"Pengedaran narkoba dari dulu hingga saat ini masih menjadi kasus yang seolah gak ada matinya. Meskipun bandar dan pengedar narkoba divonis hukuman mati, namun pada faktanya hal ini tidak menjadi hambatan bagi mereka untuk terus melancarkan aksinya. Dari sini sebenarnya bisa ditebak adanya indikasi mafia narkoba di tubuh kepolisian, karena tidak mungkin kejahatan ini dilaksanakan oleh pelaku tunggal."
Oleh. Miladiah al-Qibthiyah
(RedPel NarasiPost.Com)
NarasiPost.com-Kepolisian Negara Republik Indonesia atau Polri kini jadi sorotan lagi. Yang menjadi sorotan di sini bukan karena kinerjanya yang sesuai dengan tugas-tugas kepolisian sebagaimana tugas pokok Polri berdasarkan UU Nomor 2 Tahun 2002 pasal 13. Akan tetapi, ada berita yang tak mengenakkan hati dari Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Endra Zulpan yang mengatakan bahwa ada empat anggota kepolisian yang diduga terlibat dalam jaringan narkoba Irjen Teddy Minahasa dan mereka terancam pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) atau dipecat dari Polri.
Aduh… Kok bisa begini, sih? Polri yang sejatinya harus mengemban tugas-tugas kepolisian di seluruh wilayah Indonesia sebagai abdi utama bagi nusa dan bangsa, malah terjaring sindikat narkoba. Padahal kalau kita cermati secara mendalam tugas polri berdasarkan UU di atas tadi, tugas mereka tuh seolah sangat bertanggung jawab memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat luas. Tapi faktanya justru jauh panggang dari api.
Apakah Sebab Kerakusan?
Jadi, Guys, Irjen Teddy diduga menjadi pengendali penjualan narkoba seberat lima kilogram. Bayangkan, berapa banyak pundi yang diperoleh ketika menjadi bagian dari sindikat penjualan narkoba. Apakah sang Irjen butuh uang? Sepertinya gak tepat kalau dikatakan butuh uang. Mengapa? Sebab nama Irjen Teddy sudah populer dibicarakan di tengah masyarakat kalau dirinya adalah salah satu anggota polisi terkaya dengan kekayaan mencapai Rp29 miliar. Wah… I'm so excited! Lalu karena apa doi bisa terlibat? May be lebih tepatnya ada 'kerakusan' yang membuat sang Irjen tidak puas dengan pencapaian-pencapaian yang diperoleh dan dimilikinya saat ini.
Pun bisa jadi beberapa kasus penggunaan narkoba oleh pemerintah dinilai tidak becus menyelesaikan masalah dasar narkoba. Sehingga baik masyarakat maupun kepolisian marak jadi pemakai atau pengedar. Salah satu bisnis besar yang menjadikan seseorang 'kaya instan' itu 'kan kalo gak jadi bandar judi, ya bandar narkoba ini. So, selama supply-nya ada, bandar peredaran gelap pasti masih terus ada. Seharusnya, pengguna gak serta-merta dipenjarakan, kudu ada upaya intervensi pakai rehabilitasi, pakai pendekatan kesehatan, agar mereka benar-benar bisa bersih dari pekerjaan-pekerjaan haram tersebut. Tapi yang terjadi justru langsung dipenjarakan. Jelas, ini gak akan menyelesaikan masalah.
Mengapa gak menyelesaikan masalah? Sebab kita tahu bahwa dalam diri mereka masih ada 'sifat rakus' yang tertancap kuat. Kalau langsung dipenjara, mereka akan semakin brutal, bahkan ada misi terselubung yang efeknya jauh lebih berbahaya bagi masyarakat. Bahkan polisi pun kedapatan menggunakan narkoba karena barang tersebut juga mudah diperoleh dari balik jeruji besi tersebut. Kalau direhabilitasi, setidaknya mereka dapat pencerahan, kesehatan emosional, spiritual, dan lain sebagainya, yang mungkin saja berpeluang mengubah arah hidupnya menjadi lebih baik.
Sifat rakus di tubuh pejabat/aparat negeri sudah menjadi hal lumrah di sistem kapitalisme-demokrasi. Banyaknya polisi yang juga menjadi pengguna atau bahkan pengedar narkoba, itu diawali dengan dalih penyitaan atau mengambil sebagian bukti, padahal bisa saja 'kan untuk konsumsi pribadi. Selain itu, barang sitaan tadi bisa dijual kembali, bahkan terjadi transaksi barang terlarang di lingkungan lapas. Jadi teringat pengakuan salah satu artis di salah satu Podcast yang pernah dipenjara akibat penyalahgunaan narkoba. Menurut sang artis, obat terlarang itu ada di dalam lapas, entah datangnya dari mana. Yang seharusnya obat itu tak beredar di lingkungan lapas, malah pengedarannya justru secara bebas. Sehingga sang artis merasa ini gak benar, ada yang gak beres dengan aparat kepolisian di negeri ini.
Siapa Pengayom Sesungguhnya?
Jadi pada bertanya 'kan siapa sih pengayom dan pelindung masyarakat yang sesungguhnya kalau aparatnya saja menyimpang dari jalan kebenaran? Idealnya aparat lah yang seharusnya memberantas penyalahgunaan narkoba, tapi kok malah terlibat sindikat penjualan dan pengedaran narkoba? Tak terhitung sosialisasi yang mereka lakukan di tengah masyarakat tentang membentengi keluarga dari bahaya obat-obatan terlarang tersebut. Belum lagi nasihat mereka bahwa narkoba bukan gaya hidup yang benar di kalangan anak muda. Sehingga aparat tak hentinya mengimbau agar menjauhi apabila ada yang telah menjadi pecandu, sebab orang tersebut dapat memengaruhi temannya untuk mencoba barang haram tersebut.
Bahkan untuk mencegah hal tersebut, aparat sangat menekankan pentingnya mengawasi keluarga dan lingkungan sekitar agar tidak terjerumus dalam penggunaan obat-obatan terlarang. Tapi realita yang terjadi berbanding terbalik dengan imbauan-imbauan yang sifatnya mengedukasi masyarakat tadi. Justru aparat banyak terlibat dalam penyalahgunaan narkoba. Entah menjadi pemakai atau pengedar. #tepokjidat
Padahal, Indonesia Police Watch (IPW) dengan tegas mendesak institusi kepolisian agar bersikap transparan juga ketika melakukan upaya hukum terhadap anggotanya yang terlibat, terutama perwira. Jika ingin mengembalikan kepercayaan masyarakat kepada Polri sebagai pengayom dan pelindung masyarakat, seharusnya Polri menunjukkan sikap tegas untuk menekan angka keterlibatan anggotanya dalam kasus tersebut sebab fakta mengatakan bahwa jumlah anggota polisi yang terlibat kasus narkoba mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Agak ngeri juga ya, Guys, ya.
Adakah Mafia Besar?
Kasus pengedaran narkoba dari dulu hingga saat ini masih menjadi kasus yang seolah gak ada matinya, Guys. Meskipun bandar dan pengedar narkoba divonis hukuman mati, namun pada faktanya hal ini gak menjadi hambatan bagi mereka untuk terus melancarkan aksinya. Dari sini sebenarnya bisa ditebak adanya indikasi mafia narkoba di tubuh kepolisian, karena gak mungkin kejahatan ini dilaksanakan oleh pelaku tunggal, ya 'kan?
Dengan banyaknya oknum polisi yang terjaring sindikat penjualan dan pengedaran narkoba, maka tak heran jika keadaan ini menggoreng isu, bahkan semakin kuat terendus di masyarakat terkait adanya mafia narkoba di tubuh Polri. Mengapa demikian? Sebab potensi penyalahgunaan wewenang di institusi kepolisian sangat mudah terjadi karena kewenangan yang dimiliki Polri sebagai lembaga penegak hukum tidak dibarengi dengan kontrol dan pengawasan yang kuat oleh negara.
Oleh karena itu, negara seharusnya meningkatkan pengawasan terhadap seluruh personel kepolisian dengan melibatkan pihak-pihak eksternal, dalam hal ini kewenangan tak hanya diberikan pada pihak internal kepolisian, agar kasus yang sudah-sudah ini bisa dijadikan sebagai momentum "bersih-bersih" sindikat narkoba di tubuh Polri.
Pandangan Islam
Namanya saja obat-obatan terlarang, otomatis narkoba termasuk hal yang diharamkan dalam agama kita, Guys. Sebagaimana firman Allah Swt.,
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji, termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (TQS Al-Maidah: 90)
Ibnu Taimiyah rahimahullah juga mengatakan,
"Narkoba sama halnya dengan zat yang memabukkan yang diharamkan berdasarkan kesepakatan para ulama. Bahkan setiap zat yang dapat menghilangkan akal, haram untuk dikonsumsi walau tidak memabukkan." (Majmu’ Al Fatawa, 34: 204)
Dalam pandangan Islam, segala sesuatu yang diharamkan oleh syarak apalagi itu membawa dampak buruk dan kemudaratan yang lebih besar di tengah-tengah masyarakat, maka tegas hukumnya adalah haram. Islam tidak akan pernah memberi ruang pada hal-hal yang bertentangan dengan syariat meskipun hal tersebut dapat menambah pemasukan negara. Saking bahayanya narkoba, Guys, ia bahkan sampai pada taraf menghancurkan jiwa dan akal manusia atau pecandunya, bahkan bisa menyebabkan kematian jika tidak ditangani dengan cepat.
Maka, sebagai generasi yang aktif dan produktif, kita jangan mau dirusak oleh obat-obatan terlarang tersebut. Ingat, Guys, kita ini pelanjut estafet perjuangan dakwah Rasulullah saw. yang telah berhasil mendirikan peradaban Islam di masa lalu. Saat ini peradaban Islam hanya romantisme sejarah belaka. Maka, saatnya kita bangkitkan kembali peradaban yang telah terkubur lama itu dengan menjaga kesehatan jiwa, fisik, mental, dan raga kita agar menjadi pemuda-pemuda yang kuat melawan segala bentuk tantangan zaman. Karena kalau generasi rusak, masa depan bangsa dan negeri ini pun terancam rusak. Lalu, siapa yang akan mengembalikan kegemilangan peradaban Islam?
Dalam pandangan Islam, pelaku narkoba akan dikenai sanksi takzir, yaitu hukuman yang dijatuhkan atas dasar kebijaksanaan hakim/putusan pengadilan sesuai kadar kesalahannya. Takzir bisa dipenjara, dicambuk, bahkan hukuman mati. Negara tidak akan memberi celah berkembangnya bisnis-bisnis haram serta seperangkat alat yang akan memproduksi barang haram tersebut.
Selain itu, Islam juga memiliki Direktorat Keamanan dalam Negeri yang senantiasa bertakwa pada Allah Yang Maha Kuasa. Direktorat ini yang akan mengirim polisi untuk melakukan patroli ke pemukiman, kampung-kampung, pasar-pasar dan jalan-jalan raya untuk menjaga masyarakat dari perilaku menyimpang. So, bisa dipastikan keberadaan aparat di sistem pemerintahan Islam akan meminimalisasi kejahatan yang ditimbulkan oleh narkoba, seperti menjual barang sitaan bahkan menghilangkan mafia narkoba di tubuh aparat negara.
Closing
Dari Ibnu Abbas, Rasulullah shallallahu 'alayhi wasallam bersabda:
لا ضَرَرَ ولا ضِرارَ
"Tidak boleh memberikan dampak bahaya, tidak boleh memberikan dampak bahaya." (HR Ibnu Majah, Al Baihaqi, Al Hakim)
Hadis ini secara terang dan jelas bahwa ada larangan untuk menimbulkan kemudaratan kepada orang lain dan narkoba termasuk. Wallahu a'lam bi ash-shawab.[]