Menikmati Tradisi Lampu Colok di Negeri Junjungan

Menikmati Lampu Colok

Dari tradisi lampu colok ini tersimpan harapan besar bahwa kekompakan semua elemen mampu menguatkan rasa persaudaraan antarsesama muslim.

Oleh. Reni Adelina, C.ITQ.
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Sahabat, kali ini penulis akan mengajakmu berkeliling mengenal tradisi lampu colok yang berada di sebuah kota kecil bernama Bengkalis. Kota kecil ini merupakan sebuah pulau yang masih menjadi salah satu kabupaten tertua di Provinsi Riau. Bengkalis juga disebut sebagai negeri junjungan. Kota kecil ini masih sangat erat menjunjung adat istiadat Melayu dan tetap berkomitmen melestarikannya di tengah kemajuan zaman. "Tak 'kan Melayu hilang di bumi." Jargon masyhur inilah yang menjadi pegangan erat bagi masyarakat di negeri junjungan.

Ya, adalah tradisi lampu colok, sebuah tradisi yang dirindukan seluruh masyarakat Bengkalis saat Ramadan tiba. Keindahan lampu colok sangat dinanti warga Bengkalis. Baik yang berada di desa maupun yang di kota. Pun, tidak ketinggalan tradisi ini selalu terbayang-bayang oleh anak rantau yang tak dapat mudik ke kampung halamannya.

Selayang Pandang Lampu Colok

Merujuk dari sejarahnya, lampu colok awalnya hanya dijadikan sebagai alat penerangan sebelum adanya listrik. Di mana warga yang hendak pergi ke masjid dan surau membawa lampu pelita sebagai alat penerangan dalam perjalanan. Lampu colok atau bahasa Melayu setempat disebut "pelito" terbuat dari kaleng bekas minuman yang diisi dengan minyak tanah dan terdapat sumbu kompor di dalam kaleng tersebut. Sumbu kompor tersebutlah yang nantinya menyerap minyak tanah dan dihidupkan dengan menggunakan korek api.

Seiring perjalanan waktu dan kecanggihan teknologi, muncullah kreativitas dari warga setempat khususnya anak muda dengan memasang lampu colok sepanjang pinggir jalan. Fungsinya tidak lagi sebagai alat penerangan melainkan keindahan adat istiadat yang perlu dilestarikan. Berbagai desain yang disajikan warga kepada penikmat lampu colok menjadi daya tarik tersendiri. Tidak luput, tradisi lampu colok sering menjadi pemberitaan di berbagai media karena keunikannya.

Bagaimana tidak, lampu colok yang awalnya berbentuk sangat sederhana dari kaleng bekas kemudian dirancang menyerupai berbagai konstruksi mulai dari masjid yang indah, taman, gedung, kaligrafi, hingga berbentuk kakbah. Begitu menakjubkan.

Lampu Colok dan Budaya Gotong Royong

Semaraknya tradisi lampu colok, seolah-olah menjadi sebuah kebanggaan bagi masyarakat Bengkalis. Bagaimana tidak, untuk memeriahkan tradisi ini masyarakat bersama pemerintah setempat turut menggelar tradisi ini dengan sebutan Festival Lampu Colok.

Pemerintah kabupaten bekerja sama dengan perangkat desa untuk mengadakan lomba tahunan dengan total hadiah belasan juta rupiah. Kriteria pemenang pun ditentukan dari banyak sisi penilaian. Salah satunya kekokohan tiang, keindahan, dan kerja sama tim. Tak lupa aspek keamanan juga menjadi pertimbangan yang utama agar api tak membawa bencana kebakaran.

Ketika poster lomba sudah diumumkan, maka para pemuda dan warga setempat siap membagi tugas. Misalnya semua warga diminta untuk mengumpulkan minimal 5 buah kaleng bekas beserta sumbunya, tidak ketinggalan ada tim perencana yang mulai mendesain bentuk yang diinginkan dan menghitung material yang dibutuhkan, pun sebagian warga mengumpulkan kayu sebagai tiang penyangga, lalu ada yang memotong kayu hingga merakit kaleng-kaleng bekas tersebut.

Setelah lampu colok ini tersusun dengan rapi dan indah, lampu colok ini akan dihidupkan serentak tepat di malam ke-27 Ramadan yang dipercayai sebagai salah satu kemuliaan peristiwa istimewa yakni Lailatulqadar. Malam ke-27 Ramadan bagi masyarakat setempat disebut dengan istilah "7 likur atau tujoh likow". Masyaallah, semua warga ikut berpartisipasi memeriahkan tradisi ini sebagai adat istiadat Melayu yang tak boleh hilang.

Ikatan yang Hakiki

Adanya Festival Lampu Colok sebenarnya bisa dijadikan hikmah dan pelajaran bagi kita. Kekompakan dan semangat gotong rotong antarwarga dan pemerintah begitu erat terjaga. Bersatu demi melestarikan adat istiadat setempat.

Andai saja kekompakan ini diarahkan pada ikatan yang hakiki tentu akan bertambah pula kebahagiaan kita sebagai umat Islam. Ikatan hakiki bukan karena adat istiadat atau kesukuan melainkan ikatan hakiki adalah ikatan yang berlandaskan akidah Islam.

Sahabat, ikatan akidah adalah ikatan yang mampu menembus batas-batas kesukuan bahkan batas wilayah atau negara (sekat nasionalisme). Ikatan akidah berjalan seiringan dengan penerapan syariat Islam secara kaffah. Bayangkan, ketika pemerintah dan warganya kompak menerapkan syariat Islam tentulah keberkahan akan bertambah di muka bumi ini.

Ikatan akidah adalah ikatan yang kokoh dan tidak rapuh. Karena ikatan ini menyatukan seluruh umat Islam tanpa memandang suku dan batas wilayah atau negara. Karena sejatinya seluruh kaum muslimin di dunia ini adalah bersaudara.

Sebagaimana Allah Swt. berfirman dalam Al-Qur'an surah Al-Hujurat ayat 10, "Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara…"

Dari tradisi lampu colok ini tersimpan harapan besar bahwa kekompakan semua elemen mampu menguatkan rasa persaudaraan antarsesama muslim. Apalagi jika persaudaraan ini terikat dengan ikatan yang benar dan hakiki tentulah bertambah rasa syukur, gembira, dan keberkahan. Tidak hanya kekompakan masyarakat dan pemerintah daerah saja, bahkan harapannya pemerintah pusat juga kompak dalam menerapkan aturan Islam dalam semua aspek kehidupan dan menuju satu kepemimpinan, sehingga kita memiliki junnah. Semoga Ramadan ini menjadi Ramadan yang terakhir tanpa junnah (perisai). Saatnya umat Islam bersatu.

Wallahu a'lam bi ash-shawab. []

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Reni Adelina Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Janganlah Engkau Marah!
Next
Orang-Orang yang Terzalimi
5 1 vote
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

4 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Deena
Deena
7 months ago

Wah, sy baru tahu tentang tradisi lampu colok ini..
Mudah2an nantinya tidak hanya kompak dalam urusan lampu colok, tp jg kompak dalam menegakkan syariat Islam suatu hari nanti..

Dewi Kusuma
Dewi Kusuma
7 months ago

Asyik ya mengenal tradisi suatu daerah

Firda Umayah
Firda Umayah
7 months ago

Tradisi seperti lampu colok memang berkesan. Kalau di Jawa, pawai menggunakan obor juga sering dirindukan

novianti
novianti
7 months ago

terbayang saat lampu dinyalakan berbarengan, indahnya malam dengan kelap kelip dari lampu colok. Semoga semangat kekompakan ini terus berlanjut pada kekompakan yang lebih esensi yaitu menegakkan syariat Islam

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram