So, it's impossible bagi negara pengekor kapitalisme bahkan yang menjadi objek kapitalisme untuk menjadi poros maritim dunia.
Oleh. Firda Umayah
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Hai Sobat, tahukah kamu kalau Indonesia terpilih lagi sebagai anggota dewan Internasional Maritime Organization (IMO) kategori C 2024-2025? Yup, dalam laman cnbcindonesia.com (02/12/2023) menyebutkan bahwa, 135 dari 168 negara dunia memilih Indonesia sebagai anggota dewan IMO yang memiliki kepentingan khusus dalam angkatan laut.
Enggak cuma itu, Sob. Indonesia juga terpilih menjadi External Auditor pada 2024-2027, lo. Tugasnya adalah memeriksa pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan IMO. Pemerintah sendiri berharap, kembali terpilihnya Indonesia mampu mengembalikan kejayaan maritim dan menjadi poros maritim dunia. Hem, kira-kira mampu enggak ya? Yuk, baca ulasan berikut!
Serba-Serbi IMO
Internasional Maritime Organization (IMO) merupakan badan khusus PBB yang bertanggung jawab untuk keamanan dan keselamatan aktivitas pelayaran dan pencegahan polusi di laut oleh kapal. Organisasi ini pertama kali mengadakan pertemuan pada 1959 setelah konvensi 1958. Anggota dewan IMO sendiri terbagi menjadi 3 kategori : A, B, dan C. Kategori A berperan sebagai penyedia angkutan laut internasional. Negara-negara yang masuk kategori ini adalah yang mewakili armada pelayaran niaga internasional. Kategori B adalah negara-negara yang mewakili kepentingan terbesar dalam International Seaborne Trade alias perdagangan internasional yang melakukan pengiriman kargo melalui kapal besar. Kategori C adalah negara-negara yang mempunyai kepentingan khusus dalam angkatan laut dan mencerminkan pembagian perwakilan yang adil secara geografis. Semua negara dalam setiap kategori dipilih berdasarkan suara terbanyak.
Saat ini, negara-negara yang masuk dalam kategori A adalah Amerika Serikat, Cina, Jepang, Italia, Inggris, Korea Selatan, Norwegia, Yunani, Panama, dan Liberia. Kategori B disandang oleh Uni Emirat Arab, Spanyol, Australia, Brasil, Belanda, Prancis, Swedia, Jerman, Kanada, dan India. Sedangkan kategori C dimiliki oleh Indonesia, Singapura, Mesir, Filipina, Meksiko, Malaysia, Maroko, Qatar, Bangladesh, Finlandia, Peru, Kenya, Jamaika, Turki, Arab Saudi, Malta, Denmark, Siprus, Chili, dan Bahamas.
Hem, dari sini kelihatan banget deh. Kalau kategori A dimiliki oleh negara-negara besar yang juga memiliki kapal besar. Begitu juga dengan kategori B yang banyak dimiliki oleh negara-negara dengan tingkat perdagangan tinggi sehingga memiliki volume logistik yang besar. Sedangkan kategori C lebih dimiliki oleh negara-negara yang merupakan wilayah kepulauan. Lalu, sebesar apa sih pengaruh Indonesia dalam IMO ini?
Pengaruh Indonesia dalam IMO
Sobat, pemerintah mengeklaim bahwa masuknya Indonesia menjadi anggota dewan IMO mampu memengaruhi kebijakan yang ada dalam lembaga tersebut. Hal ini disampaikan dalam situs resmi Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia. Dalam situs tersebut disebutkan bahwa sampai 2022, Indonesia sudah meratifikasi 28 instrumen yang diadopsi IMO. Atas prakarsa Indonesia pula, pada pertemuan majelis IMO tahun 2021, berhasil disepakati amandemen konvensi IMO. So, Indonesia optimis mampu melanjutkan pembangunan di dunia maritim dan menjadikannya poros maritim dunia.
Sayangnya, fakta berbicara lain, Sob. Hingga saat ini, kemaritiman Indonesia masih jauh tertinggal dengan negara lain. What? Pendidikan kemaritiman di Indonesia masih down grade hingga memengaruhi kualitas SDM dari segi kapabilitas, profesionalitas, dan integritasnya. Dunia maritim Indonesia juga enggak sekuat negara lain. Pada 2017, pelayaran Indonesia di-blacklist oleh Jepang dari standar internasional pelayaran. (republika.co.id, 08/09/2017)
Pada 2021, Indonesia tak berkutik saat kapal Cina dan AS melintas di Natuna. Termasuk saat terjadi sengketa batas teritorial maritim di Laut Natuna Utara, Indonesia tak memiliki gigi untuk memukul mundur Cina dari aktivitas manuver intens yang dilakukannya. Sama halnya dengan negara lain seperti Malaysia. Meskipun Malaysia sempat memanggil duta besar Cina karena kapal Tiongkok memasuki ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) negara tersebut, ini tak lantas membuat Cina menarik kapalnya kembali pulang.
Dari sini, tampak jelas bahwa Indonesia dan negeri-negeri muslim sekarang tidak memiliki posisi kemaritiman yang unggul. Ini enggak lepas karena Indonesia memiliki ikatan perjanjian dengan negara-negara besar yang notabene negara pengemban ideologi kapitalisme. Lo, kok sampai ke situ? Yup, ketika sebuah negara terikat perjanjian dengan negara lain, sudah pasti ada konsekuensi yang harus dilakukan. Apalagi negara tersebut terikat dengan utang luar negeri berbasis riba dalam jumlah besar. Ditambah kondisi dalam negeri yang tidak stabil dan belum mapan baik dalam aspek ekonomi, keamanan, politik, sosial, dll. Otomatis, negara tersebut enggak bisa memiliki kedaulatan secara utuh.
Memang ya, Sob. Sudah bukan rahasia kalau ideologi kapitalisme sarat dalam mencari keuntungan besar bagi para pengusungnya. Selain itu, Indonesia sendiri sudah lama kental dengan penerapan sistem kapitalisme. Lihat saja bagaimana negeri ini lebih memihak kepada para kapitalis daripada rakyat sendiri. So, it's impossible bagi negara pengekor kapitalisme bahkan yang menjadi objek kapitalisme untuk menjadi poros maritim dunia.
Menjadi Poros Maritim Dunia dengan Islam
Sobat, berbicara tentang harapan, sejatinya Indonesia akan mampu menjadi poros maritim dunia jika negeri ini mau menerapkan Islam di dalam semua aspek kehidupan. Why? Coz, nusantara yang dulu pernah menjadi kawasan kesultanan Islam rupanya memiliki kemaritiman yang bisa membuat penjajah ketakutan, lo?
Sejarah mencatat, saat Kesultanan Demak yang dipimpin oleh Pati Unus melawan Portugis di Malaka, Raja Portugis terperangah dengan kehebatan kapal laut Demak yang tidak tembus oleh bola peluru meriam kapal Portugis. Enggak cuma itu, ukuran kapal yang dimiliki Kesultanan Demak juga jauh lebih besar dan hebat dari kapal milik Portugis. Padahal, penemuan kapal perang Vasa, yang tenggelam pada 1628 dan ditemukan dalam kondisi utuh saja beratnya mencapai 1200 ton. Ini tidak sebanding dengan kapal perang yang digunakan oleh pasukan Pati Unus. Enggak cuma itu, Sob. Tentara perang yang dipimpin oleh Pati Unus merupakan muslim yang beriman kepada Allah Swt. Masyaallah, keren banget 'kan?
Enggak kalah keren juga adalah kegemilangan maritim dalam masa Khilafah. Sejak masa kepemimpinan Khalifah Muawiyah, Khilafah mampu menaklukkan Pulau Rhodes di Laut Mediterania dan wilayah-wilayah lainnya sehingga menjadi negara adidaya dan poros maritim dunia. Khilafah Utsmaniyah juga telah menghentikan tentara Portugis yang ingin masuk ke Laut Merah dan menguasai Jeddah. Pelabuhan Yaman pun dibangun untuk mempertahankan wilayah dan menjaga dari segala ancaman hingga abad ke-18 M. Armada laut Khilafah menjadi armada laut kuat dengan keimanan dan ketakwaan para tentaranya kepada Allah Swt. Masyaallah, it's so amazing.
Semua kekuatan maritim Khilafah merupakan hasil dari para pemimpin dan rakyat negara yang menerapkan Islam dalam seluruh aspek kehidupan. Dalam konsep Islam, maritim merupakan salah satu aspek yang keamanan dan kedaulatannya harus dimiliki oleh umat Islam. Ini terdapat dalam konsep politik pertahanan Islam. Konsep pertahanan di dunia maritim juga tidak lepas dari dakwah dan jihad. Allah Swt. berfirman,
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اصْبِرُوْا وَصَابِرُوْا وَرَابِطُوْاۗ وَاتَّقُوا اللّٰهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ
"Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaran kamu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negeri) dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu beruntung.” (QS. Ali Imran : 200)
Sistem politik, ekonomi, dan pendidikan Islam akan mampu melahirkan mujahid maritim yang memiliki keimanan kuat, ketakwaan yang tinggi, kapabilitas, profesionalitas, dan integritas. Ini karena sistem politik Islam akan mendukung penuh upaya pertahanan negara termasuk di dunia maritim. Upaya ini dioptimalkan dengan sistem ekonomi Islam yang memiliki banyak pendapatan dari berbagai pos yang telah ditetapkan oleh syarak.
So, sudah saatnya umat Islam kembali kepada aturan Allah jika ingin memiliki negara yang mandiri, kuat, termasuk dalam dunia maritimnya. Enggak seperti ideologi kapitalisme yang cuma memanfaatkan dunia maritim untuk menjajah, mencari keuntungan, dan menguasai negeri lain.
Penutup
Sobat, selama ideologi kapitalisme masih menjadi sandaran dalam kehidupan, termasuk dalam dunia maritim, maka selama itu pula negara yang menjadi sasaran para pengemban ideologi ini tidak akan lepas dari segala intervensi yang diberikan. Sebaliknya, ketika sebuah negara mengambil Islam sebagai jalan hidupnya maka akan mampu menjadi negara mandiri, kuat, dan mempertahankan eksistensinya. Sudah saatnya umat Islam memahami dan menyadari bahwa segala harapan negeri hanya akan terwujud jika Islam diterapkan dalam seluruh aspek kehidupan. Sebagaimana firman Allah Swt.,
وَمَآ اَرْسَلْنٰكَ اِلَّا رَحْمَةً لِّلْعٰلَمِيْنَ
"Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam." (QS. Al-Anbiya' : 107)
Wallahu a'lam bishawab.[]
Kalau negara pengekor ya mana bisa jadi poros atau yang terdepan.. Bisanya ya hanya ngikut adidaya
Negeri ini memang sedang mengalami krisis kedaulatan di semua sektor, termasuk maritim. Selalu menggaungan harga mati untuk negara tapi saat ada yang mengganggu di perairan, negara seperti kalah, utamanya memang kalau berurusan dengan Cina.
Jazakunnallah ahsanal jaza' kepada Mom dan semua tim NP