”Kebijakan 'obral SDA' terhadap harta publik ini dipenuhi aroma penjajahan yakni dengan pola kapitalisasi SDA atas dasar bisnis. Pada akhirnya, hanya para pemodal dan perusahaan pengelola saja yang diuntungkan.”
Oleh. Yana Sofia
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Siapa sih yang gak kenal Aceh dengan kekayaan alamnya yang begitu kaya? Provinsi paling barat Indonesia ini, merupakan surganya barang tambang seperti minyak bumi, gas alam, batu bara, tembaga, timah hitam, dan banyak lagi. Bahkan, dunia internasional memprediksi Aceh masih memiliki "harta karun" lainnya yang tak ternilai di perut buminya.
Hal ini terbukti dengan ditemukannya cadangan migas dengan jumlah yang begitu fantastis, tepatnya di lautan lepas Andaman Aceh Utara. Di mana para geolog internasional memperkirakan cadangan migas di wilayah tersebut lebih besar dari milik Arab Saudi yakni 4.685 miliar barrel oil (pikiranaceh.com, 21/05/2023)
Wah, jelas ini akan menarik atensi internasional nih, pastinya! Khususnya para kapitalis dunia dan perusahaan-perusahaan asing yang mengincar kekayaan alam Indonesia. Ya, siapa juga yang tidak tergiur dengan kekayaan alam dalam jumlahnya yang begitu melimpah. Pastinya, hal ini menggoda sekali bagi pihak taipan untuk "menjamahnya".
Lantas, bagaimana caranya agar SDA kita yang kaya tidak dimonopoli asing? Apa yang harus dilakukan agar kekayaan alam bisa dimanfaatkan secara maksimal untuk menjamin kesejahteraan rakyat? Mari kita bahas bersama, Bestie!
Kapitalisasi SDA
Pada praktiknya, pengelolaan SDA di negara kita dikelola dengan prinsip monopoli oleh perusahaan asing, Bestie. Persis seperti berebut harta karun, sejumlah perusahaan tambang dan energi mengincar posisi strategis agar bisa menguasai SDA yang kita miliki. Mereka mengikuti lelang tahap demi tahap sesuai nota kesepakatan. Selanjutnya, negara melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menandatangani Kontrak Kerja Sama (KKS) dengan perusahaan pemenang. Setelah menetapkan berbagai komitmen terhadap kebijakan dan kontrak kerja, tentunya. Seperti menetapkan Wilayah Kerja (WK), batas 3 tahun pertama masa eksplorasi, jumlah sumur eksplorasi, batas maksimal kontrak, split bagi hasil, hingga kebijakan ketenagakerjaaan.
Nah, sistem kerja seperti inilah yang baru-baru ini terjadi di dua spot utama SDA Aceh di wilayah penghasil migas di daerah Singkil dan Aceh Barat, yakni WK ONWA Meulaboh dan WK OSWA Singkil. Kedua WK penghasil migas tersebut secara resmi telah diserahkan pengelolaannya oleh Kementerian ESDM kepada perusahaan asal Singapura bernama Conrad Asia Energy Ltd, di Jakarta, Kamis (5/1/2023), setelah perusahaan asal negeri singa itu menang lelang. (Acehprov.go.id, 05/01/2023)
Tergambar, ya, Bestie! Kebijakan "obral SDA" terhadap harta publik ini dipenuhi aroma penjajahan yakni dengan pola kapitalisasi SDA atas dasar bisnis. Pada akhirnya, hanya para pemodal dan perusahaan pengelola saja yang diuntungkan. Sementara rakyat, kehilangan akses atas harta publik ini, yang seharusnya cukup untuk meningkatkan kemakmuran dan menjamin kesejahteraan rakyat.
Di samping itu, Bestie, sistem pengelolaan SDA berdasarkan kapitalisme semakin menunjukkan lemahnya kedaulatan negara dalam melindungi harta milik umat. Negara telah mengabaikan prinsip politik luar negeri, serta kedaulatan hukumnya dengan cara mengobral SDA demi menyenangkan tuan-tuan penjajah. Salah satu ciri khas negara yang terjajah, Bestie, adalah sikap ketergantungan pada asing dan bantuan luar negeri, juga menyenangkan mereka dengan cara memberi izin penguasaan SDA dengan cara menggeser posisi rakyat sebagai pemilik sah seluruh harta atas bumi pertiwi.
Pengelolaan SDA yang salah inilah yang membuat rakyat Indonesia hidup susah, Bestie. Meski menduduki peringkat ke-6 negara terkaya sumber daya tambangnya di seluruh dunia, tetap saja, negara Indonesia adalah negara dengan mayoritas penduduk miskin.
Dilansir dari kompas.com, (15/08/2022), menurut BPS, setidaknya 67 persen dari jumlah populasi penduduk Indonesia rentan miskin, sementara rakyat terkategori miskin ekstrem ada sekitar 23,36 juta jiwa. Tentu, tak terkecuali Aceh! Meski kaya SDA, rakyat Aceh malah pencetak rekor termiskin, khususnya di wilayah Sumatra.
Benahi Kebijakan!
Perlu kita pahami, Bestie! Dalam Pasal 33 ayat 3 UUD 1945 disebutkan bahwa: "Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat". UUD ini secara gamblang menjelaskan bagaimana seharusnya negara mengelola kekayaan alam Indonesia, yakni wajib dimaksimalkan untuk menjamin kesejahteraan rakyat.
Sayangnya, negara telah menyalahi UUD tersebut, Bestie, dengan menerapkan sistem kapitalisme neoliberal dalam mengelola SDA kita. Akibat penerapan ide kapitalisme dalam pengelolaan SDA, terjadilah liberalisasi dan upaya privatisasi pada sektor publik. Rakyat tidak bisa lagi menikmati kekayaannya sendiri, yang mengakibatkan negara mengalami kerugian, karena kehilangan sumber kehidupan berupa kekayaan yang melimpah.
Singkat kata, nih Bestie. Negara rugi telak, sedang asing menang mutlak! Sebab, kekayaan alam adalah modal paling penting untuk mewujudkan kedaulatan atas kemakmuran dan kesejahteraan bangsa. Jika harta kekayaan alamnya sendiri malah diembat asing, maka bisa dipastikan negara kesulitan membiayai berbagai program pembangunan bangsa. Apalagi menjamin pendidikan dan kesehatan yang membutuhkan modal yang besar.
Imbasnya, negara akan semakin ketergantungan dengan utang luar negeri, yang karenanya negara pemberi utang akan lebih mudah mengintervensi ekonomi, kebijakan publik, hingga arah politik pemerintahan kita. Negara kita akan semakin tidak berdaulat di hadapan dunia, sementara rakyat akan terus berada dalam penderitaan dihantam berbagai kritis multidimensi, karena seluruh aspek kehidupan berada dalam cengkeraman asing.
Percayalah, ini masalah yang sangat serius, Bestie! Kita perlu solusi alternatif untuk mengakhiri segala penjajahan ini. Segenap kebijakan yang salah, harus segera dibenahi, agar negara kita bisa keluar dari fase terpuruk dan terburuk ini.
Solusinya tidak lain adalah kembali kepada sistem ekonomi Islam yang konstan dan mandiri. Di mana pengelolaan SDA wajib diserahkan kepada negara sebagai penanggung jawab kemaslahatan umat. Rasulullah memerintahkan agar pemimpin dalam Islam bersikap amanah dan bertanggung jawab penuh atas kemaslahatan umat, bukan untuk menyenangkan pihak kapital dan penguasa yang rakus dan tamak. Rasulullah saw. bersabda, sebagaimana riwayat Al-Bukhari, “Imam (khalifah) yang menjadi pemimpin manusia laksana penggembala. Hanya dialah yang bertanggung jawab terhadap (urusan) rakyatnya.”
Pengelolaan SDA Berbasis Syariat
Sebagai agama yang super sempurna, Islam memiliki metode terbaik mengatur dan mengelola SDA milik umat, Bestie. Dalam Islam SDA tergolong harta milik umum dan tidak boleh dimiliki oleh pribadi, swasta, pun asing. Kebijakan ini, merupakan perintah Allah dan prinsip dasar dalam ekonomi Islam. Sebagaimana sabda Rasulullah yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, "Kaum muslim berserikat dalam tiga hal yakni air, padang rumput, dan api."
Atas dasar inilah, Bestie, segala kekayaan alam yang jumlahnya melimpah, tidak boleh diprivatisasi oleh siapa pun, dan hanya boleh dikelola oleh negara. Dengan cara ini, Islam menghilangkan kemungkinan adanya pihak kapital menjarah kekayaan alam, demi keuntungan bisnis pemodal yang tamak, Bestie. Sebaliknya, negara sebagai pihak pengelola akan menjamin pemanfaatan hasil kekayaan alam dikembalikan kepada umat dalam bentuk jaminan berbagai kemaslahatan, dan pembiayaan berbagai program yang berkonsentrasi pada kemakmuran dan kesejahteraan umat.
Setidaknya, ada 3 upaya yang dilakukan negara Islam dalam mengelola SDA berbasis kemandirian dan berkeadilan, Bestie.
Pertama, negara memiliki wewenang untuk mengambil alih harta umat untuk dikelola secara mandiri, di mana seluruh hasilnya dikembalikan kepada masyarakat, misalnya menggratiskan BBM di pasaran, atau menjualnya sesuai harga produksi.
Kedua, negara bisa menjual hasil SDA ke luar negeri, jika pemanfaatan dalam negeri telah mencukupi. Upaya ini dilakukan untuk menambah kas baitulmal di pos pembiayaan sarana publik. Dalam rangka meningkatkan kualitas fasilitas publik seperti jalan, infrastruktur pendidikan, dan kesehatan.
Ketiga, negara memiliki wewenang untuk mengeksplorasi SDA baru, sebagai SDA cadangan, dan melakukan pemeliharaan terhadap SDA cadangan tersebut, untuk mengover kebutuhan masyarakat di mana akan datang. Khususnya SDA hutan, negara akan melakukan upaya pemugaran, pemeliharaan, juga pemanfaatan hutan sebagai lahan produksi. Dengan demikian sumber pemasukan bagi kas negara akan terus langgeng dan stabil.
Demikianlah, cara Islam mengelola dan memelihara SDA yang melimpah, Bestie. Metode pengelolaan SDA berbasis syariat ini, bukan hanya mampu menjamin harta umat bisa dimanfaatkan secara maksimal, namun juga mampu menutup segala jenis penjajahan SDA oleh pihak kapitalis, sekaligus menghilangkan kemungkinan negara kapital tersebut mengintervensi kebijakan, dan arah perpolitikan bangsa.
Khatimah
Bagaimana, Bestie? Super solutif, 'kan, solusi Islam? Karena itu, yuk segera campakkan sekularisme dengan ide ekonominya yang batil. Kita wajib melindungi kedaulatan negara dengan menjaga SDA kita dari campur tangan negara kafir penjajah dengan perilaku jahat mereka berupa imperialisme modern di bidang ekonomi dan politik.
Bukankah Allah Swt. telah melarang kita untuk tunduk atas kuasa kafir apa pun bentuknya? Sebagaimana firman-Nya dalam surah An-Nisa' ayat 141, “Dan sekali-kali Allah tidak akan pernah memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk menguasai orang-orang mukmin.”
Wallahu a'lam bishawab. []
Tulisannya mudah dimengerti.. syukron....
Sebagai suku Aceh saya sangat miris dengan kondisi Aceh sekarang.
Sejak tidak lagi dalam naungan khilafah syariat Islam hanya di terapkan di bagian -bagian ibadah ritual saja. Semoga Allah segera menurunkan Nasrullah -Nya untuk mengembalikan kejayaan Islam. Aamiin
Tulisannya sangat mencerdaskan pembaca. Jadi tahu bagaimana para pelaku kapitalis berusaha menguasai SDA di Indonesia. Ngerti juga bagaimana seharusnya umat, terutama negara menghadapi cara licik mereka.
Memang Islam mengatur semua lini kehidupan.