Jangan Bangga Dijajah! Ayo, Bertahan dan Serang Balik!

"Guys, jika musuh menyerang, maka kita balas dengan balik menyerang. Jangan diam, kemudian pasrah saja. Bisa-bisa kita kalah, dan terjajah. Misalnya, mereka menyerang dengan opini, maka kita lawan dengan opini juga, dan seterusnya."

Oleh. Muthiah Al Fath
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Guys, siapa nih yang senang dijajah? Waduh, dijajah? Tentu saja tidak ada seorang pun yang mau dijajah, benar 'kan, Guys? Dijajah itu menyakitkan, karena kita harus mengikuti kemauan para penjajah, meskipun itu tidak sesuai dengan bisikan hati. Dijajah artinya ditekan dan ditindas. Sesuatu kalau terus ditekan maka akan meledak, dan suatu saat, dia akan berusaha untuk melawan.

Sejarah membuktikan, kemerdekaan Indonesia tidak pernah lepas dari peran para pemuda. Dengan semangat yang berkobar-kobar, para pahlawan mengangkat senjata untuk mengusir penjajah. Sekarang, zaman telah berubah, semua menjadi terbalik. Generasi muda lebih senang dijajah, dan malah bermanis muka dengan para penjajah. Ada yang dengan sadar justru mengundang para penjajah dengan menggelar karpet merah. Kekayaan alam ini diangkut oleh penjajah melalui pintu UU. Akhirnya, bangsa jadi jauh dari kesejahteraan. Semua serba mahal dan kemiskinan merajalela. Tanpa sadar kita dijajah. Bukan dengan fisik, tapi pemikiran kita.

Ingat enggak, Guys? Dahulu, para penjajah datang di negeri ini untuk merebut rempah-rempah, namun penduduk lokal sudah tidak rela. Sekarang, bukan rempah-rempah, melainkan gunung emas, tambang, tanah dan kekayaan alam lainnya, mereka kuasai dengan mudah. Namun anehnya, penguasa negeri menyebut ini dengan investasi. Padahal, dulu kita sebut ini sebagai bentuk perampasan.

Menjajah dengan Fisik, itu Gaya Lama

Guys, menjajah dengan senjata dan bom, itu gaya lama. Butuh banyak biaya, dan yang dijajah pasti akan berontak untuk mempertahankan nyawa dan kehormatannya. Oleh karena itu, berubahlah gaya menjajah sekarang, bukan fisiknya yang ditembak dan disiksa, tetapi pikirannya yang dirusak. Mengapa?

Sejarah membuktikan bahwa negara penjajah didominasi oleh bangsa Eropa, misalnya, Belanda, Inggris, Portugis, Spanyol, dan Amerika, sedangkan di Asia adalah negara Jepang. Intinya, semua negara-negara tersebut bukan beragama Islam, ‘kan? Tampaknya, mereka begitu cerdas, dan telah memperhitungkan bahwa menjajah dengan senjata butuh biaya yang tidak murah. Apalagi kalau yang dijadikan target adalah pemuda muslim yang punya semangat jihad. Bisa-bisa mereka kalah, rugi, dan banyak korban jiwa yang melayang.

Misalnya, saat menghadapi Perang Diponegoro (1825-1830), Belanda telah menghabiskan biaya sekitar 20 juta gulden. Konon, perang ini adalah perang termahal bagi Belanda. Kas negaranya sampai kosong, dan utang yang ditanggung cukup berat. (Detik.com, 17/08/2021)

Selanjutnya Amerika, negara yang gemar sekali memerangi umat muslim ini, pernah mengeluarkan dana sekitar Rp88.000 triliun untuk dana perang dan operasi militer. Uang sebanyak itu, jika dipecah dalam lembaran uang Rp100.000-an, maka butuh 880 miliar lembar. Bayangkan, Guys, jika tebal uang Rp100.000 itu sekitar 0,01 cm, maka kalau disusun ke atas, tinggi semua uang bisa mencapai 88.000 km. Wah, jarak ini hampir sama dengan dua kali keliling bumi, loh! luar biasa, bukan?

Melihat hal ini, para penjajah pun berpikir. Percuma saja menjajah pemuda muslim dengan senjata. Justru semangat jihadnya akan bangkit. Serang dan jajah pemikirannya saja, itu lebih murah dan lebih menjanjikan keberhasilannya.  Sebab, orang yang dijajah pemikirannya tidak akan berontak. Justru merasa senang dijajah. Ini bahayanya, Guys, yang ada nanti, saat dijajah, eh, malah gak sadar. Bagaimana mau melawan kalau begitu?

Ternyata, meskipun murah, perang pemikiran ini jauh lebih berbahaya daripada perang senjata. Kalau pemuda muslim pemikirannya sudah diracuni, pemikirannya menjadi kerdil dan penakut, maka diberi senjata apa pun tidak ada gunanya. Tetapi, kalau pemikirannya sudah bangkit, punya tekad melawan penjajah, tanpa memiliki senjata, tetap mampu melawan. Bukankah begitu dulu saat rakyat Indonesia berjuang melawan penjajah. Para pahlawan tetap semangat menyerang, meski dengan bambu runcing.

Guys, namanya perang tidak dilakukan asal-asalan. Semuanya sudah direncanakan dan tersusun rapi. Awalnya, mereka berusaha mencari kelemahan musuh, sembari membentengi diri, dan menyusun strategi perang.

Pada abad ke-13, Raja Louis IX menyadari pentingnya metode baru dalam mengalahkan umat muslim. Setelah ia ditawan oleh pasukan muslim di Al Mansyuriah Mesir pada Perang Salib, ia menulis, “…Untuk mengalahkan dan menghancurkan kaum muslim, kita harus menghancurkan konsep-konsep dasar Islam dengan berbagai penafsiran.”

Namanya perang, pasti tujuan utamanya adalah penaklukan, merampas harta, dan memusnahkan jiwa. Perang pemikiran juga begitu. Namun, penaklukannya dalam bentuk ketundukan dengan cara doktrin. Siapa yang melawan, maka dia akan tertawan. Percayalah, perang pemikiran yang dilancarkan oleh musuh-musuh Islam seperti itu. Bahkan, mereka tidak tidur hanya untuk mengkaji Islam dengan serius, untuk berbalik menyerang.

Anak Muda, Target Perang Pemikiran

Guys, penjajah adalah sekumpulan orang pintar dan sangat berambisi. Sayangnya, kepintarannya tidak didasarkan oleh iman, melainkan dikendalikan oleh nafsu yang tak pernah puas. Buktinya, Guys, para penjajah dengan jeli menentukan target penjajahannya. Tidak semua dijadikan target dalam perang pemikiran ini. Ibarat hendak menembak orang, maka cari titik yang paling mematikan. Tentu bukan di kaki atau di tangan. Coba tembak tepat di jantungnya, tentu titik ini sangat mematikan.

Benar Guys, sasaran penjajah kali ini adalah anak muda. Wahai pemuda muslim, sadarlah, kalian telah menjadi target penjajah. Mengapa? Sebab, pemuda adalah agent of change yang mampu memperbaiki suatu peradaban. Rusak pemudanya, maka rusak pula masa depan di negeri itu. Selain itu, anak muda adalah kumpulan orang kuat dan sedang berada di puncak pertumbuhannya. Selain jumlah mereka yang banyak, pemuda juga memiliki akal yang cerdas lagi kreatif. Namun, di balik itu semua, hatinya sering galau. Benteng dirinya mudah rapuh, bila diberi sedikit tiupan rayuan.

Apalagi pemuda yang belum berhasil menjawab siapa yang menciptakannya, untuk apa ia diciptakan, dan hendak ke mana setelah kehidupan ini berakhir. Mereka masih disibukkan dengan pencarian jati diri. Syukur kalau berujung di titik yang benar, tetapi kalau salah? Jelas akan membuat anak muda gampang dijajah. Hidupnya sudah salah arah, bahkan tidak tahu arah. Akhirnya, merasa bimbang dan resah, lalu bersiaplah menerima kekalahan.

Lihatlah sekarang, pemuda muslim makin menjauh dari kebenaran Islam. Muncullah sosok idola baru di hidupnya. Entah itu Ultraman, Power Rangers, artis, boyband, dan aneka grup musik. Tetapi tidak tahu akan sosok terbaik, misalnya Abu Bakar r.a, Umar bin Khattab r.a, bahkan Nabi Muhammad saw. sekalipun. Padahal ‘kan, mereka adalah teladan yang telah mencapai kesuksesan dunia dan akhirat.

Strategi Penjajah

Kalau perang fisik, tentu menggunakan senjata, peluru, dan apa saja yang dapat menyakiti dan membunuh lawan. Pada perang pemikiran, senjatanya tidak menyakiti fisik, namun mampu untuk mematikan pemikiran.

