Inilah implikasi dari tertancapnya nilai-nilai kapitalis sekuler, di mana teori konspirasi tumbuh liar, dilegitimasi, dan dipropagandakan.
Oleh. Witta Saptarini, S.E.
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Saat ini, media massa telah bertransformasi menjadi senjata di berbagai lini kehidupan baik ekonomi, politik, maupun agama. Tentu saja, dimanfaatkan oleh mereka yang menginginkan kekuasaan, sebagai perang opini yang memunculkan konspirasi di tengah masyarakat, demi meraup keuntungan, serta melindungi golongan tertentu. Bahkan, bagi para pembuat konten untuk mencari keuntungan dari publisitas. Kini, fenomena teori konspirasi eksistensinya makin laris. Seperti ramainya pemberitaan di media massa global, serta platform digital media sosial lainnya yang menyuguhkan kronologi, spekulasi, dan teori konspirasi liar masyarakat dunia, terkait menghilangnya Kate Middleton dari ruang publik, sejak perayaan Natal tahun 2023 lalu. (CBS News, 17/3/2024)
Spekulasi dan Teori Konspirasi Liar Menghilangnya Kate Middleton
Kate Middleton terlihat di mata publik terakhir kali pada perayaan Natal, tahun 2023. Setelah beberapa pekan, secara resmi Kensington Palace memberikan pernyataan. Bahwasanya, Princess of Wales itu telah menjalani abdominal surgery dan berada dalam masa pemulihan. Di tengah isu naiknya takhta Prince William menggantikan tugas kerajaan King Charles III, setelah didiagnosis kanker. Seperti yang kita ketahui, pemberitaan tentang British Royal Family, selalu menjadi topik hangat untuk diperbincangkan. Tentu saja, banyak orang yang mengharapkan dapat melihat calon Raja dan Ratu Britania Raya itu bersama dalam tugas publik seperti biasanya. Namun, Kate dianggap menghilang dan dirasa penuh kejanggalan, disebabkan lamanya tak muncul di ruang publik, hingga memicu spekulasi dan teori konspirasi liar tentang keberadaannya. Mulai dari tuduhan manipulasi digital dari pihak Kerajaan Inggris, dugaan perselingkuhan Prince William, meninggal dunia, hingga rumor kloning alias body double.
Seperti yang diyakini oleh seorang jurnalis BBC, Mariana Spring. Bahwasanya, dia meragukan video viral yang diunggah saluran berita The Sun, pada Minggu 18 Maret 2024. Di mana, dalam video tersebut tampak royal couple itu berjalan bersama, tepatnya di Windsor Farm Shop. Mariana menuturkan, sosok wanita dalam video tersebut hanyalah peniru profesional, serta menguatkan dugaan teori konspirasi ‘body double’ alias pemeran pengganti Kate Middleton, demi membungkam pertanyaan publik. Spekulasi pun bertambah liar, membandingkan teori konspirasi yang beredar di sekitar Kate dengan kematian tragis Putri Diana, bahwa sejarah akan terulang kembali.
Kate Butuh Privasi
Akhirnya, dari Kensington Palace, pada Sabtu 23 Maret 2024. Pernyataan menyentuh terlontar dari bibir Kate Middleton. Bahwa dirinya didiagnosis kanker, tanpa menjelaskan detail terkait tipe dan stadium atas kanker yang ia derita. Saat ini, Kate tengah menjalani kemoterapi preventif tahap awal. Tentu saja ia memerlukan privasi, ruang, dan waktu. Sehingga, untuk semetara Kate menarik diri dari kehidupan publik, ia hanya ingin fokus pada hal-hal baik yang membawa pada kesembuhan, pikiran, dan semangatnya.
