Utang Negara Turun, Fakta atau Hanya Pencitraan?

Utang Negara Turun, Fakta atau hanya Pencitraan

Atas nama perkembangan ekonomi, utang menjadi kolonialisme gaya baru negara besar kepada negara berkembang. Dengan perjanjian yang mengikat, negara kreditur bisa mengambil apa saja sebagai kompensasi utang.

Oleh. Maftucha
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Hi, Guys. Ada kabar gembira, nih! Utang Indonesia dikabarkan turun, lo! Oh, ya? Menurut Kementerian Keuangan (Kemenkeu) utang Indonesia turun Rp40.76 triliun dari Rp8.502.69 triliun menjadi Rp8.461.93 triliun.

Rekam Jejak Utang Pemerintahan Jokowi

Dilansir dari detikFinance.com, di era pemerintahan Jokowi utang Indonesia terus meroket tajam. Pada periode pertama menjabat dengan Bapak Jusuf Kalla, utang Indonesia bertambah sebesar Rp4.778 triliun.

Pada periode kedua bersama Ma'ruf Amin, utang Indonesia mencapai Rp8.000 triliun, utang tertinggi terjadi saat pandemi Covid-19, yakni dari Rp4.778 triliun menjadi Rp6.074.56 triliun pada tahun 2020. Hingga Agustus 2024 utang Indonesia telah mencapai Rp8.461.93 triliun. Benar-benar pencapaian utang yang sangat fantastis ya, Guys!

Meskipun Kemenkeu saat ini mengatakan bahwa utang Indonesia per Agustus ini turun sebesar Rp40.76 triliun, nyatanya hutang Indonesia masih menggunung dan menyisakan berbagai polemik. Apalagi pengumuman tersebut terjadi saat masa jabatan Jokowi yang mendekati paripurna. Ada cibiran jangan-jangan ini adalah untuk pencitraan.

Utang, Agenda Rutin

Kalian tahu enggak, Guys! Kenapa utang Indonesia bisa begitu banyak? Bukankah Indonesia ini kaya? Julukan "gemah ripah loh jinawi" ternyata tidak berbanding lurus dengan utang Indonesia yang setinggi langit.

Kalian wajib tahu, Guys, bahwa pemasukan untuk APBN Indonesia itu berasal dari tiga sektor yakni; pajak, penerimaan negara bukan pajak, dan hibah. Menurut Badan Pusat Statistik, jumlah pemasukan APBN tahun 2024 sebesar Rp2.801.862,90 triliun. Dari jumlah tersebut, nih, Guys, sebesar Rp2.309.859,80 atau hampir 80 persen APBN kita berasal dari pajak. Sedangkan dari PNBP sebesar Rp207.669,60 dan dari hibah sebesar Rp430.60.

So, kenapa masih berutang? Nah, gini, Guys, dari total pemasukan negara yang sebesar Rp2.801.862,90 triliun, ternyata realisasi pengeluaran negara kita sebesar Rp3.325.118,90 triliun, artinya negara kita masih mengalami defisit. Defisit ini akibat pemasukan negara yang lebih kecil daripada pengeluarannya. Untuk menutup defisit ini, solusi pemerintah adalah dengan berutang.

Utang, Alat Penjajahan Ideologi Kapitalisme

Kalian tahu, Guys? Bahwa utang bisa menjadi trap atau jebakan dari sang pemberi utang kepada yang berutang. Seharusnya Indonesia berkaca kepada negara-negara yang telah gagal membayar utang yang akhirnya harus melepas aset berharga mereka kepada negara yang memberikan utang.

Sebagai contoh, nih, Guys. Zimbabwe, negara tersebut memiliki utang sebesar US$4 juta atau setara dengan Rp57.3 miliar ke Cina. Utang ini mereka gunakan membeli senjata untuk melawan pemberontakan. Namun, karena tidak mampu membayar kepada Cina, akhirnya Zimbabwe harus menerima Yuan sebagai mata uang sesuai dengan perjanjian.

Contoh lain adalah Sri Lanka. Negara tersebut harus menyerahkan dua aset berharganya yakni Pelabuhan Hambantota dan bandara internasionalnya kepada Cina akibat gagal membayar utangnya sebesar US$1.5 miliar dan US$200 juta untuk membangun dua aset tersebut.

Masih ada lagi, nih, Guys, negara yang terkena debt trap, yakni Nigeria dan Uganda. Kebanyakan utang tersebut adalah untuk membangun infrastruktur. Jebakan utang ini merupakan bentuk kolonialisme baru bagi negara-negara berkembang, dengan iming-iming pembangunan ekonomi, negara besar dengan mudah bisa menguasai aset-aset penting negara debitur.

Pencitraan di Akhir Kekuasaan

Guys, masih ingat enggak dengan janji Presiden Jokowi dulu saat kampanye? Yuk, kita ingat-ingat lagi! Banyak ya, janjinya, tapi banyak juga yang tidak dipenuhi. Salah satunya adalah tidak akan berutang lagi ke luar negeri. Kenyataannya, justru Jokowi menjadikan utang Indonesia melesat 225 persen.

Utang yang besar akan semakin memperberat APBN kita. Dikutip dari cnbcindonesia.com, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyebutkan bahwa pada tahun 2023 pemerintah harus membayar cicilan pokok beserta bunga sebesar Rp1.064,19 triliun atau sebesar 34,1 persen dari APBN kita. Jumlah tersebut jauh lebih besar, Guys, daripada anggaran pendidikan kita yang hanya 20 persen dari APBN.

Walaupun penurunan utang ini sedikit memberikan angin segar, tapi dengan track record di atas wajar jika ada kecurigaan bahwa turunnya utang Indonesia hanya untuk pencitraan menjelang paripurna masa jabatan. Sedangkan cengkeraman asing masih menancap kuat di negeri ini.

Baca: Krisis Utang Negara, Kapankah Rakyat Sejahtera?

Pandangan Islam

Siapa, sih, yang enggak suka terbebas dari utang? Orang memiliki utang wajar ya, Guys. Asalkan tidak menjadikan utang sebagai solusi paten dan tentu saja harus benar sesuai dengan hukum syarak. Benar di sini maksudnya adalah seseorang boleh berutang asalkan tidak ada kelebihan dalam pembayaran alias tidak ada bunga. Dalam bahasa Arab kita kenal dengan istilah riba.

Sebagaimana firman Allah Swt. dalam surah Al-Baqarah ayat 275 yang artinya: "Orang-orang yang makan (mengambil) harta riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu disebabkan mereka berkata, sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba… " (QS. Al-Baqarah; 275)

Sistem pemerintahan Islam atau Khilafah sungguh sangat jauh berbeda dengan kapitalisme. Utang adalah jalan terakhir yang akan diambil. Namun, sebelum mengambil langkah tersebut, Khilafah memiliki mekanisme untuk mencegah agar defisit anggarannya tidak terjadi.

Sebagaimana diketahui bahwa Khilafah memiliki pos-pos pemasukan yang cukup besar. Ada pos dari pemasukan tetap, yaitu fai, ganimah, jizyah, kharaj, dan anfal. Ada juga pemasukan dari pos milik umum dengan berbagai macam bentuknya dan juga dari hak milik negara, yaitu usyur, khumus, rikaz, dan dari pengelolaan tambang.

Bagaimana jika masih kurang? Jika kurang, maka khalifah akan menghimpun dana dari rakyat yang terkategori kaya (aghniya’). Jika tetap kurang maka Khilafah akan meminjam dengan tetap mempertimbangkan hukum syarak. Khilafah akan mengutamakan meminjam kepada warga negaranya yang kaya dan tentunya Khilafah tidak akan menerima perjanjian yang bisa membuat kedaulatannya tergadaikan.

Sesungguhnya Islam sudah sangat jelas dalam menurunkan dan menjelaskan syariat berupa utang. Utang merupakan bentuk saling tolong menolong sehingga tidak boleh ada kompensasi apa pun.

Bentuk pertolongan ini sudah dipraktikkan oleh Khilafah di masa Khalifah Abdul Majid yang telah menolong Irlandia dari kelaparan akibat wabah yang menyerang tanaman mereka. Sultan Abdul Majid mengirimkan USD1,3 juta yang akhirnya hanya diterima £1.000 karena ditolak Ratu Victoria. Selain bantuan berupa uang, khalifah juga mengirikan makanan dan obat-obatan.

Indah ‘kan, Guys? Inilah model adidaya yang memiliki peradaban antikolonialisme. Peradaban seperti inilah yang seharusnya menjadi solusi atas berbagai persoalan ekonomi saat ini. Allahu a’lam. []

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasiPost.Com
maftucha Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Kolera Merebak di Tengah Konflik Sudan
Next
Putriku, Mutiara di Tengah Kolam Berlumpur
5 1 vote
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

4 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Rasti Astria
Rasti Astria
1 month ago

Astaghfirullah.. pelan-pelan negeri ini dijual ke asing

Yuli Sambas
Yuli Sambas
1 month ago

Bahaya banget debt trap

Novianti
Novianti
1 month ago

Meninggalkam warisan utang segunung, tetapi tetap tidak ingin dipandamg buruk. Apslah artinya turun sekian triliun, tetapi negara sudah di ambang kebangkrutan. Pernyataan pejabat yang menyesatkan.

Maftucha
Maftucha
Reply to  Novianti
1 month ago

Benar mbak

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram