"Boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS Al-Baqarah : 216)
Oleh : Messy Ihsan
(Kontributor Tetap NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-"Sabar, dunia ini hanya sebentar, sekejap lagi akan sirna tanpa bersisa. Lantas, untuk apa berlelah-lelah mengejar yang tak pasti, sementara yang pasti diabaikan dan dibiarkan pergi?"
Kawan, pernah merasa di posisi seperti ini tidak? Bingung, gelisah, galau, resah, dan tidak tahu mau berbuat apa? Otak terasa buntu, seolah mau pecah berkeping-keping. Saking beratnya masalah yang dipikul, seolah sedang memikul gunung. Hihi, sekali-kali dramatis tidak apa-apa, ya!
Dulu sebelum hijrah, hidup terasa penuh dengan serbuan masalah yang datang bertubi-tubi pada diri. Ingin rasanya berteriak sekuat tenaga, agar seluruh dunia tahu bahwa kita tengah terluka, agar mendulang perhatian, empati, dan simpati dari banyak orang. Ternyata, setelah semua itu ada dalam genggaman tangan, toh, sama sekali tidak memberikan ketenangan fisik dan batin. Apakah ini yang dinamakan kebahagiaan semu?
Setiap detik, menit, dan jam berlalu begitu saja tanpa meninggalkan jejak yang bermakna. Sementara, waktu selalu punya cerita baru untuk diukir. Akan tetapi, tak mungkin diri ini hanya mengukir cerita lama yang sudah usang. Tentu harus ada cerita baru yang merwarnai kehidupan. Namun, cerita seperti apa yang ingin ditulis? Cerita tentang kebaikan atau malah sebaliknya?
Diri ini semakin terpaku dengan kebingungan, semakin jauh dari titik awal cerita sampai menemukan suatu keputusan, bahwa drama kehidupan ini harus segera berakhir. Sudah cukup lakon dan adegan yang sudah diperankan. Kita harus bergegas meninggalkan panggung sandiwara, kembali pada panggung realita. Sudah cukup kita menggunakan topeng untuk mengelabui semua orang, tetapi tidak dengan diri sendiri. Tubuh ini sudah bosan menjadi orang lain. Tubuh ini sudah muak bersembunyi di balik topeng manusia lain.
Kawan, mari jadi diri sendiri. Love yourself. Mari kita kembali pada esensi jati diri sebagai seorang hamba yang tunduk pada Sang IIlahi. Mencintai orang lain, bukan berarti harus seperti mereka. Sebab, setiap kita sudah memilki potensi masing-masing yang tidak bisa disamakan. Kepala boleh sama-sama hitam, tetapi isi kepala tentu berbeda-beda. Bukanlah seperti itu?
Memang isi kepala kita berbeda-beda, tetapi harus merujuk pada standar yang sama, yaitu syariat. Baik dan buruk suatu pemikiran harus bersandar pada baik dan buruk menurut pandangan Al-Qur'an. Karena itu, pemikiran, perkataan, dan perbuatan wajib disesuaikan dengan standar Islam. Mau tidak mau, suka tidak suka, kita harus taat pada Allah sebagai konsekuensi keimanan, mengingat Allah yang menciptakan manusia karena Dia yang lebih tahu baik dan buruknya manusia.
Allah berfirman, yang artinya:
"Sesungguhnya jawaban orang-orang mu’min, bila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya agar rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan. “Kami mendengar dan kami patuh.” Mereka itulah orang-orang yang beruntung. Siapa saja yang taat kepada Allah dan rasul-Nya serta takut kepada Allah dan bertakwa kepada-Nya, mereka adalah orang-orang yang mendapat kemenangan." (QS An-Nur [24]: 51-52).
Allah tak pernah menzalimi hamba-Nya, tetapi kitalah yang acapkali menzalimi diri sendiri. Padahal, Allah sudah melarang melakukan perbuatan maksiat sebagai bentuk rasa kasih sayang pada manusia. Hanya saja, kita yang masih sering mencari dalih pembenaran. Syukur jika sudah merasakan efek negatif, lalu memilih bertobat pada Allah. Akan tetapi, kalau malah sebaliknya, sungguh berbahaya. Semoga kita dijauhkan dari hal-hal yang buruk.
Ya Allah, maafkan diri ini yang dulu, yang sempat membangkang perintah-Mu. Padahal, setiap catatan takdir-Mu selalu berujung indah. Ya Allah, maafkan diri ini yang dulu, yang acapkali ragu dengan ketetapan-Mu. Padahal, Engkaulah sebaik-baik pembuat ketetapan manusia.
Allah berfirman, yang artinya:
"Boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS Al-Baqarah : 216)[]
Photo : Pinterest