Kate pun menyatakan, bahwa memiliki William di sisinya adalah sumber kekuatan yang luar biasa. Begitu juga Kate bersama Prince William memerlukan waktu untuk menjelaskan kepada anak-anaknya yakni, George, Charlotte, dan Louis, dengan cara yang sesuai dan tepat bagi ketiganya. Ia pun memberi pesan yang kuat pada penderita kanker untuk tidak berputus asa. Kemudian sebagai closing statement, Kate menyampaikan bahwa ia telah memberikan jawaban atas spekulasi dan konspirasi liar yang beredar. (BBC News, 23/3/2024)
Perkembangan Teori Konspirasi Global
Dalam KBBI, konspirasi dimaknai sebagai suatu persekongkolan maupun komplotan. Sementara, teori konspirasi merupakan bentuk penjelasan yang ditawarkan atas berbagai peristiwa yang terjadi, menjadi sebuah wacana untuk menemukan jawaban secara spekulatif. Lalu, menjadikan suatu peristiwa tidak masuk akal atau janggal dengan fantasi alias plot holes. Kemudian, berkomplot dan bergerak secara rahasia, meraup keuntungan pribadi, serta menyelamatkan golongan tertentu. Teori konspirasi sifatnya prediktif, yakni sekadar kemungkinan. Sehingga, belum bisa dibuktikan derajat kebenarannya, mungkin bisa benar atau salah. (Uscinski, 2016)
Teori-teori konspirasi popularitasnya telah terdeteksi sejak era Revolusi Prancis 1789. Bahkan, menjadi cara umum untuk menguraikan kompleksitas berbagai peristiwa yang terjadi di dunia, dalam kurun waktu kurang lebih 50 tahun terakhir ini. Perkembangan teori-teori konspirasi di dunia modern, yakni dengan adanya inovasi teknologi informasi dan komunikasi, dimanfaatkan sebagai sarana untuk menyebarkan, melancarkan, serta melanggengkan eksistensinya. Bahkan, mempunyai tujuan untuk menghancurkan dunia Islam.
Namun, perlu dipahami bahwasanya konspirasi yang berhubungan dengan sains dan politik adalah dua fakta yang berbeda, maka dihukumi melalui analisis yang tak sama. Artinya, tidak boleh digeneralisasi. Karenanya, adanya konspirasi dalam bidang politik untuk menggiring opini massa, kemungkinan didanai, atau dirancang asing, mungkin bisa saja benar. Faktanya, sejarah mencatat bahwa konspirasi Barat turut berkontribusi besar dalam menghancurkan peradaban Islam. Namun, kalau saja umat ini cerdas, tentu model konspirasi semacam itu sulit berhasil.
Sementara, konspirasi yang berhubungan dengan sains sifatnya objektif. Orang bisa saja ateis atau religius. Namun, keyakinan manusia tidak mampu menundukkan perilaku alam. Karenanya, di mana pun analisis sains hasilnya akan tetap sama. Bila dianalogikan, orang boleh menggunakan bahasa atau notasi matematis yang berbeda, namun prediksi gerak peluru akan sama. Alhasil, rumus lama yang tidak cukup akurat dan membuat prediksi tak sesuai ekspektasi, otomatis ditinggalkan.
Sistem kapitalisme yang mendominasi dunia saat ini, jelas akan melanggengkan teori-teori konspirasi liar. Pasalnya, ketika ditemukan relasi antara para kapitalis alias kaum bermodal dengan direktur media massa, atau pebisnis yang telah menguasai media massa. Secara otomatis dengan otoritasnya, para penguasa pun bisa leluasa membentuk dan mengendalikan opini publik untuk kepentingan mereka. Termasuk dalam konteks teori konspirasi menghilangnya Kate Middleton pun, menjadi ajang meraup keuntungan dari publisitas bagi para pembuat konten, maupun kepentingan golongan tertentu. Inilah implikasi dari tertancapnya nilai-nilai kapitalis sekuler, di mana teori-teori konspirasi tumbuh liar, dilegitimasi, dan dipropagandakan.
Masa Depan Umat
Sebelum umat Islam meninggalkan tradisi yang sudah diwariskan sejak zaman Rasulullah saw., hingga generasi salaf, teori konspirasi tak pernah selaris saat ini. Umat hari ini telah melepaskan pemikiran Islam dan terpengaruh oleh pemikiran asing. Sehingga, mencari-cari penjelasan dari suatu peristiwa yang tak jelas derajat kebenarannya. Jelas, hal ini menjadi bukti kemunduran umat. Tak sedikit para ahli teori konspirasi memiliki tendensi menolak data sains mainstream, mereka akan beralih ke data alternatif, sebagai penawar kegelisahan atas apa yang terjadi. Bahkan, tak jarang tanpa data sama sekali.
Oleh karena itu, teori konspirasi bisa benar bila didukung data akurat, hanya meninggalkan sedikit asumsi, dan tak sedikit pun menyisakan kejanggalan. Namun, harus disikapi dengan bijak, serta harus diwaspadai. Sebab, teori konspirasi berpotensi mencetuskan perang di media massa, karena terbentuk dari persepsi yang berkembang di tengah masyarakat, serta memengaruhi pemikiran dan perilaku umat. Sebagaimana Allah Swt. telah menegaskan dalam surah Al-Anfal ayat 60 :
“Dan, curahkanlah segenap daya yang kamu kuasai sepenuhnya demi menaklukkan musuhmu, serta dari pasukan kuda yang telah ditancang untuk bertempur. Niscaya, kamu mampu menggetarkan dan menundukkan musuh Allah, lawanmu, dan selain mereka tanpa kamu ketahui, sedang Allah mengetahuinya.”
Dalam Islam, akal digunakan untuk mencari eksistensi Allah Swt. Adapun setelah memahami eksistensi-Nya, maka akal berfungsi sebagai tools untuk memahami aturan-Nya. Sementara, teknologi merupakan fakta yang tercipta, bisa berfungsi bila dikombinasikan dengan yang lain, sifatnya bebas nilai. Namun, dalam pengaplikasiannya tidak bebas nilai.
Maka, menguasai teknologi informasi dengan tetap mempertahankan nilai ilahiah dalam pengaplikasiannya, merupakan salah satu cara untuk menggentarkan musuh-musuh Allah. Tentu saja, dengan membuktikan kekuatan yang dikuasai dan dikerahkan, tidak untuk disalahgunakan, apalagi ditujukan sebagai media penjajahan. Justru, untuk membentengi pihak yang berniat melakukan agresi pemikiran yang bertentangan dengan Islam.
Benteng Pemikiran Islam
Serangan pemikiran rusak hari ini yang merasuk ke dalam benak seseorang tanpa benteng pemikiran, daya serangannya lebih dahsyat, sebab bisa mengubah haluan seseorang berpihak pada musuh. Sebagai bentuk penjagaan terhadap akal dari berbagai serangan pemikiran rusak. Maka, diperlukan benteng pemikiran Islam untuk menghalangi umat dari serangan pemikiran yang jelas bertentangan dengan Islam, seperti kapitalisme, komunisme, liberalisme, dan sekularisme. Benteng itu ialah pemikiran tetang Islam itu sendiri, di antaranya akidah, syariat, dan sistematika berpikir islami. Alhasil, dengan memahami dasar-dasar Islam, tidak akan mudah tertipu oleh pemikiran yang menggerogoti Islam dari dalam, terjebak di dalam informasi emosional dan arus-arus perdebatan tak berbasis data, serta tak bisa dipertanggungjawabkan. Tentu saja kita perlu kritis, bahkan skeptis.
Syariat Islam memerintahkan agar manusia berpikir dan mengoptimalkan akalnya dengan mewujudkan kaidah berpikir yang hakiki, yakni fakta terindra, alat indra, dan informasi sebelumnya. Maka, wajib mengubah pola pikir umat, agar bangkit kualitas berpikir kritisnya, sampai umat memiliki kesadaran untuk hidup di bawah syariat Islam kaffah, seiring berjuang bersama mewujudkannya mengikuti metode yang diwariskan Rasulullah saw. Maka, Islam akan terealisasi sebagai sistem kehidupan dalam bingkai Khilafah, menjadi benteng pertahanan yang kokoh dari serangan-serangan pemikiran rusak.
Wallahu a’lam bish-shawwab.[]
Dalam sistem kapitalisme, kehidupan privasi seseorang memang kerap dijadikan ajang meraup keuntungan.
Komersialisasi privasi, semua demi konten ya Mba
Konspirasi ditambah lemahnya literasi membuat umat mudah sekali menelan.berbagai informasi tapi malas untuk menyelidiki kebenarannya.
Benteng pemikiran pada diri umat Islam saat ini juga sedemikian rapuh. Maasyaa Allah, tulisan ini makjleb banget
Setuju Mba… jazaakillah khayran ya