"Islam menetapkan SDA dan kekayaan alam wajib dikelola secara mandiri oleh negara tanpa campur tangan swasta dan kapitalis asing, serta siap menampung tenaga kerja yang besar. Rakyat tak harus menjadi tenaga migran, bahkan menutup peluang bagi makelar nakal yang menjebak pekerja dalam bisnis perdagangan manusia."
Oleh. Yana Sofia
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Pascapandemi, kasus human trafficking (TPPO) di Indonesia angkanya melonjak tinggi, Bestie. Karena itu, otoritas keamanan dalam negeri membentuk Satuan Tugas (Satgas) TPPO untuk menjamin keamanan bagi WNI agar tidak terlibat bisnis perdagangan manusia internasional.
Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) optimis sindikat perdagangan manusia bisa diminimalisasi dengan dibentuk Satgas TPPO. Menurut Kompolnas, dalam kurun waktu 11 hari setelah Satgas TPPO dibentuk, yakni 5-15 Juni, setidaknya pihak kepolisian telah menerima 314 laporan TPPO dan menangkap 414 tersangka. Dengan adanya Satgas TPPO, Kapolnas optimis mampu mangatasi masalah human trafficking secara lebih cepat, efektif, dan efisien. (Liputan6.com, 18/06/2023)
Pertanyaan, benarkah Satgas TPPO mampu menuntaskan kasus perdagangan manusia yang semakin marak? Apa yang melatarbelakangi sindikat perdagangan manusia tumbuh subur? Bagaimana cara Islam membasmi TPPO hingga tuntas? Mari kita cari jawabannya, Bestie!
Solusi Parsial
Menurut penulis, rasanya terlalu dini menyebut Satgas TPPO efisien dan efektif menyolusi masalah perdagangan orang. Solusinya itu lo, Bestie, masih tergolong parsial dan belum menyentuh akar persoalan. Terlebih, penyebab munculnya kasus perdagangan manusia tidak lain karena faktor ekonomi dan kemiskinan. Seharusnya, masalah ini dulu yang harus dituntaskan.
Pada faktanya, mayoritas korban TPPO adalah tenaga kerja migran yang secara sadar nih, ingin memperbaiki nasib dan ekonominya. Mereka memilih bekerja di luar negeri karena di dalam negeri tidak ada lapangan kerja yang menjanjikan kesejahteraan. Akibat minimnya pengawasan negara, para TKI ini malah terlibat sindikat perdagangan manusia, yang menipu mereka sebagai makelar tenaga kerja.
Dalam konferensi pers Mabes Polri di Kebayoran Baru, pada Rabu (7/6), Karo Penmas Divisi Humas Polri, Brigjen Ahmad Ramadhan menyebutkan, sudah ada 500 kasus TPPO yang telah ditangani Polri sepanjang 2020-2023, dengan total tersangkanya juga mencapai 500 orang. (Detik.com, 07/06/2023)
Menurut Polri, berdasarkan data yang dikumpulkan sejak tahun 2020-2023, ada sebanyak 1.387 orang yang menjadi korban kriminalitas perdagangan manusia, Bestie. Kapolri, Listyo Sigit Prabowo menyebutkan, berdasarkan data yang diterima korban TPPO didominasi oleh perempuan, yaitu 796 perempuan dewasa dan 475 anak perempuan. Sigit menambahkan, terdapat beberapa modus yang dicatat oleh pihak kepolisian, yaitu Pekerja Migran Indonesia (PMI), Wanita Tuna Susila (WTS), Pekerja Rumah Tangga (PRT), Anak Buah Kapal (ABK), dan penipuan/scam. (Detik.com, 07/06/2023)
Modus ini persis sama sebagaimana yang menimpa 20 WNI yang disekap di Myanmar pada awal Mei kemarin. Awalnya, ke-20 TKI ini termakan janji bekerja di Myanmar dengan gaji tinggi. Malangnya, Bestie, mereka malah jadi korban penipuan makelar tenaga kerja yang sebenarnya adalah cukong perdagangan manusia. Saat tiba di Myanmar mereka diperjualbelikan, dipaksa jadi budak, disekap, dan disiksa. (Kompas.com, 04/05/2023)
Karena itulah, Bestie, membasmi sindikat perdagangan manusia tidak cukup dengan membentuk Satgas TPPO dan mengadakan upaya di hulu berupa diseminasi praktik TPPO. Karena peran negara bukan sekadar penasihat dan menghukum penjahat saja, tetapi juga wajib menjamin keamanan dan kesejahteraan seluruh rakyat. Negaralah yang bertanggung jawab menciptakan lapangan kerja, sehingga warga negara tidak harus ke luar negeri untuk mengadu nasib dan terlibat sindikat perdagangan manusia.
Masalah Utama
Sayangnya, Bestie, selama ini negara belum mampu menciptakan lapangan pekerjaan yang menjamin kesejahteraan masyarakat, sehingga mayoritas rakyat hidup di bawah garis kemiskinan. Hal ini terjadi karena negara mengadopsi sistem sekuler kapitalisme dalam mengatur kehidupan, sehingga terjadilah liberalisasi ekonomi dan kapitalisasi sektor riil secara besar-besaran oleh asing dan pemilik modal.
Liberalisasi di sektor ekonomi telah mendorong lahirnya pelaku ekonomi yang serba bebas. Bisnis bukan lagi berorientasikan halal dan haram, tetapi demi meraup keuntungan materi. Dari sini lahirlah pedagang yang jahat, yang memperjualbelikan komoditas haram seperti miras, narkoba, bahkan manusia.
Selain itu, dalam paham sekuler kapitalisme peran pekerja hanya bagian dari biaya produksi. Jika bisnis mengalami penurunan, bisa saja pekerja di-PHK secara massal untuk mengurangi kerugian perusahaan. Dari sini lahirlah pengangguran besar-besaran, yang berimbas pada turunnya daya beli dan tingginya angka kemiskinan.
Lantas, di mana peran negara saat rakyatnya di-PHK dan dibelenggu oleh berbagai derita akibat kemiskinan yang mengungkung mereka?
Sejauh ini, belum terlihat upaya signifikan yang dilakukan negara untuk membantu beban rakyat terselesaikan, Bestie. Karena negara yang berasaskan sekuler kapitalisme tugasnya tidak lebih sebagai regulator yang melanggengkan kekuasaan para imperialis meliberalisasi SDA kita. Lewat UU Minerba dan Omnibus Law praktik pengambilalihan SDA ini dilegalkan, yang seharusnya milik publik menjadi milik privat.
Akibat kebijakan yang membolehkan privatisati sektor SDA inilah, Bestie, negara mengalami defisit anggaran APBN yang sangat lebar. Walhasil, negara tidak memiliki basis keuangan yang berdaulat untuk membiayai berbagai keperluan rumah tangga negara, termasuk menjamin terciptanya lapangan kerja bagi rakyat yang membutuhkannya.
Jika dipikir-pikir, masalah berputar-putar di tempat yang sama, Bestie. Berkelindan antara persoalan satu dan yang lainnya. Tanpa kita sadari, sistem yang melandasi berdirinya negara adalah akar masalah utama. Pasalnya, sekuler kapitalisme tidak hanya membuka peluang liberalisasi SDA, tetapi juga sumber masalah maraknya PHK dan faktor utama penyebab pengangguran yang saat ini menembus angka 8 juta jiwa lebih.
Coba bayangkan, Bestie, di tengah kemiskinan yang mengimpit kehidupan, pengangguran ada di mana-mana, sementara 273 juta jiwa lebih penduduk Indonesia mayoritasnya adalah buruh yang membutuhkan sandang, papan, pangan, kesehatan, dan pendidikan. Wajar, jika mereka memutuskan menjadi TKI ke luar negeri. Karena negara gagal menjamin kesejahteraan mereka.
Andai saja pemerintah memenuhi janjinya menciptakan lapangan kerja seluas-luasnya dengan gaji yang layak, tentu rakyat tak perlu menjadi tenaga kerja migran. Jika negara mampu menjamin kesempatan kerja kepada para buruh, tentunya mereka gak akan terlibat makelar penipu yang ternyata adalah cukong yang menjual mereka kepada sindikat perdagangan manusia, untuk menjadi budak atau dibunuh dan diambil organ tubuhnya.
Dari sini kita pahami, Bestie, keberadaan satgas yang diklaim efektif menyolusi TTPO hanyalah solusi di permukaan, tak akan mampu membasmi masalah sampai tuntas. Toh, masalah utamanya adalah sistem sekuler kapitalisme yang diterapkan dalam kehidupan. Selama ideologi ini eksis, maka berbagai masalah juga akan datang menyertainya.
Solusi Islam
Sebagai ideologi yang super keren, Islam memerintahkan setiap pemimpin bertanggung jawab dalam menjamin setiap hak-hak manusia terpenuhi dengan baik, Bestie. Baik hak terhadap sandang dan pangan, pendidikan dan kesehatan, bahkan hak mendapatkan keamanan dan pekerjaan.
Untuk kebutuhan pokok seperti sandang, pangan, dan papan, Islam akan menjaminnya dengan cara tidak langsung melalui mekanisme bekerja, Bestie. Karena itulah, pemimpin dalam Islam wajib bertanggung jawab menjamin para ayah yang mencari nafkah mendapatkan pekerjaan layak di dalam negeri, sehingga ia tetap fokus memimpin rumah tangganya.
Jika anggota keluarga kita, misal ayah atau ibu bekerja sebagai tenaga kerja migran, lantas bagaimana ia akan bertanggung jawab atas kepemimpinannya? Karena itu, ibu harus ada di posisinya (rumah), dan ayah tugasnya mencari nafkah di dalam negeri, sembari bertanggung jawab atas kepemimpinannya (keluarga).
Rasulullah saw. bersabda, "Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan ditanya tentang yang dipimpinnya. Pemimpin negara adalah pemimpin atas rakyatnya dan ia akan ditanya tentang yang dipimpinnya. Seorang laki-laki adalah pemimpin bagi keluarganya dan ia akan ditanya tentang yang dipimpinnya. Seorang wanita adalah pemimpin bagi anggota keluarga suaminya serta anak-anaknya dan ia akan ditanya tentang mereka.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Untuk menciptakan lapangan kerja yang luas, Islam menetapkan SDA dan kekayaan alam wajib dikelola secara mandiri oleh negara tanpa campur tangan swasta dan kapitalis asing. Nah, eksplorasi dan eksploitasi SDA yang melimpah ini membutuhkan tenaga kerja yang banyak, Bestie. Tentu saja, siap menampung tenaga kerja yang besar, sehingga para pekerja dalam negeri tidak harus menjadi tenaga migran. Hal ini akan menutup peluang bagi makelar nakal yang menjebak pekerja dalam bisnis perdagangan manusia.
Begitulah, mekanisme Islam menjamin lapangan kerja bagi seluruh rakyatnya. Rakyat yang tidak mampu bekerja, maka nafkahnya akan ditanggung oleh kerabat dan ahli waris. Seandainya tidak ada, maka negaralah yang akan menanggungnya dengan biaya ditanggung oleh harta dari baitulmal.
Nah, dari harta yang terdapat di baitulmal inilah Khilafah Islamiah mampu membangun basis keuangan yang stabil, bahkan surplus, Bestie. Sumber keuangan ini akan digunakan oleh negara untuk jaminan kesehatan, pendidikan, pembangunan infrastruktur, dan fasilitas umum lainnya. Semua ini akan diberikan secara gratis dan dengan kualitas terbaik.
Khatimah
Masyaallah, Bestie! Beruntung banget jika kita hidup dalam sistem Islam. Sayangnya, negara kita saat ini masih betah dengan sistem bobrok sekularisme, sehingga masalah tak henti-hentinya menimpa umat. Karena itu, yuk segera berbenah, dakwah sungguh-sungguh untuk kebangkitan Islam. Mari kita panjatkan pinta dengan penuh ketundukan. Agar Allah segera memenangkan agama ini dan menumbangkan sistem zalim sekularisme, yang telah nyata membawa petaka bagi seluruh umat manusia. Wallahu a'lam bishawab.[]
Andai negara hadir dalam memenuhi kebutuhan dasar rakyatnya, menyediakan lapangan pekerjaan yang baik, tentu tidak akan seseorang terdorong menjadi pekerja migran. Karena faktor ekonomi lah, hal ini terjadi. Sementara sisi ekonomi pun berkaitan dengan sistem yang diterapkan. Maka hanya sistem Islam lah yang mampu menangani permasalahan hingga akarnya.
Jika sistem Islam diterapkan tak ada yang akan dirugikan. Namun sayangnya, negara kita saat ini masih betah dengan sistem bobrok sekularisme, sehingga masalah tak henti-hentinya menimpa umat. Ayolah negara kita butuh kesejahteraan bukan kesengsaraan.
Pada intinya, ini adalah lepasnya tanggung jawab negara dalam menyejahterakan rakyatnya. Sehingga rakyat harus bersusah payah mencari pekerjaan sebagai tenaga migran ke luar negeri. Kurangnya pemahaman dan ilmu membuat para migran menjadi korban perdagangan manusia di luar negeri. Miris!
Yuk ah bestie.. mulai dari sekarang kita campakkan deh sistem bobrok kapitalisme ini dan ikut terjun dalam mendakwahkan sistem Islam yang rahmatan lil'alamin..
Kemiskinan memang kerap jadi sumber penyebab seseorang melakukan tindak kriminal, Bestie. Sampai sekarang, susah sekali untuk menyejahterakan rakyat. Wajar sih, lha wong sistem yang dipakai saja sudah rusak dari asalnya.