"Kisah Nabi Ibrahim dan anaknya Nabi Ismail inilah yang menjadi asal mula ibadah berkurban. Allah ingin kita mengambil pelajaran tentang cinta dan pengorbanan dua orang utusan Allah ini. Bahwa orang-orang yang beriman ia akan senantiasa ikhlas menjalani perannya sebagai hamba Allah dengan sikap rida dan penuh ketakwaan."
Oleh. Ana Nazahah
(Kontributor Tetap NarasiPost.Com)
NarasiPost.com-Selamat merayakan Iduladha, Gaes! Semoga kamu dan keluarga dilimpahkan rahmat di hari yang penuh berkah, diterima kurbanmu, dan seluruh ibadah yang dipersembahkan semata untuk Allah Rabb semesta. Aamin!
Seperti yang kita pahami, Gaes! Iduladha adalah Hari Raya yang di dalamnya mengandung banyak hikmah. Tentu saja, bukan sekadar momen berbagi makanan (daging kurban) lalu dimakan bersama handai tolan. Lebih dari itu, Iduladha mengajarkan kita tentang pengorbanan, kesetiaan dan cinta di atas segala cinta. Yakni cinta yang hanya bermuarakan iman dan takwa kepada-Nya.
Namun sayangnya, Gaes! Tidak semua memahami hakikat berkurban saat Iduladha tiba. Hari Raya belum sepenuhnya dijalankan dengan harapan mengaktualisasikan takwa. Lantas, bagaimana caranya nih, menghadirkan ketakwaan saat merayakan Iduladha? Apa pentingnya memahami arti berkurban bagi kehidupan kita? Yuk kita bahas bersama!
Sejarah Berkurban
Pertama, kita wajib tahu dulu sejarah berkurban yang mengandung banyak hikmah. Bermula dari kisah Nabi Ibrahim yang kaya raya namun tidak memiliki anak. Ibrahim tak henti-hentinya berdoa dan berharap Allah berikan keturunan. Lalu, setelah berpuluh-puluh tahun lamanya, Allah mengabulkan doanya dengan kehadiran seorang anak yang kelak menjadi nabi, yakni Nabi Ismail.
Rasa cinta Ibrahim kepada Ismail sungguh tak diragukan lagi. Apa pun akan dilakukan demi menyenangkan anak kesayangan. Namun di sinilah Allah menguji ayah dan anak ini. Sebagaimana diceritakan dalam Surat Ash-Saffat. Bahwa suatu hari, dalam mimpinya Nabi Ibrahim diperintah untuk menyembelih putranya yang sangat dicintainya, itu. Mimpi itu datang selama 3 kali berturut-turut. Nabi Ibrahim akhirnya memahami, mimpi itu adalah perintah dari Allah. Ia lalu menceritakan perihal mimpinya kepada Nabi Ismail. Kisah tersebut terdapat dalam surat Ash-Shafat ayat 102, yang artinya, “Wahai anakkku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu? Ismail menjawab: Wahai ayahku kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu. Insyaallah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar.”
Peristiwa tersebut kemudian menjadi kisah cinta dan pengorbanan yang diingat dalam sejarah peradaban manusia. Dua sosok kekasih Allah yang saling mencintai telah diuji dengan cobaan dan prasangka (perintah menyembelih) yang diembuskan oleh setan. Namun keduanya berhasil melewati ujian tersebut. Ayah dan anak ini mencintai Allah di atas segala cinta. Cinta yang tidak biasa ini kemudian kita peringati setiap tahunnya pada saat Iduladha, menjadi pelajaran bagi kita bahwa mencintai Allah dan Rasul-Nya, berarti kita siap memberikan segala yang kita punya.
Ya, kisah Nabi Ibrahim dan anaknya Nabi Ismail inilah yang menjadi asal mula ibadah berkurban. Allah ingin kita mengambil pelajaran tentang cinta dan pengorbanan dua orang utusan Allah, ini. Bahwa orang-orang yang beriman ia akan senantiasa ikhlas menjalani perannya sebagai hamba Allah, dengan sikap rida dan penuh ketakwaan. Sebab setelah ujian, akan ada buah manis dari ketakwaan. Sebagaimana Ismail yang tak jadi disembelih dan Allah menggantinya dengan hewan kurban. Karena pada dasarnya, Allah hanya ingin menguji, bukan untuk menzalimi.
Tentang Takwa
Berbicara tentang takwa, maka tidak lepas dari yang namanya taat, Gaes. Taat yang berarti menjadikan syariat Allah sebagai satu-satunya landasan kehidupan. Pribadi yang beriman wajib mencintai apa yang Allah cintai dan membenci apa yang Allah benci. Inilah cerminan sikap insan bertakwa.
Menurut motivator hijrah Hanan Attaki dalam kultumnya yang dikutip dari detik.com (26/4/2020), takwa adalah sikap muslim yang sami'na wa'atha'na, yakni ia yang mendengarkan perintah Allah, dengan sukacita. Itu berarti, ketakwaan ini adalah sikap berserah diri seorang muslim kepada seluruh perintah Allah, tanpa ada keraguan ataupun keengganan untuk menaatinya.
Lantas, apa hubungannya ibadah kurban dengan ketakwaan itu sendiri? Mari kita bahas dulu, Gaes, makna berkurban itu apa! Kata kurban berasal dari bahasa Arab yakni قُرْبَانٌ (qurban) yang berarti persembahan pada Allah (hewan kurban) sebagai bentuk ketaatan dan wasilah. Jika kita tarik ke dalam tasrif fiil, maka kata kurban berasal dari kata qaraba – yaqrabu – qurban (qurbanan) yang berarti dekat dan mendekatkan.
Jadi, Gaes! Dekat yang disebutkan di sini adalah upaya kita sebagai hamba mendekatkan diri kepada Allah. Menyembelih hewan kurban semata demi mengharap keridaan Allah, diampuni dosa, diterima amal dan ibadah, serta digolongkan dalam golongan orang-orang yang bertakwa. Inilah makna berkurban (mendekat) yang sesungguhnya.
Khatimah
Nah, Gaes! Setelah kita memahami, bahwa ketakwaan merupakan tujuan utama dari ibadah kurban dan merayakan Iduladha. Maka, sudah saatnya nih, kita menjadikan Hari Raya kali ini, sebagai momen untuk kembali menjadi pribadi yang mendekatkan diri kepada-Nya. Dekat dalam artian siap menaati segala perintah-Nya. Mewujudkan ketakwaan hakiki dan penuh keridaan melaksanakan seluruh perintah dari-Nya, baik itu dalam kehidupan individu, masyarakat, bahkan negara. Hanya dengan demikian kita bisa memenuhi hakikat takwa, yakni ketakwaan jemaah, yang kelak mampu membawa rahmat-Nya bagi seluruh alam. Wallahu'alam bishawab.[]