"Kenapa proyek IKN ini sejak awal dicetuskan penuh dengan kontroversi? Karena proyek IKN ini dibangun atas landasan infrastruktur yang salah. Di mana alternatif pembiayaannya dengan mengandalkan investasi. Padahal kita pahami, bahwa investasi dibangun atas dasar untung rugi."
Oleh. Yana Sofia
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Gaes, kontroversi proyek IKN enggak ada habis-habisnya, ya. Baik karena berpotensi merusak lingkungan, menyerap APBN, penuh unsur klenik, proyek bagi-bagi kavling, dan yang terbaru masalah HGU dan HGB yang diubah masing-masing menjadi 180 dan 160 tahun.
Dikutip dari cnn.indonesia.com Jumat (2/12/2022), Menteri Investasi/Kepala BKPM, Bahlil Lahadalia, menyampaikan alasan terkait rencana pemerintah memberikan hak pengelolaan lahan di kawasan Ibu Kota Negara (IKN) sampai dengan 180 tahun ke investor. Ia mengatakan, "Ini bukan soal ngemis atau tidak ngemis." Menurutnya rencana ini adalah pemanis (sweetener) agar investor mau masuk ke IKN.
Pun terkait HGB nih, Gaes! Negara juga mengatur regulasi HGB mencapai 160 tahun. Sebagaimana yang disampaikan Menteri Agraria dan Tata Ruang /Badan Pertahanan Negara, Hadi Tjahjanto bahwa Hak Guna Bangunan (HGB) berlaku 80 sampai 160 tahun, "HGB 80 tahun itu, apabila masih dimanfaatkan dengan baik dan untuk kepentingan masyarakat, kita masih bisa diperpanjang sampai 80 tahun lagi, sehingga 160," ungkapnya. Dikutip tempo.co, Senin (10/10/2022)
Tentunya kita bertanya-tanya, Gaes! Mengingat problem utama rakyat saat ini, yakni kemiskinan sangat membutuhkan solusi mendesak. Kenapa proyek IKN ini lebih diprioritaskan? Lantas kenapa negara tidak mengerjakan proyeknya secara mandiri, tanpa berharap kepada investor asing?
4 Hal yang Wajib Diperhatikan
Hal yang klasik dan sering kita dengar di tengah masyarakat, yaitu mengurus negara tidak segampang mengurus rumah tangga. Perlu biaya yang besar untuk mendorong beragam proyek pembangunan bangsa, termasuk IKN dan sektor infrastruktur lainnya. Ya, inilah dalih yang sering kita dengar dari mereka yang pro terhadap investasi asing di IKN.
Tapi tunggu dulu, Gaes! Jangan terburu-buru mengambil kesimpulan. Sejak kapan kebijakan 'mengobral' kepentingan rakyat atas nama investasi itu menguntungkan? Jangan sampai kita lupa, "Tidak ada makanan gratis" dalam kamus para kapitalis. Hal-hal yang kelihatan menguntungkan itu, memiliki biaya mahal yang harus kita 'dibayar'.
Setidaknya ada beberapa hal yang wajib kita perhatikan nih, Gaes! Pertama, proyek IKN bukan masalah mendesak! Karena problem yang mendesak saat ini justru kemiskinan yang diderita mayoritas rakyat. Sebagaimana yang disampaikan Ekonom Senior UI Faisal Bahri, bahwa hal yang mendesak yang harus segera ditangani pemerintah saat ini adalah kemiskinan. "Di tahun 2022 ini, ada 52 persen penduduk Indonesia rentan miskin, nyaris miskin, dan miskin ekstrem," ungkapnya. Dikutip tempo.co (19/1/2022)
Kedua, bekerja samanya pemerintah dengan pihak swasta dalam proyek IKN menunjukkan ketidakmampuan negara dan ketergantungan terhadap asing. Tentu, hal ini mengancam kedaulatan bangsa. Wacana pemberian HGU dan HGB masing-masing 180 dan 160 tahun itu saja, bertentangan dengan Undang-Undang Nomer 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, yakni pemberian HGB hanya selama 30 tahun dan dapat diperpanjang 20 tahun. Jika UU saja dilanggar bagaimana ke depannya? Tidak menutup kemungkinan hal ini menjadi wasilah menguatnya cengkeraman asing yang mengancam kedaulatan bangsa.
Ketiga, proyek IKN terbarukan ini menunjukkan kepada kita, bahwa negara tidak serius melayani kepentingan rakyat. Di tengah beban ekonomi yang makin berat, membengkaknya utang negara, dan kemiskinan yang masih menjadi problem krusial bangsa kita, negara terlalu ambisius jika memprioritaskan proyek IKN ketimbang menyelesaikan problem utama bangsa.
Keempat, karena IKN bukan hal yang mendesak untuk rakyat, maka bisa dipastikan pihak yang diuntungkan adalah pelaku proyek yang mayoritas adalah pemilik modal. Sebagaimana yang disampaikan oleh Sekretaris Jendral Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Dewi Kartika. Menurut Dewi pemerintah seperti sedang menjadi perpanjangan tangan dan bekerja untuk kepentingan investor. “Sikap yang ditunjukkan Menteri Hadi Tjahjanto lebih terkesan seperti calo tanah, alih-alih sebagai Menteri ATR/ BPN yang seharusnya bekerja memastikan penyelesaikan konflik agraria dan redistribusi tanah untuk rakyat,” ujarnya. Dikutip tempo.co, Kamis (13/10/2022)
Sekarang jelaskan, Gaes! Kenapa proyek IKN ini sejak awal dicetuskan penuh dengan kontroversi? Karena proyek IKN ini dibangun atas landasan infrastruktur yang salah. Di mana alternatif pembiayaannya dengan mengandalkan investasi. Padahal kita pahami, bahwa investasi dibangun atas dasar untung rugi. Di mana keuntungan di sini tentu saja memihak pemilik modal, bukan rakyat.
Sistem Islam
Nah, hal ini tentu saja berbeda dengan pembangunan infrastruktur dalam negara Khilafah yang menerapkan Islam secara kaffah. Infrastruktur dalam Islam merupakan bangunan fisik, yang berfungsi untuk mendukung keberlangsungan pertumbuhan sosial ekonomi suatu masyarakat. Dalam hal ini Islam membagi dua jenis infrastruktur menurut jangka waktu pembangunannya, yakni infrastruktur yang mendesak dan infrastruktur yang boleh ditunda pembangunannya.
Infrastruktur yang mendesak ini meliputi fasilitas umum yang sangat penting untuk menunjang keberlangsungan hidup masyarakat. Misal, pembangunan rumah sakit, sekolah, jalan, saluran air minum, dan lainnya yang berhubungan dengan kemaslahatan umat. Maka khilafah wajib menyegerakan membangun infrastruktur ini. Lalu yang kedua infrastruktur yang boleh ditunda pembangunannya seperti pembangunan taman masjid, pelebaran trotoar, membangun lapangan olahraga, semua ini adalah infrastruktur yang boleh ditunda pembangunannya jika baitulmal kekurangan budget.
Dua infrastruktur di atas ini wajib dibiayai oleh negara dengan memanfaatkan kas dari baitulmal yang bersumber dari pos penerimaan negara, di mana sumbernya berasal dari anfal, ghanimah, fa'i, kharaj, jizyah, pemasukan dari harta kepemilikan umum, harta milik negara, dan zakat. Dengan sistem keuangan yang mandiri inilah negara Islam akan menjamin pembangunan segala infrastruktur negara berjalan tanpa harus bergantung pada asing, dan tentunya tanpa membahayakan kedaulatan bangsa
Khatimah
Jadi, Gaes, karena sistem pembangunan infrastruktur dalam Islam hanya berfungsi untuk keberlangsungan pertumbuhan sosial, maka akan disesuaikan dengan keperluan masyarakat saja. Jika ternyata hal itu bukanlah perkara mendesak maka negara akan menunda, bahkan menghentikannya. Lalu dana tadi dialihkan untuk keperluan yang lebih penting, seperti membangun jalan, membangun rumah sekolah, atau digunakan untuk program pemberantasan kemiskinan yang kita derita hari ini.
Semoga ya, Gaes! Khilafah Islam segera tegak kembali, untuk menyolusi berbagai problem hidup yang kita alami. Sebab ide kapitalisme liberal ini telah menyisakan berbagai masalah yang tak ada putus-putusnya bagi bangsa kita, penyumbang berbagai masalah sosial dan kemiskinan, bahkan menzalimi kita dengan berbagai propaganda di balik janji manis investasi.
Wallahu 'alam[]