"Soal keteguhan iman dan visi hidup ukhrawi, ternyata tidak datang dari sononya alias ujug-ujug, Sob. Keduanya adalah hasil didikan, bukan produk instan. Sebagaimana kita tahu, Nabi Muhammad saw. datang membawa ‘kurikulum baru’ bagi masyarakat jahiliah Arab dan sekitarnya. ‘Kurikulum’ itu adalah akidah tauhid dan syariat Islam kaffah, termasuk syariat tentang jilbab."
Oleh. Zamzama Annafisa
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.com-Ada sebuah kabar menarik dari dunia fashion nih, Sob. Kabarnya, Laporan The State of Global Islamic Economy Report 2020/2021 menyebutkan Indonesia menduduki peringkat ketiga sebagai negara yang mengembangkan fashion muslim terbaik di dunia setelah Uni Emirat Arab dan Turki, melansir mediaindonesia.com (25/2/2022). Saat ini, dunia sedang berkiblat ke Jakarta dalam hal fashion karena melirik tren busana muslimah yang semakin hari memiliki banyak opsi, dengan berbagai model dan bahan yang ditampilkan. Itu artinya, para muslimah mulai ‘sadar’ dan ‘melek’ hijab sebagai pakaian takwa alias simbol identitas kemusliman mereka.
Tetapi oh tetapi, Sob, ada berita seorang muslimah mengaku depresi usai ‘dipaksa’ memakai jilbab oleh pihak sekolah sewaktu kegiatan pengenalan siswa baru alias MPLS. Wah wah wah, ini terdengar ‘lebay bin alay’ gak, Sob? Memang sih, aturan berpakaian sopan ala Indonesia itu masih sangat umum dan relatif, tergantung ‘kata siapa’. Apalagi dibumbui hak asasi, klop lah jadinya ‘suka-suka gue’. Masuk lah slogan ‘My Body is My Right’ atau ‘My body is My Choise’. Imbasnya, hukum syariat tentang jilbab menjadi ambyar, dari wajib menjadi mubah, Sob.
Era ini bisa dibilang era jahiliah modern, Sob. Di tengah arus budaya serba bebas, pembiasaan menutup aurat bagi muslimah dianggap pelanggaran. Bukannya didukung, upaya para pendidik untuk membiasakan siswi muslimah agar taat pada aturan agama justru diganjar pemberhentian sementara oleh Gubernur setempat. Benar-benar membuat luka nalar, Sob.
Lantas, bagaimana seharusnya agar pakaian wajib muslimah atau jilbab ini tidak menimbulkan efek depresi, Sob?
Sepenggal kisah pada masa Rasulullah saw. berikut ini bisa kita jadikan cermin sekaligus kita ambil ibrahnya dalam memahami jilbab di era kekinian. Kisahnya ini terlukis dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam kitab Sahih Bukhari dari Atha’ bin Abi Rabbah. Ketika itu, seorang muslimah dari Habasyah (Ethiopia) menemui Rasulullah saw. dan menyatakan permintaan. Diketahui, ia bernama Su’airah Al-Asadiyyah. Hari-harinya diliputi rasa gelisah dan malu, Sob. Why? Karena auratnya terbuka setiap kali penyakit ayannya kambuh. Mungkin kalau dikonversi ke zaman now, ini terkategori depresi, ya Sob. Tetapi, Su’airah bukan tipikal ‘sumbu pendek’, Sob. Ia tidak baper. Ia berupaya mencari solusi dengan mendatangi sang Nabi saw.
Berikut petikan hadisnya, Dari ‘Atho’ bin Abi Robaah, ia berkata bahwa Ibnu ‘Abbas berkata padanya, “Maukah kutunjukkan wanita yang termasuk penduduk surga?” ‘Atho menjawab, “Iya mau.” Ibnu ‘Abbas berkata, “Wanita yang berkulit hitam ini, ia pernah mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, lantas ia pun berkata, “Aku menderita penyakit ayan dan auratku sering terbuka karenanya. Berdoalah pada Allah untukku.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bersabda, “Jika mau sabar, bagimu surga. Jika engkau mau, aku akan berdoa pada Allah supaya menyembuhkanmu.” Wanita itu pun berkata, “Aku memilih bersabar.” Lalu ia berkata pula, “Auratku biasa tersingkap (kala aku terkena ayan). Berdoalah pada Allah supaya auratku tidak terbuka.” Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam– pun berdoa pada Allah untuk wanita tersebut." (HR. Bukhari no. 5652 dan Muslim no. 2576).
Masyaallah, ya Sob. Dari sini kita bisa mengambil hikmah, bahwa ternyata, iman yang teguh membawa seseorang pada pilihan yang mengagumkan. Di luar ekspektasi orang kebanyakan, di mana mereka pada umumnya menginginkan kesembuhan agar bisa beramal lebih optimal. Kira-kira begitu, 'kan Sob?! Pertanyaannya, kok bisa Sahabiyah Nabi saw. yang satu ini lebih memilih ‘penyakit’ daripada sembuh ya, Sob? Bila kita cermati lagi hadis ini, ternyata ada sebuah visi hidup yang menjadi the biggest trigger bagi Syu’airah untuk memilih keputusan ini. Ia menjadikan surga akhirat sebagai visi hidupnya, Sob. Warbiasah!
Soal keteguhan iman dan visi hidup ukhrawi ini, ternyata tidak datang dari sononya alias ujug-ujug, Sob. Keduanya adalah hasil didikan, bukan produk instan. Sebagaimana kita tahu, Nabi Muhammad saw. datang membawa ‘kurikulum baru’ bagi masyarakat jahiliah Arab dan sekitarnya. ‘Kurikulum’ itu adalah akidah tauhid dan syariat Islam kaffah, menggantikan akidah syirik dan syariat jahiliah, Sob. Termasuk syariat tentang jilbab, Sob. Allah Swt. berfirman, “…dan janganlah berhias serta bertingkah laku seperti orang-orang jahiliah dulu,” (TQS. Al-Ahzab [33]: 33). Berarti, Sob, para wanita era jahiliah itu hobi dandan mencolok di ruang publik, makanya Islam datang untuk membenahi.
Pembenahan masyarakat ke arah Islam mensyaratkan adanya kesadaran, setelah keberimanan, Sob. Kesadaran inilah yang melahirkan keputusan-keputusan unpredictable bagi kacamata orang kebanyakan. Keputusan untuk taat pada hukum syariat, akan menjadi pilihan yang terasa ringan bila dilandasi iman dan kesadaran. Berbeda halnya dengan kasus ‘pemaksaan jilbab’ di sebuah SMA di Jogja baru-baru ini ya, Sob. Ia bak bullying yang memicu depresi. Wajar belaka, Sob karena masyarakat kita berada pada zona sekularisme, termasuk lingkungan pendidikannya. Selain meminimalkan pelibatan Tuhan dalam aktivitas kehidupan, sistem ini juga mengandung unsur ‘depresan’. Masyarakatnya gampang depresi akibat persoalan ekonomi, pendidikan, hukum, sosial, bahkan asmara.
Oleh karenanya, sekarang waktunya move on. Umat Islam harus hijrah dari zona jahiliah sekularisme menuju islam kaffah, mengikuti jejak pendahulunya, yakni Rasulullah saw. dan para sahabatnya. Caranya, dengan sosialisasi tiada henti tentang ‘kurikulum’ yang dibawa Nabi saw. dalam mensalehkan masyarakat Arab jahiliah alias dengan dakwah, Sob. Dakwah untuk membuka kesadaran baru kaum muslim bahwa sekularisme bukanlah rumah bagi umat Islam. Semua itu harus dilakukan berbarengan alias berjemaah, Sob. Mengkaji Islam kaffah bersama-sama agar visi hidup lebih tertata. Insyaallah bisa. Allah berfirman, “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri.” Yuk, hijrah menuju Islam kaffah, Sob! Wallahu a'lam bishawab.[]