Bukan Cokelat

Hari itu, Reynaldi dan dua sahabatnya mendapat pelajaran yang cukup berharga, bahwa suri teladan yang harus diikuti hanyalah Rasulullah Saw., Bukan sekadar ikut-ikutan tren, terlebih jika itu budaya orang kafir Barat. Mereka sadar, semua akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah Swt. kelak.


Oleh: Ana Mujianah

NarasiPost.Com-Kantin sekolah penuh sesak. Suara siswa riuh bersahutan. Teriakan mereka cukup membuat Mang Jaja dan Bik Lastri, istrinya, kewalahan melayani. Jam istirahat yang singkat, membuat remaja berseragam putih abu-abu itu tak sabar mengantre. Belum lagi cacing-cacing di perut yang terus meronta, meminta jatah siangnya.

"Rey, gue bakso, ya!" teriak Irul.

"Gue mie ayam, Rey!" tambah Wildan dengan telunjuk teracung.

Dari bangku kantin, Reynaldi mengangkat jempol kanannya tanda setuju. Dua mangkok bakso dan mie ayam gratis buat Irul dan Wildan adalah perkara kecil. Tak ada seujung kuku uang saku Reynaldi, apalagi ditukar dengan ide mereka, kiat sukses merayakan Valentine bersama Asma. Ide yang sebenarnya pasaran. Apalagi kalau bukan setangkai mawar dan sepotong cokelat.

Jam istirahat hampir usai. Namun, Asma tak juga nampak batang hidungnya. Reynaldi mulai resah.

"Rul, mana si Asma? Dari tadi gue nggak liat dia," tanya Reynaldi celingukan mencari gadis idaman.

"Mungkin dia bawa bekal, makan di kelas," jawab Irul sekenanya.

"Cck … trus gimana dong?" desaknya kesal.

"Nggak sabar banget, sih, pengen ketemu Asma. Nyantai aja, Bro! Ntar pulang sekolah kita samperi di Masjid. Asma biasanya ikut kegiatan Rohis sepulang sekolah," sahut Wildan sok bijak.

Namun, sukses membuat Reynaldi mengembangkan senyum, lega.
Setelah membayar makanan di kantin, ketiga remaja itu bersiap menuju kelas masing-masing, melanjutkan kembali pelajaran yang belum usai.


Sepanjang pelajaran, Reynaldi tampak gelisah. Konsentrasinya buyar. Fokusnya hilang. Pikirannya hanya tertuju pada Asma dan hari Valentine.


Ketika bel pulang berbunyi, remaja tanggung itu bagai burung lepas dari sangkar.

Secepat kilat, Reynaldi langsung keluar menghampiri Irul dan Wildan. Tiga sahabat itu pun beriringan menuju masjid sekolah.
Berpasang mata menatap mereka heran. Reynaldi, siswa tajir dan sok menjadi idola para gadis se-SMA itu pergi ke masjid, benar-benar hal yang langka. Akan tetapi, itulah faktanya. Meskipun niatnya salah, Reynaldi yang jarang bahkan hampir tak pernah ke masjid, kini antusias mengunjunginya.

Sesampainya di masjid, kajian Rohis spesial hari "Valentine" siap dimulai. Kikuk. Merasa aneh. Ketiga sahabat itu pun segera menyelipkan diri bergabung di barisan siswa laki-laki.


Kak Ilham, ustaz muda yang hadir siang itu memulai kajian dengan beberapa pertanyaan retoris.

"Adik-adik … budaya Valentine ini dari mana sih, asalnya? Ada yang tahu?"

"Bangsa Romawi, Kak."

"Orang Nasrani, Kak."

"Pendeta Valentino, Kak."

"Kaisar Claudius II, Kak."

Siswa-siswi peserta kajian antusias menjawab pertanyaan dari sang ustaz. Namun, tidak dengan Reynaldi dan dua sahabatnya. Seumur-umur, baru sekali ini mereka ikut kajian Rohis. Itu pun terpaksa. Kondisi itu membuat mereka hanya bengong di pojokan. Mereka bertiga seakan berada di planet asing yang bukan dunianya.

"Lalu … kita ini umatnya siapa?" Ustaz Ilham melanjutkan.

"Nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wasallam, Kak."

"Nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wassalam pernah mencotohkan Valentine nggak?" tanya sang ustaz lagi.

"Enggaak!" jawab seluruh peserta kompak.

"Kalau kita ngaku sebagai umat Nabi Muhammad dan Nabi Muhammad tidak pernah mencontohkan Valentine, boleh nggak kita ikut-ikutan merayakan budaya orang lain?"

"Enggaak! Sekali lagi semua peserta menjawab kompak.

"Ahsantum. Rasulullah Saw. telah mengingatkan kita, umatnya.

"Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka." (HR. Ahmad dan Abu Dawud). Kita nggak mau kan, dicoret dari daftar umat Nabi Muhammad?” tanya sang ustaz meyakinkan peserta kajian Rohis.

Lagi-lagi, Reynaldi dan dua sahabatnya masih terdiam di pojokan. Namun, kali ini ada yang berubah. Jika Irul dan Wildan masih tetap dengan ekspresi datar, tetapi tidak dengan Reynaldi. Wajah tampannya dipenuhi tanda tanya, menumbuhkan keraguan akan niat awalnya datang ke masjid, yaitu untuk mengajak Asma merayakan Valentine. 

Sepanjang kajian, Reynaldi serius menyimak. Ada ganjalan yang tiba-tiba mengganggu hatinya. Setelah kajian usai, remaja itu masih bergeming di tempatnya. Ia tak memedulikan ajakan dua sahabat karibnya untuk segera mengejar Asma, sebagaimana niat awal.
Reynaldi kemudian bangkit, mendekati Ustaz Ilham. Dua sahabatnya bersitatap heran, meskipun akhirnya mereka mengekor.

"Ustaz, maaf, saya mau tanya."

Ragu, tapi Reynaldi memberanikan diri. Demi menuntaskan ganjalan di hati.

"Ya … mau nanya apa?" jawab sang ustaz ramah.

"Kalau … hanya sekadar memberikan cokelat, boleh nggak, Ustadz?" tanya remaja kelas XII itu, ragu.

"Memberikan cokelat, buat …?" tanya Ustaz Ilham, sengaja tak dilanjutkan.

"E-ee … sekadar ungkapan suka kepada seorang cewek, Ustaz," jawab Reynaldi, tersipu.

"H-hm … rasa suka terhadap lawan jenis itu memang wajar. Artinya … kita normal. Karena itu adalah fitrahnya manusia."

"Namun, sebagai seorang muslim, ungkapan suka terhadap lawan jenis itu bukan dengan cokelat, tetapi dengan akad. Kamu sudah siap nikah belum?" tanya balik sang ustaz.

"Belum-lah, Taz. Saya kan belum lulus sekolah, belum kuliah, belum bekerja" bantah Reynaldi cepat diikuti anggukan dua sahabat yang setia di sebelahnya.

"Kalau begitu … simpan dulu cokelatnya dan belajar yang rajin, ya!" Ustaz Ilham menepuk bahu remaja itu pelan.

Rupanya, nasihat sang ustaz menancap kuat di hati Reynaldi, mengunci semua argumen yang dia punya. Remaja itu terdiam, membuat suasana hening sesaat.

"Hmm … baik Ustaz, terima kasih banyak," sahutnya kemudian, memecahkan keheningan.

"E-ee …," ucapnya kemudian, terbata.

"Apalagi?" tanya sang ustaz membaca keraguan yang tersirat di wajah remaja tanggung itu.

"Ini Ustaz, cokelatnya … buat Ustaz aja," jawabnya sembari mengeluarkan cokelat mahal dari dalam tas.

"Mawarnya?" sahut Irul dan Wildan berbarengan.

"Mawarnya … tetep buat Asma,” jawabnya jahil.

"Kan …? Kata ustaz …?" Dua sahabat itu melotot, protes.

"Iya! Mawarnya tetep buat Asma … lima tahun lagi!"

"Daaan … jangan lupa, bawa akad, bukan cokelat!"

Ketiga sahabat itu saling menyahut kompak, sambil tertawa lepas bersamaan. Ustaz Ilham yang melihat tingkah remaja di hadapannya hanya geleng-geleng kepala.

Hari itu, Reynaldi dan dua sahabatnya mendapat pelajaran yang cukup berharga, bahwa suri teladan yang harus diikuti hanyalah Rasulullah Saw., Bukan sekadar ikut-ikutan tren, terlebih jika itu budaya orang kafir Barat. Mereka sadar, semua akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah Swt. kelak.

Ustaz Ilham yang ramah dan tidak menggurui dalam memberi nasihat, telah memikat hati tiga remaja itu untuk datang lagi di kajian Rohis bulan depan. Kali ini, tentu bukan karena Asma, tetapi mereka benar-benar ingin belajar Islam lebih dalam.

TAMAT

Picture Source by Google


Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Previous
Kisah Sebelumnya
Next
Marital Rape Praktik Aturan Syara’?
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram