ...
Pajak mencekik rakyat, padahal SDA melimpah. Ke manakah SDA negeri ini?
Dalam sistem kapitalisme, pajak merupakan sumber pemasukan yang utama. Maka wajar jika apa-apa ada pajaknya. Sangat bertolak belakang dengan sistem Islam yang membolehkan memungut pajak hanya ketika baitul mal benar-benar sedang dalam keadaan kosong. Itupun hanya kepada muslim yang kaya saja.
Rakyat tercekik pajak, semua serba pajak. Astaqfirullah