Ketika anak siap menjadi mukalaf, anak akan mampu membentengi diri mereka dari hal-hal yang bertentangan dengan syariat Islam
Oleh. Firda Umayah
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com dan Penulis Derap Dakwah Umayah)
NarasiPost.Com-Ayah dan bunda pasti tidak asing dengan kata mukalaf. Ini adalah sebutan untuk orang yang sudah terbebani oleh hukum syarak atau terkena taklif. Islam memandang bahwa hal ini berlaku sejak seorang muslim balig atau sudah berumur 15 tahun (bagi mazhab Imam Syafii). Saat seorang anak telah balig, maka ia mulai menanggung segala amal perbuatannya. Ada hisab atau perhitungan bagi setiap perbuatannya.
Anak harus mempertanggungjawabkan segala perbuatannya baik di dunia maupun di akhirat. Meskipun usianya masih di bawah 15 tahun, jika anak sudah balig maka ranah hisab sudah berlaku kepadanya. Dewasa ini, usia balig pada anak sangat beragam. Ada yang di atas usia 12 tahun, namun ada pula yang di bawah usia tersebut.
Sayangnya, sistem sekuler yang meliputi kehidupan turut memengaruhi ketidaksiapan anak menjadi mukalaf di usia yang masih belia. Banyak anak yang tidak memahami posisi dan beban mereka dalam hukum syarak. Oleh karena itu, peran orang tua sangat penting untuk menyiapkan anak menjadi seorang mukalaf. Lantas, apa saja yang harus dipersiapkan orang tua? Bagaimana sikap anak ketika sudah siap menjadi mukalaf? Mari simak ulasan berikut!
Menyiapkan Anak Menjadi Mukalaf
Ayah dan bunda, menyiapkan anak menjadi mukalaf tentu harus dipersiapkan sejak awal. Ini tak ubahnya seperti kita menyiapkan anak untuk rutin melakukan ibadah salat, puasa, atau yang lainnya. Anak harus dikenalkan sejak dini syariat Islam yang ada dalam kehidupan. Anak juga harus diberikan contoh bagaimana melaksanakan syariat Islam tersebut.
Untuk menyiapkan anak menjadi mukalaf, setidaknya ada beberapa hal yang harus orang tua lakukan sebagai berikut :
- Pahamkan kepada anak bahwa kita adalah makhluk ciptaan Allah Taala. Tanamkan dalam benak mereka bahwa keberadaan Allah itu nyata. Keberadaan Allah dapat dirasakan dan dibuktikan dengan adanya makhluk ciptaan-Nya. Berikan logika sederhana yang mudah diterima akal anak agar ia meyakini bahwa Allah adalah satu-satunya pencipta semua alam raya (lihat QS. Al-Hasyr ayat 24).
- Setelah anak meyakini adanya Allah, tanamkan kepada anak bahwa dalam menciptakan segalanya, Allah Taala memberikan seperangkat aturan untuk menjaga eksistensi dan keseimbangan alam semesta. Aturan Allah dapat kita lihat melalui utusan Allah yaitu Nabi Muhammad saw. yang membawa risalah Islam dan petunjuk pedoman hidup berupa kitab suci Al-Qur’an. Sebagai makhluk ciptaan atau hamba Allah, maka wajib bagi kita untuk mengikuti aturan tersebut. Aturan-aturan inilah yang dinamakan hukum syarak yang harus dijalankan dan diterapkan dalam kehidupan (lihat QS. Adz Dzariyat ayat 56).
- Agar anak siap menerima semua beban hukum syarak, anak harus diajak dan dibiasakan melaksanakan ibadah serta melakukan perbuatan sesuai perintah Allah. Di sini, teladan yang baik sangat dibutuhkan anak. Orang tua harus turut serta memberikan teladan dan berdiskusi dengan anak terkait apa saja yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan. Nasihat orang tua harus senantiasa diberikan kepada anak sebagaimana nasihat Lukman kepada anaknya (lihat QS. Lukman ayat 13-14).
- Sekalipun anak sudah dibiasakan taat syariat sejak dini, orang tua tidak boleh melepaskan pengawasan aktivitas anak. Anak masih harus selalu diingatkan agar ia tidak melupakan kewajiban. Kesabaran orang tua pada masa ini menjadi kunci agar anak bisa menjalankan ibadah atas kerelaan mereka. Rasulullah saw. sebagai teladan terbaik bagi umat Islam harus menjadi prioritas gambaran yang dimiliki anak (lihat QS. Al-Ahzab ayat 21).
- Tak hanya memahamkan tentang kewajiban terikat hukum syarak, pembekalan tsaqafah atau pemikiran Islam harus selalu diberikan kepada anak meskipun ia telah balig nanti. Anak harus disertakan dalam kajian keislaman agar ia terbiasa menuntut ilmu agama dan aktif menambah tsaqafah Islam yang diberikan. Ingatlah bahwa Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman dan berilmu beberapa derajat (lihat QS. Al-Mujadalah ayat 11).
Saat Anak Siap Menjadi Mukalaf
Jika persiapan sudah rutin Ayah dan Bunda lakukan, maka kesiapan anak menjadi mukalaf akan terlihat dalam segala aktivitasnya. Anak yang sudah memahami jati diri bahwa ia adalah hamba Allah akan memahami pula bahwa tujuan hidupnya hanya untuk beribadah kepada-Nya. Ibadah yang dimaksud di sini tentu segala hal yang berkaitan dengan perintah Allah.
https://narasipost.com/family/03/2024/mendidik-anak-perempuan/
Orang tua akan melihat anak melakukan aktivitas ibadah dengan kerelaan mereka tanpa dipaksa atau sering diingatkan. Bahkan, anak akan peduli kepada keluarga dan lingkungan sekitarnya yang dianggap tidak menjalankan ibadah atau tidak menjalankan syariat Islam.
Ketika anak memahami dirinya adalah hamba Allah yang wajib beribadah kepada-Nya, maka yang menjadi standar perbuatan anak adalah derajat ketakwaan. Anak memahami betul bahwa yang paling mulia di hadapan Allah adalah yang paling bertakwa. Sebagaimana firman Allah Taala dalam Al-Qur’an surah Al-Hujurat ayat 13,
إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ ٱللَّهِ أَتْقَىٰكُمْ
Anak yang memahami konsep takwa ini, tidak akan mudah insecure ketika ia menjalani kehidupan. Baginya, hidup bahagia bukan dari penilaian materi. Melainkan ketika ia mendapatkan rida Allah semata. Anak juga mengetahui batasan hukum syarak yang dilakukannya. Ketika ia memiliki masalah, ia akan menyelesaikannya sesuai syariat Islam tanpa melakukan kezaliman.
Misalnya, ketika anak dicuri barangnya. Ia hanya akan meminta hak untuk dikembalikan barangnya. Ia tidak akan menghakimi pelaku pencurian karena itu merupakan bentuk kezaliman. Contoh lain adalah ketika anak mengalami perundungan verbal. Ia tidak akan mudah patah hati selama apa yang disampaikan oleh pelaku bukan perkara yang merusak dan menghina Islam, ajaran Islam, atau rasul Allah.
Anak yang siap menjadi mukalaf tidak akan gegabah dalam bertindak. Ia akan berpikir sebelum melakukan sebuah tindakan. Ia akan memahami segala konsekuensi dari sikap yang akan ia ambil. Ia akan senantiasa menjaga adab di mana pun ia berada. Karena itu merupakan bagian dari hukum syarak.
Tak cukup sampai di situ. Anak juga memahami kewajiban amar makruf nahi mungkar. Ia tidak akan diam ketika kemaksiatan ada di depannya. Ia akan mengambil risiko dakwah dan tidak mudah bergantung kepada orang lain. Sebab dalam dirinya, telah terpatri prinsip hidup bahwa ia hanya akan berjalan di muka bumi sesuai perintah Allah Swt.
Penutup
Ayah dan Bunda, menyiapkan anak menjadi mukalaf adalah hal penting yang harus diperhatikan dengan baik. Meskipun proses ini melelahkan, namun ketika anak siap menjadi mukalaf, anak akan mampu membentengi diri mereka dari hal-hal yang bertentangan dengan syariat Islam. Terlebih lagi, saat orang tua tidak berada di samping mereka. Oleh karena itu, jalani setiap proses pendampingan anak dengan penuh kesabaran dan keikhlasan. Selalu libatkan Allah dalam setiap langkah kita agar Allah senantiasa menjaga setiap langkah kehidupan anak-anak kita. Semoga Allah Taala senantiasa memberikan kemudahan bagi para orang tua yang tidak pernah lelah memberikan yang terbaik untuk buah hati mereka.
Wallahu a’lam bishawab. []
jazakunnallah khoiron katsiron kepada semua tim redaksi NP