Sebenarnya, Guys, banyak sekali peluru pemikiran yang ditembakkan kepada umat muslim. Namun, intinya, apa pun senjata yang digunakan, tujuannya satu, yaitu untuk menjauhkan umat dari syariat Islam kaffah. Senjata pemikiran ini, jika disepelekan, menyebabkan kerusakan akhlak, bahkan berujung pada pemurtadan.

Semua ini sudah disampaikan oleh Allah Swt. dalam surah Al-Baqarah ayat 217, artinya, “…Mereka tidak akan berhenti memerangi kamu sampai kamu murtad (keluar) dari agamamu, jika mereka sanggup. Barang siapa murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itu sia-sia amalnya di dunia, dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.”

Senjatanya dengan menggunakan peluru pemikiran sekuler, materialis, komunis, liberalis, moderat, nasionalis, kapitalis, dan lain-lain. Kemudian, media informasi dan pers menjadi sarana yang sering digunakan mereka. Makanya, Guys, jangan mudah percaya dengan pemberitaan dari media-media yang menyudutkan syariat Islam, misalnya, berita teroris. Bahkan, pendidikan, food, fun, dan fesyen, tak luput dari kendali mereka.

Bertahan dan Serang Balik!

Guys, sudah pernahkah kita membangun strategi untuk memenangkan perang pemikiran ini? Cara untuk melawan perang adalah dengan bertahan dan lakukan serangan balik (melawan).  Ayo, Guys, buktikan kalau senjata pemikiran dari kubu musuh adalah pemikiran yang salah, merusak, dan harus dicampakkan. Kemudian, serang dengan perkenalkan pemikiran Islam yang benar. Buktikan kepada dunia bahwa Islam mampu menyelamatkan manusia dari penjajahan, serta mampu mewujudkan kesejahteraan hidup.

Guys, sudah seberapa serius kita menyambut pertolongan Allah? Jika persiapan masih apa adanya, wajarlah pertolongan Allah masih tertunda. Sahabat nabi, Umar bin Khattab r.a pernah berkata, “Jika kita tidak bisa mengalahkan mereka dengan ketaatan (kepada Allah), merekalah yang mengalahkan kita dengan kekuatannya.”

Menyerang tidak bisa dilakukan secara individu. Kita butuh pasukan (kelompok/jemaah) yang memiliki visi dan misi yang benar. Sayangnya, Guys, persatuan masih terus menjadi masalah umat Islam saat ini. Begitu banyak kita lihat kelompok masyarakat Islam yang saling membenci dan memfitnah saudaranya sendiri. Makanya, Guys, kita tidak boleh terkecoh. Kita harus tahu, yang mana musuh, dan yang mana saudara seakidah kita. Jangan mau diadu domba sama penjajah!

Keimanan, jumlah, kekuatan, dan strategi yang tepat akan menghasilkan pencapaian yang optimal. Sungguh, untuk memenuhi semua itu bukanlah sebuah pekerjaan yang mudah. Semua itu harus dikerjakan dengan penuh keikhlasan, penuh kesungguhan, serta pengorbanan harta, tenaga, dan pikiran.

Guys, jika musuh menyerang, maka kita balas dengan balik menyerang. Jangan diam, kemudian pasrah saja. Bisa-bisa kita kalah, dan terjajah. Misalnya, mereka menyerang dengan opini, maka kita lawan dengan opini juga, dan seterusnya.

Nah, jika Sahabat semua sudah tahu tentang perang pemikiran, siapa musuhnya, cara kerja, sasaran, dan strateginya, maka mulai sekarang, mari tingkatkan pemahaman keislaman kita secara kaffah. Kita harus berani menunjukkan kebenaran Islam. Jangan lupa selalu mengkaji Al-Quran dan sunah dengan manhaj yang benar, dan bergabung dalam kelompok dakwah. Sebab, dengan semua itu, kita mampu bertahan dan melawan para penjajah kafir, dan mewujudkan kembali kehidupan Islam yang mampu membawa rahmat bagi seluruh alam. Wallahu’alam bishawwab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Tim Penulis Inti NarasiPost.Com
Muthiah Al Fath Salah satu Penulis Tim Inti NarasiPost.Com. Pemenang Challenge NP dengan reward Laptop 256 GB, penulis solo Meraki Literasi dan puluhan buku antologi NarasiPost.Com
Previous
Penantian di Ujung Senja
Next
Perempuan dalam Sistem Pemerintahan
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram