Merebaknya Virus Nipah di Tengah Deforestasi Negeri Barata

Virus Nipah India

Perubahan habitat, stres ekologis, hingga terganggunya ekosistem satwa liar termasuk kelelawar akhirnya merangsek ke pemukiman manusia, bahkan berinteraksi dengan hewan ternak seperti babi. Mirisnya, relasi ini justru menjadi celah utama penularan virus ke manusia dan hewan lainnya.

Oleh. Renita
(Tim Redaksi NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Nama virus Nipah tengah populer diperbincangkan. Kemunculannya di India sukses menggegerkan masyarakat dunia. Virus langka dan mematikan ini dikabarkan sedang menjangkiti salah satu wilayah di negeri Barata hingga menewaskan dua orang penduduk setempat.

Dilansir dari cnnindonesia.com (15/9/23), pihak berwenang India kini mengetatkan pengamanan untuk mengantisipasi penyebaran virus Nipah. Dilaporkan, virus langka yang bisa merusak otak ini merebak di negara bagian Kerala, India, hingga merenggut nyawa dua orang penduduk Distrik Kozhikode. Selain itu, 3 orang dinyatakan positif terinfeksi virus Nipah dan lebih dari 700 orang dalam pengawasan, termasuk 153 petugas kesehatan yang berinteraksi dengan penderita. Laporan media Reuters menyebut, saat ini otoritas setempat membatasi pertemuan publik dan mengisolasitujuh desa di Distrik Kozhikode, menutup beberapa sekolah, bank, serta institusi lainnya.https://narasipost.com/medical/05/2022/merebak-virus-hendra-berbahayakah-untuk-manusia/

Sementara itu, investigasi Reuters juga mengungkapkan wilayah Kerala merupakan daerah yang berpeluang tinggi terserang wabah virus Nipah lantaran deforestasi dan urbanisasi di wilayah tersebut. Lantas, dari manakah virus langka itu berasal? Benarkah deforestasi dan urbanisasi menjadi salah satu pencetus merajalelanya virus Nipah? Adakah solusi untuk mengakhiri keganasan virus tersebut?

Kemunculan Virus Nipah

Virus Nipah pertama kali mewabah di kalangan peternak babi Malaysia pada tahun 1999 silam. Saat itu lebih dari 100 orang tewas, hingga memantik pemusnahan 1 juta ekor babi. Dikutip dari laman WHO, wabah ini juga menerjangSingapura dengan 11 kasus dan satu orang meninggal dunia. Sejak saat itu, virulensi virus Nipah mulai merangsek hingga ribuan mil dan membunuh sekitar 72 atau 86 persen dari individu yang terinfeksi. Mayoritas penularan pada manusia dicetuskan oleh interaksi dengan babi yang sakit atau jaringan tubuh yang terkontaminasi.

Berikutnya, virus ini juga meradang di Bangladesh pada 2001 dan menewaskan hampir 100 orang. Sementara di India,virus ini terdeteksi pada 2018. Wabah pertama ini menjadi yang terburuk karena menewaskan 21 orang dari 23 orang terinfeksi. Pada 2019 dan 2021, virus ini kembali merenggut dua nyawa penduduk India. Tahun 2023 merupakan wabah keempat virus Nipah di Kerala, India. Konsumsi buah atau produk buah yang terkontaminasi air liur atau urine kelelawar buah (Pteropus) ditengarai menjadi pemicu utama merajalelanya wabah virus Nipah di Bangladesh dan India.

WHO juga menjabarkan, virus Nipah bisa mengakibatkan demam dengan persentase kematian berkisar 40-75 persen.Gejala lainnya seperti sakit kepala, nyeri otot, muntah, sakit tenggorokan yang diikuti rasa kantuk, kesadaran yang tidak stabil, dan tanda-tanda neurologis yang mengindikasikan ensefalitis akut. Sayangnya sampai saat ini, belum ditemukan vaksin untuk mengakhiri penularan virus Nipah. Virus ini juga bisa menyebar dari orang ke orang dengan masa inkubasi dari infeksi hingga munculnya gejala berkisar 4-14 hari, tetapi ada juga yang mencapai 45 hari.(Liputan6.com, 20/9/2023)

Menjalarnya virus Nipah jelas merupakan ancaman kesehatan yang serius karena tingkat kematian yang terbilangtinggi. Berbagai faktor penularan yang berkelindan menjadi sebab virus ini tak kunjung sirna. Pun diperparah denganbelum tersedianya vaksin yang dapat mengatasi penularan virus mematikan tersebut.

Deforestasi dan Wabah Virus Nipah

Distribusi kelelawar di Semenanjung Malaysia sempat menjadi pembicaraan tatkala virus Nipah muncul pada 1999. Peneliti Malaysia menguak adanya keterkaitan antara deforestasi dengan merebaknya virus Nipah. Terdapat divergensi data mengenai kebakaran hutan, kekeringan, kualitas udara, curah hujan, dan pola panen kelapa sawit sebelum dan ketika menjamurnya virus Nipah. 

Elaborasi data tersebut menjurus pada migrasi kelelawar dari Pulau Sumatera dan Kalimantan ke Semenanjung Malaysia, lantaran deforestasi kronis di hutan tropis di kedua pulau. Deforestasi disinyalir menjadi pencetus merosotnya populasi dan transformasi pola migrasi kelelawar. Kerusakan hutan juga diperparah dengan adanya kekeringan dan badai El Nino yang terjadi pada 1997-1998. (Kompas.com, 24/2/2021)

Pada faktanya, perubahan ekologi yang berimbas pada lenyapnya habitat hutan kelelawar merupakan pemicu utamakemunculan virus Nipah, bukan hanya evolusi strain virus baru. Hal ini dikarenakan kondisi stres ekologis yang mendera populasi kelelawar menstimulus transisi pola perburuan makanan, perilaku eksodus, dan keakraban kelelawar dengan populasi manusia. Tak diragukan lagi, perubahan ekologis menjadi salah satu penyulut meradangnya virusNipah yang menjembatani satwa liar (kelelawar), ternak (babi), dan manusia. Segitiga kesehatan manusia, hewan, dan lingkungan (One Health) ini menjadikan wabah virus Nipah sebagai epidemi antroposen, yaitu suatu kondisi yang bermula ketika sepak terjang manusia mulai berdampak pada ekosistem bumi.

Hutan India Rusak Berat

Investigasi Reuters pada Mei 2023 melaporkan, tersebarnya virus Nipah di Kerala, India, dipicu oleh deforestasi dan urbanisasi sehingga mempererat kontak satwa liar dan manusia. Laporan tersebut dikuatkan dengan penelitian dariUniversity of Reading yang membeberkan bahwa raibnya hutan di India dan deforestasi secara ugal-ugalan disebabkan oleh perubahan iklim. Lebih parah lagi, curah hujan dan tren suhu di India juga ikut andil dalam degragasi lahan hutan sejak pergantian abad dan memperburuk deforestasi sampai pada tahap mengkhawatirkan.

Nyatanya, India telah kehilangan lahan hutan secara dramatis dalam beberapa dekade terakhir, tersebab alih fungsi lahan untuk mengakomodasi tanaman, ternak, dan populasi manusia yang kian meningkat. Penebangan dan penambangan juga menyebabkan deforestasi kian kritis. Sayangnya, dukungan negara terhadap alih fungsi lahan yang berimbas pada hilangnya hutan secara impulsif sama sekali tidak terlihat, yang ada rezim India malah makin melonggarkan pengaturan kawasan hutan. Tengok saja, bagaimana penguasa India memodifikasi Undang-Undang Tahun 1980 hingga memicu kekhawatiran para aktivis lingkungan terkait eksploitasi aktivitas komersial dan pembangunan infrastruktur di kawasan hijau (tempo.co, 3/8/2023).

Padahal, India menduduki posisi 10 negara teratas di dunia untuk tutupan hutan, dengan hutan tropis dan subtropis melingkupi lebih dari seperlima negara. India juga merupakan salah satu negara dengan biodiversitas paling tinggi, yaitu 8 persen keanekaragaman hayati dunia dan empat hotspot keanekaragaman hayati yang diakui. Sekitar 47.000 spesies tumbuhan dan 89.000 spesies hewan juga tersebar di negara ini, di mana lebih dari 10 persen dari masing-masing diperkirakan terdapat dalam daftar spesies yang terancam. Sekitar 5.500 spesies tumbuhan diprediksi endemik di India.

Kapitalisme Men-Trigger Deforestasi dan Urbanisasi 

Deforestasi besar-besaran akibat penebangan atau penambangan yang telah men-trigger musnahnya hutan di India merupakan konkretisasi dari tata kelola kehidupan kapitalisme yang dipeluk oleh negara tersebut. Penguasa negeri Barata hanya berperan sebagai perpanjangan tangan yang melayani kepentingan para elite kapitalis, namun abai terhadap kehidupan masyarakat dan lingkungan. Semua regulasi yang digulirkan hanya memihak entitas swasta demitujuan komersial.

Hutan diakomodasi untuk menyukseskan proyek strategis nasional, tanpa peduli kehancuran satwa dan alam raya. Perubahan habitat, stres ekologis, hingga terganggunya ekosistem satwa liar termasuk kelelawar akhirnya merangsek ke pemukiman manusia, bahkan berinteraksi dengan hewan ternak seperti babi. Mirisnya, relasi ini justru menjadi celah utama penularan virus ke manusia dan hewan lainnya.

Begitu pula maraknya urbanisasi akibat kapitalisasi kebutuhan hidup, nyatanya menjadi faktor pemicu virus Nipah. Sebab, urbanisasi sering kali membawa perubahan signifikan dalam lingkungan dan ekosistem. Konversi pedesaan menjadi perkotaan dapat mengusik habitat asli kelelawar dan hewan lain yang menjadi reservoir potensial virus Nipah. Intensnya interaksi antara manusia dan hewan, perubahan pola konsumsi yang lebih variatif, hingga tingginya kepadatan penduduk perkotaan akibat urbanisasi juga turut andil melejitkan risiko penularan virus. 

Butuh Tata Kelola Sahih

Pengelolaan hutan di atas lanskap kapitalisme terbukti melahirkan berbagai berbagai kerusakan lingkungan dan berkontribusi dalam mempercepat virulensi suatu penyakit, seperti virus Nipah. India membutuhkan sistem aturan yang mampu mengejawantahkan pengelolaan hutan ramah lingkungan, melindungi satwa liar, hingga menyudahi penyebaran virus dengan tuntas. Tatanan kehidupan tersebut bukanlah konsep yang berasal dari manusia, melainkan pedoman hidup diturunkan Sang Pencipta alam raya, yaitu Allah taala. 

Islam sebagai agama yang diridai Allah memiliki paradigma kehidupan yang sangat kontradiktif dengan sistem kapitalisme. Dalam Islam, penguasa akan berdiri sebagai protector umat sebagaimana sabda Rasulullah saw. dari Abu Hurairah dalam hadis Mutafaq’alaih,

إِنَّمَا الْإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ

”Sesungguhnya al-imam (khalifah) itu perisai  di mana (orang-orang) akan berperang mendukungnya dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)-nya.”

Negara dengan sistem Islam (Khilafah) akan menerapkan solusi jitu kala terjadi wabah seperti virus Nipah. Pertama, mengisolasi orang sehat dari yang sakit (karantina), menetapkan kebijakan karantina wilayah atau memblokade jalur keluar-masuk daerah wabah agar penyakit tidak menjalar. Konsekuensinya, negara mengamankan semua kebutuhan pokok rakyat dalam wilayah karantina karena mereka tidak bisa mencari nafkah untuk sementara waktu.

Kedua, melakukan Test-Tracing-Treatment (3T) dan menginstruksikan rakyat untuk menjaga protokol kesehatan dengan mencuci buah dan sayur saat akan dikonsumsi, mencuci tangan, menjaga jarak, menjaga kebersihan lingkungan rumah, menggunakan sarung tangan serta baju pelindung untuk melindungi diri saat menangani hewan ternak. Ketiga, pengelolaan kesehatan Islam saat wabah akan memprioritaskan keselamatan jiwa manusia, bukan kepentingan ekonomi semata. 

Selain upaya penanganan wabah, negara Islam juga akan mengelola SDA, seperti hutan agar terjaga ekosistem dan lingkungannya. Deforestasi serampangan tidak akan dibiarkan terjadi, apalagi sampai menjadi faktor pemicu merebaknya virus. Dalam Islam, sumber daya alam (SDA) yang dibutuhkan mayoritas masyarakat diklasifikasikan ke dalam kepemilikan umum, artinya milik bersama yang tidak boleh dikuasai oleh pihak tertentu. Negaralah yang berhak mengelolanya demi kepentingan rakyat. 

Hutan misalnya, akan dijaga karena fungsinya sebagai paru-paru bumi, dan habitat makhluk hidup termasuk satwa liar. Selain itu, pengelolaan hutan produksi untuk pembangunan dan ekonomi harus senantiasa mengindahkan kelestarian lingkungan. Berkaitan dengan hutan lindung dan suaka alam, negara akan menempuh berbagai jalan untuk memproteksi tumbuhan, hewan, sumber air, dan ekosistem yang ada sehingga kestabilannya dapat terjaga. 

Adapun penebangan yang dilakukan negara atau rakyat harus memedulikan kelestarian lingkungan, bukan hanya komersial oriented. Pengawasan secara ketat akan diberlakukan negara dengan melibatkan polisi hutan dan berbagai fasilitas mutakhir untuk mendeteksi adanya deforestasi akibat penebangan liar, penambangan, ataupun kegiatan ilegal lainnya. Hukuman tegas dan menjerakan juga akan diterapkan kepada perusak hutan maupun aparat yang bersinergi dalam kejahatan hutan. Demikianlah, pengaturan Islam dalam menyolusi wabah dan menjaga kelestarian lingkungan. 

Khatimah

Berulangnya wabah virus Nipah di India menjadi alarm bobroknya tata kelola kehidupan yang jauh dari tuntunan wahyu. India membutuhkan sistem sahih yang mampu mengakhiri ekspansi virus Nipah dengan tuntas. Bukan hanya soal menyudahi wabah, tetapi juga menutup semua celah munculnya wabah, termasuk deforestasi dan urbanisasi. Tatanan kehidupan tersebut hanya akan terealisasi dengan memanifestasikan aturan Islam dalam kehidupan.

Wallahu a’lam bishawab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Tim Redaksi NarasiPost.Com
Renita Tim Redaksi NarasiPost.Com
Previous
Menelisik Relevansi Program Keluarga Berencana dengan Bonus Demografi
Next
Indonesia Bukan Negara Kaleng-Kaleng?
3.4 7 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

18 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Isty Da'iyah
Isty Da'iyah
1 year ago

Ya Allah,.lindungi kami semua dari wabah dan penyakit.
Hilang Covid muncul Nipah. Astaqfirullah

Firda Umayah
Firda Umayah
1 year ago

Dalam Islam, semua masalah diselesaikan dari akarnya..jika wabah suatu penyakit disebabkan karena deforestasi maka menjaga hutan sebagai paru-paru bumi dan habitat makhluk hidup di sana tentu harus di jaga

Siti Komariah
Siti Komariah
1 year ago

Hmmmm, begitulah kiranya kapitalisme membuat banyak masalah. Hutan dibabak habis, habitat hewan punah dan kebur kemana-mana. Alhasil, muncul berbagai virus. Ini semua akibat keserakahan manusia

Nita Savitri
Nita Savitri
1 year ago

Hanya sistem Islam kafah yang mampu menyelesaikan semua masalah.

Rere Ummu Sophia
Rere Ummu Sophia
Reply to  Nita Savitri
1 year ago

Yaps, betul sekali budok. Solusi satu-satunya agar manusia berada dalam kebaikan hanya dengan Islam 🙂

Hanimatul Umah
Hanimatul Umah
1 year ago

Kapitalisme menjadi biang kerok pengelolaan hutan dan rusaknya kehidupan, manusia, dan alam semesta.

Rere Ummu Sophia
Rere Ummu Sophia
Reply to  Hanimatul Umah
1 year ago

Memang pada dasarnya semua kerusakan yang terjadi hari ini karena salah tata kelola aturan yang mengabaikan tuntunan wahyu, yaitu kapitalisme

Wd Mila
Wd Mila
1 year ago

telah nampak kerusakan di darat dan di laut akibat ulah manusia yang dilegalkan oleh para penguasa. sejaitnya kapitalisme hanya akan memperburuk kondisi manusia, alam, dan lingkungan hidup.

Rere Ummu Sophia
Rere Ummu Sophia
Reply to  Wd Mila
1 year ago

Iya betul Mbak. Memang terbukti ya, apa yang Allah firmankan dalam kitab-Nya. Semua kerusakan akibat kelalaian manusia

Sartinah
Sartinah
1 year ago

Lagi-lagi virus menerjang karena andil manusia dalam merusak ekosistem hutan. Ngeri ya saat semua negara penganut kapitalisme tidak ramah terhadap lingkungan, pasti akan muncul lagi virus-virus lainnya. Sudah saatnya manusia kembali pada aturan Sang Pencipta ya.

Rere Ummu Sophia
Rere Ummu Sophia
Reply to  Sartinah
1 year ago

Betul Mbak, sangat mengerikan ketika kita jauh dari aturan Sang Pencipta. Kehidupan manusia dan alam semesta semakin rusak dan mengkhawatirkan

Dyah Rini
Dyah Rini
1 year ago

Memang hanya sistem Islam yang membawa rahmat/berkah untuk semua makhluk -Nya. Bagi manusia, hewan, tumbuhan, dan seluruh alam.

Rere Ummu Sophia
Rere Ummu Sophia
Reply to  Dyah Rini
1 year ago

Setuju mbk :). Islam rahmatan lil alamin

Nining Sarimanah
Nining Sarimanah
1 year ago

Masyaallah, semakin yakin bahwa hanya Islam yang mampu memberi solusi sistemis persoalan manusia, termasuk merebaknya virus Nipah akibat ulah manusia itu sendiri.

Rere Ummu Sophia
Rere Ummu Sophia
Reply to  Nining Sarimanah
1 year ago

Ya Mbak, memang semua harus back to Islam

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram