Medsos Banjir Hate Speech, Hi, Takut!

"Di dalam Khilafah tidak boleh ada ujaran-ujaran yang bertentangan dengan syariat, termasuk ujaran kebencian, misalnya gibah atau fitnah. Polisi siber yang Khilafah tunjuk akan terus berpatroli untuk memastikan medsos menjadi sarana informasi dan komunikasi yang sehat."

Oleh. Ragil Rahayu, S.E.
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Guys, pernah enggak, sih, ketika sedang berselancar di medsos, kalian enggak merasa fresh, tetapi malah suntuk? Pikiran terasa capek, gitu. Jika iya, mungkin salah satu sebabnya adalah karena banyaknya ujaran kebencian (hate speech) di medsos.

Apalagi kalau kita "main" Twitter, bawaannya pengin gelut melulu, ha ha… Iya, karena kita melihat akun-akun di sana setiap hari gelut sehingga berpengaruh kepada kita di dunia nyata, jadi mudah emosi. Istilahnya, "mode senggol bacok". Padahal, 'kan, yang seperti itu enggak bagus, ya Guys ya, buat kesehatan pikiran kita.

Ternyata eh ternyata, yang merasa bahwa medsos dipenuhi ujaran kebencian bukan satu dua orang saja, tetapi memang sudah menjadi keresahan umum. Bahkan sampai ada negara yang memberi sanksi pada salah satu platform digital karena isinya banyak ujaran kebencian. Ck ck ck… Tak patut, tak patut.

Nah, ini nih, Guys, Australia telah memberikan peringatan kepada Twitter agar membersihkan platformnya dari ujaran kebencian. Liputan6 mengabarkan pada 25-6-2023 bahwa Australian eSafety Commissioner, Julie Inman Grant, memperingatkan Twitter agar melakukan langkah nyata untuk membersihkan ujaran kebencian di platformnya. Peringatan ini diumumkan sejak Elon Musk membeli Twitter pada Oktober tahun lalu.

Grant memberikan waktu 28 hari kepada Twitter untuk merespons peringatan tersebut. Kalau Twitter enggak menaati permintaan tersebut dalam jangka waktu yang ditentukan, Australia akan memberlakukan denda harian pada Twitter. Ngeri, enggak, tuh?

Gimana Ceritanya?

Jadi begini, Guys, permintaan Australian eSafety Commissioner itu awalnya karena banyak banget komplain tentang ujaran kebencian di medsos. Nah, sepertiga di antaranya adalah di Twitter. Meningkatnya jumlah laporan ujaran kebencian itu terjadi karena kebijakan Twitter mengurangi jumlah pegawai yang bertugas mengecek konten-konten di medsos.

Australian eSafety Commissioner juga menyebutkan bahwa Twitter sudah memulihkan ribuan akun yang sebelumnya diblokir dan ditangguhkan. Di dalamnya ada 75 akun yang punya lebih dari satu juta pengikut. Wah, kebayang dong, kalau akun dengan jutaan follower itu bikin ujaran kebencian, dampaknya bisa luas banget.

Btw, kenapa, ya, Twitter bisa teledor, begitu? Ternyata, pada Januari lalu Twitter sudah memecat sejumlah pekerja yang tugasnya memantau dan menangani ujaran kebencian di platformnya. Nah, sejak itu, terjadi lonjakan tweet antisemit sampai 105 persen. Wow! Selain itu, Guys, ujaran kebencian dari pembayar iklan di Twitter meningkat sampai 50 persen.

Twitter memang sedang getol efisiensi, Guys. Terjadi pengurangan karyawan secara besar-besaran dari semula karyawannya berjumlah 8.000 orang secara global menjadi hanya 1.500. Salah satu yang dihilangkan adalah tim kepercayaan dan keamanan. Nah, langkah Twitter ini berdampak pada meningkatnya kasus ujaran kebencian di platform digital berlogo burung biru ini.

Setelah adanya peringatan dari Australian eSafety Commissioner, Twitter punya waktu 28 hari untuk merespons. Jika tidak merespons, Twitter bakalan dijatuhi sanksi denda sebesar USD476.000 atau Rp7,1 miliar per hari untuk setiap keterlambatan. Wow, banyak banget, ya, Guys.

Akibat Kehidupan Kapitalistik

Sebenarnya, sih, Twitter sudah punya kebijakan untuk mengatasi hate speech, yaitu melalui Twitter Hateful Conduct Policy. Namun, aturan bakalan tinggal aturan, ya Guys ya, kalau enggak ada yang menegakkan. Masalahnya, yang bagian menegakkan aturan dihilangkan sama bosnya Twitter karena demi penghematan. Duh, begitu banget, ya? Apa enggak ada cara lain untuk berhemat? Akan percuma jika berhemat, tetapi malah bikin masalah.

Memang sih, Guys, ya, kita sekarang hidup dalam dunia yang kapitalistik pake banget. Dunia maya sudah kayak rimba raya, predator berbahaya ada di mana-mana. Siap memangsa para netizen. Medsos enggak cuma banjir hate speech, tetapi juga rawan kejahatan. Mirisnya, kita dipaksa untuk memproteksi diri secara mandiri. Ngeri, enggak, tuh?

Sementara itu, aturan negara dalam sistem liberal saat ini tuh longgar banget sehingga enggak menjamin keamanan kita saat bermedsos. Sedangkan perusahaan platform digital seperti Twitter juga abai melindungi konsumennya karena prinsip perusahaan yang kapitalistik yaitu meraih untung sebesar-besarnya dengan pengeluaran sekecil-kecilnya. Akhirnya perusahaan "pelit" mengeluarkan dana untuk menjaga keamanan konsumen. Duh, bikin gemes, deh!

Ya begitu, deh, ketika kita hidup di sistem yang enggak islami. Rasanya seperti ikan yang hidup di darat. Sesak, Guys! Mau bermedsos yang sehat, enggak bisa, karena medsos banjir hate speech. Oleh karenanya, kita tuh memang butuh Islam, Guys. Butuh banget, malahan. Sistem Islam bakalan melindungi kita saat beraktivitas di dunia maya.

Strategi Islam untuk Mengatur Informasi

Guys, di dalam Islam itu, semua ada aturannya. Enggak ada satu hal pun yang enggak ada hukumnya. Semua ada syariatnya. Syariat itu penting banget, Guys, karena dia melindungi kita dari berbagai kesalahan dan kezaliman. Dengan adanya syariat, hidup kita jadi lurus, adem, ayem, tenteram, dan sejahtera. Asyik!

Nah, medsos juga ada aturannya dalam Islam. Di dalam sistem Islam, medsos masuk di bawah cakupan i'lamiyah atau informasi dan komunikasi (infokom). Kalau kalian semua buka kitab Ajhizah ad-Dawlah al-Khilafah karya Syekh Abdul Qadim Zallum, ada penjelasan sebagai berikut, "Negara akan mengeluarkan undang-undang yang menjelaskan garis-garis umum politik negara dalam mengatur informasi sesuai dengan ketentuan hukum-hukum syariat. Hal itu dalam rangka menjalankan kewajiban negara dalam melayani kemaslahatan Islam dan kaum muslim, juga dalam rangka membangun masyarakat islami yang kuat, selalu berpegang teguh dan terikat dengan tali agama Allah, serta menyebarluaskan kebaikan dari dan di dalam masyarakat islami tersebut. Di dalam masyarakat islami tidak ada tempat bagi pemikiran-pemikiran yang rusak dan merusak, juga tidak ada tempat bagi berbagai pengetahuan yang sesat dan menyesatkan. Masyarakat islami akan membersihkan keburukan berbagai pemikiran atau pengetahuan itu, akan memurnikan dan menjelaskan kebaikannya, serta senantiasa memuji Allah, Tuhan semesta alam."

Masyaallah, keren banget! Kebayang, dong, di dalam Khilafah tidak boleh ada ujaran-ujaran yang bertentangan dengan syariat, termasuk ujaran kebencian, misalnya gibah atau fitnah. Polisi siber yang Khilafah tunjuk akan terus berpatroli untuk memastikan medsos menjadi sarana informasi dan komunikasi yang sehat.

Khilafah akan membekali warganet dengan edukasi bermedsos melalui sistem pendidikan. Di sekolah, siswa akan dididik menjadi sosok berkepribadian Islam sehingga dia sadar setiap ucapan, tulisan, postingan, dll. di medsos akan ia pertanggungjawabkan di hadapan Allah taala. Oleh karenanya, dia hanya akan menyampaikan kebenaran dan kebaikan. Dengan demikian, medsos akan menjadi sarana edukasi dan dakwah, bukan sarana gibah dan fitnah.

Allah taala berfirman, "Fitnah itu lebih kejam daripada pembunuhan." (TQS. Al-Baqarah: 217)

Untuk memastikan setiap netizen taat syariat, akan ada sanksi bagi yang melakukan pelanggaran. Jenis sanksi akan dikembalikan pada hukum syarak. Para mujtahid dan ahli fikih akan menjadi rujukan dalam penentuan sanksi tersebut.

Masyaallah, kebayang ya, Guys, betapa indahnya medsos di bawah pengaturan Khilafah. Akhirnya, kita sebagai netizen pun merasa tenang bermedsos. Hati jadi cerah, bukan gundah. Ih, jadi pengin Khilafah segera tegak, deh. Kamu juga, 'kan? Wallahu a'lam bi al-shawab. []

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Ragil Rahayu (Tim Penulis Inti NarasiPost.Com )
Ragil Rahayu S.E Tim Redaksi NarasiPost.Com
Previous
Pengaruh Pemberontakan Wagner Rusia terhadap Dunia
Next
Ekspor Nikel Jebol Negara Tekor, Bukti Kapitalisme Eror
5 1 vote
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

7 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Dia dwi arista
Dia dwi arista
1 year ago

Medsos sekarang jd ajang ekspresi diri.

R. Bilhaq
R. Bilhaq
1 year ago

juga dong mbak.. 😀

Firda Umayah
Firda Umayah
1 year ago

Islam memang keren buat jaga warganya biar enggak melanggar syariat Islam.

Sartinah
Sartinah
1 year ago

Wah, kalau ngomongin medsos dan ujaran kebencian, gak hanya di luar negeri saja. Di Indonesia pun segudang. Medsos yang nyaris tanpa filter, memungkinkan diaksesnya semua informasi dari yang baik sampai yang sangat buruk. Dari ucapan kebaikan sampai ujaran kebencian. Semua beraduk menjadi satu di medsos. Rindu rasanya dengan sistem Islam yang mampu mengatur tentang informasi dan media.

Mimy Muthamainnah
Mimy Muthamainnah
1 year ago

Wuih keren aturan Islam ya...detail banget ngurusin medsos. Gak kayak sekarang nich. Duh, pusing lihat berita2 kagak karuan bin nyampah. Udah gitu mirisnya lagi tontonan kagak senonoh jadi tuntunan tuh. Ya...elah katanya sich gaul zaman now. Hadeh, tambah pucin pala baby wkwkwk.

Neni Nurlaelasari
Neni Nurlaelasari
1 year ago

Hanya sistem Islam yang menentramkan hingga perkara medsos. Makin rindu dengan hadirnya sistem Islam.

Keni Rahayu
Keni Rahayu
1 year ago

Salah satu penyebab mental illness anak zaman now, lihat medsos sebagai tolok ukur.

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram