Dilema Antara Kerja dan Kuliah

Negara Islam memberikan pendidikan gratis pada semua rakyat tanpa membedakan muslim atau nonmuslim, kaya atau miskin, tua atau muda. Semua mendapatkan fasilitas yang sama dalam Negara Khilafah. Pendidikan yang diberikan juga layak dan sangat berkualitas. Sehingga menghasilkan ilmuwan yang cerdas dan multitalenta dalam berbagai bidang seperti Ibnu Sina, Al-Ghazali, dan lain-lain.


Oleh: Messy Ikhsan

NarasiPost.Com-Guys, kondisi sekarang yang masih pandemi covid-19 membuat proses pendidikan harus dilakukan secara daring agar pelajaran bisa tetap berlanjut dan materi tidak tertinggal. Sebab, kalau terus memaksa diri untuk melaksanakan pembelajaran tatap muka, sangat dikhawatirkan pandemi corona semakin parah dan bisa menjadi claster baru pertumbuhan virus. Karena itu, mau tidak mau, suka tidak suka, pendidikan via daring diambil sebagai upaya untuk menekan penyebaran corona.

Memang terasa bosan, capek, lelah karena dalam kondisi yang serba sulit dan rumit. Akan tetapi, mau bagaimana lagi? Situasi masih belum kondusif dan aman untuk beraktivitas di luar rumah. Karena itu, kita harus memaksimalkan sabar dan mengoptimalkan waktu selama stay at home. Salah satunya adalah tetap semangat belajar walau terpisahkan ruang, sembari terus berusaha dan berdoa agar bumi lekas membaik.

Proses pembelajaran secara online tentu membutuhkan sarana dan prasarana pendukung yang mamadai, seperti akses jaringan yang lancar, kuota internet, dan lain-lain. Akan tetapi, fakta di lapangan malah sebaliknya. Fasilitas-fasilitas tersebut sulit diakses. Belum lagi biaya UKT yang tetap meninggi walau kondisi pandemi. Hal ini semakin menyulitkan kondisi mahasiswa dalam belajar sehingga menuntut mereka untuk kreatif dalam mengumpulkan pundi-pundi rupiah, seperti mencari sambilan kerja untuk memenuhi kebutuhan kuliah. Namun, kekhawatiran lain malah memecahkan kepala, apakah bisa memanajemen waktu secara baik antara kuliah dan kerja?

Pilih Kuliah Atau Kerja?

Guys, tidak semua orang bisa kuliah dengan mudah. Ada yang harus berjuang gigih untuk mencicipi pendidikan sehingga harus ada kerja sambilan untuk memenuhi kebutuhan pendidikan. Contohnya kuliah sambil ngojek, kuliah sambil jualan makanan, dan lain-lain.

Fakta-fakta itu sangat jelas di depan mata hingga membuat kita miris dan sedih. Seharusnya para mahasiswa fokus belajar untuk menata masa depan, eh … malah dipusingkan dengan aktivitas lain seperti bekerja. Tentu hal itu bisa sangat mengganggu fokus belajar. Apalagi bagi mahasiswa yang tak bisa membagi waktu antara kuliah dan kerja.

Yang semakin membuat miris dan geleng-geleng kepala, ternyata biaya pendidik masih saja selangit, bahkan tambah mahal. Apalagi harus mengeluarkan biaya tambahan untuk membeli kuota internet. Pembagian kuota gratis pun tidak dilakukan secara merata. Lalu, ke mana slogan yang mengatakan bahwa pendidikan adalah hak seluruh rakyat? Kenapa tidak berlaku bagi rakyat kalangan kelas bawah?

Kalaupun ada beasiswa, tidak semua generasi muda dapat merasakannya. Belum lagi syarat yang berbelit dan uang yang didapatkan juga sedikit. Pendidikan yang sangat mahal dan dijadikan lahan bisnis hanya menguntungkan pihak-pihak pemilik modal saja. Negara berlepas tangan terhadap tanggung jawab memberikan pendidikan yang layak pada masyarakat.

Dalam situasi pandemi seperti ini, kita berharap biaya pendidikan bisa murah bahkan bisa gratis. Akan tetapi, semua itu hanya angan-angan saja selama aturan buatan manusia yang memimpin semesta.

Inilah fakta hidup dalam sistem kapitalisme, sehingga biaya pendidikan mahal. Pendidikan seolah hanya untuk kalangan orang kaya saja. Kalau orang-orang miskin harus banyak sabar dalam mencicipi pendidikan. Bahkan, pendidikan dijadikan sebagai lahan jual beli yang menguntungkan golongan pengusaha dan penguasa.

Karena itu, kita tak bisa berharap hidup sejahtera dalam sistem kapitalisme. Hal ini karena sejak lahirnya sistem ini bukan untuk kepentingan umat dan sangat bertentangan dengan fitrah manusia.

Allah berfirman, yang artinya :

“Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki? (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang meyakini (agamanya)?” (QS. Al-Maidah : 50)

Pendidikan Merata Tanpa Pandang Bulu

Kepemimpinan secara esensi adalah menjadikan pelayan umat. Pemimpin harus memberikan pelayanan terbaik bagi orang yang dipimpin. Menjadi pemimpin berarti mendapatkan amanah untuk memenuhi kepentingann. Oleh karena itu, seorang pemimpin harus terdepan mendengarkan aspirasi dan menjamin kebutuhan rakyat. Bukan malah menjadikan rakyat sebagai tumbal kekuasaan.

Rasulullah bersabda, yang artinya :

"Tidak seorang hamba yang diamanahi amanah rakyat oleh Allah lalu ia tidak menjaganya dengan baik, melainkan Allah tidak akan merasakan padanya harum surga.” (HR Bukhari)

Beda sekali dengan sistem Islam, dalam mengatur pendidikan. Negara Islam memberikan pendidikan gratis pada semua rakyat tanpa membedakan muslim atau nonmuslim, kaya atau miskin, tua atau muda. Semua mendapatkan fasilitas yang sama dalam Negara Khilafah. Pendidikan yang diberikan juga layak dan sangat berkualitas. Sehingga menghasilkan ilmuwan yang cerdas dan multitalenta dalam berbagai bidang seperti Ibnu Sina, Al-Ghazali, dan lain-lain.

Biaya pendidikan berasal dari baitul mal atau uang kas negara sebagai hasil pengelolaan dari SDA. Karena itu, hasil kekayaaan alam dirasakan oleh masyarakat, bukan untuk kepentingan pemiliki modal dan segelintir orang saja. Jika uang baitul mal kosong, maka negara akan meminta sumbangan suka rela dari kaum muslimin yang mampu. Masyarakat dengan mudah akan memberikannya karena sudah terbentuk ketaatan individu dan kepribadian Islam dalam diri. Tugas para pelajar hanya untuk belajar dan menciptakan karya terbaik untuk peradaban, tanpa dipusingkan dengan tuntutan ini dan itu.

So, Guys, terus semangat menuntut Ilmu, semangat belajar dan terus berjuang agar sistem Islam bisa diterapkan dalam kehidupan nyata. Dengan begitu, kita bisa mencicipi pendidikan terbaik dan berkualitas. Allahuakbar!

Picture Source by Google


Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Previous
Relaksasi dalam Lanjutan PPKM Level 4, Efektifkah?
Next
Atasi Pandemi dengan Solusi Hakiki
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram