"Nabi saw. bersabda dalam hadis riwayat Ibnu Abbas ra.: "Rasulullah saw. telah melaknat para laki-laki yang menyerupai perempuan dan (melaknat) perempuan yang meyerupai laki-laki."
Oleh. Irma Sari Rahayu
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Guys, enggak terasa Ramadan sudah hampir berlalu. Duh, kalian sedih enggak sih akan ditinggal oleh bulan yang istimewa ini? Biasanya di penghujung Ramadan, sekolah-sekolah suka mengadakan acara sanlat alias pesantren kilat atau pesantren Ramadan. Kalau sekolah kamu bagaimana?
Kalau bicara tentang pesantren, biasanya identik dengan lembaga pendidikan berbasis agama Islam yang mendidik para santri putra dan putri. Ada juga sih pesantren khusus putra atau putri saja. Nah, di Yogyakarta ada pesantren yang enggak biasa lo, namanya Pesantren Al Fatah. Jadi enggak biasa karena "santri-santri" nya adalah para waria atau disebut juga transpuan. Lo, kok bisa sih ada pesantren seperti ini?
Pesantren Al Fatah saat ini sedang ramai dibicarakan, Guys. Pasalnya, sejak pemimpin pesantren Shinta Ratri meninggal dunia, para santri transpuan menjadi resah. Rumah milik Shinta Ratri yang selama ini dijadikan sebagai tempat mereka belajar agama akan diambil alih oleh ahli warisnya. Nah para transpuan ini bingung di mana mereka bisa belajar agama atau memindahkan pesantren tempat mereka bernaung selama ini (BBC.com, 2/4/2023).
Pesantren transpuan ini sudah berdiri sejak tahun 2008 lalu. Tujuan didirikannya pesantren ini adalah untuk menampung para transpuan yang mau belajar agama dan salat dengan nyaman. Konon, mereka merasa dikucilkan kalau salat berjemaah di masjid bersama dengan masyarakat umum. Nah, kalau di Al Fatah, mereka merasa aman dan nyaman karena berada dalam komunitas yang sama. Selain belajar agama, para transpuan juga belajar keterampilan lain seperti menjahit, memijat, dan merias.
Transpuan, Korban Kebusukan Sistem Kapitalisme
Guys, isu tentang komunitas transpuan memang sangat sensitif. Pro dan kontra selalu ada di tengah masyarakat. Tapi, sebagai seorang muslim, kita harus bijak dalam memandang dan membahasnya sesuai koridor syarak, ya.
Semangat para transpuan untuk belajar agama dan upaya mereka untuk dekat kepada Allah Swt. tetap harus kita apresiasi. Bagaimanapun mereka juga memiliki gharizah tadayun atau naluri untuk menyucikan sesuatu dan menyadari keberadaannya sebagai hamba Allah yang lemah. Mereka tetap butuh kepada Allah. Tapi, kita juga harus hati-hati jangan sampai ikut terjebak dalam narasi-narasi sesat yang memaksa untuk menerima keberadaan mereka.
Atas nama HAM dan kebebasan berperilaku, membuat keberadaan perbuatan yang menyimpang dan pelakunya ini tumbuh subur di alam demokrasi. Kita pun dipaksa untuk menerima kondisi mereka atas nama kemanusiaan dan persamaan hak. Tapi kamu tahu enggak, Guys, para transpuan ini adalah korban dari busuknya sistem kapitalisme saat ini. Tanpa disadari, mereka sebenarnya sedang dijauhkan dari fitrah dan dipaksa menerima kenyataan dengan dalih takdir. Tapi, mereka sendiri mengakui kok kalau hidup sebagai transpuan itu enggak nyaman dan tersiksa.
Sekularisme alias memisahkan agama dari kehidupan yang semakin kuat mencengkeram kaum muslim juga ikut andil lo. Buktinya, untuk urusan ibadah tetap mau memakai aturan agama, tapi ketika sudah urusan dunia, aturan manusialah yang dipakai.
Carilah Kebenaran, Bukan Pembenaran!
Guys, sekalipun pahit dan berat, tapi kebenaran tetap harus kita sampaikan. Aktivitas amar makruf memang sulit, tapi pahalanya besar banget. Para transpuan tetap harus diajak untuk kembali kepada fitrahnya. Bukan karena kita benci, justru karena rasa sayang sebagai sesama muslim. Sebuah pesantren atau lembaga pengajaran agama sejatinya adalah tempat bagi seorang muslim untuk ditempa ketaatan, akidah, dan ibadahnya dengan cara yang telah digariskan syarak.
Allah Swt. telah menciptakan manusia sebagai sebaik-baik makhluk dengan bentuk yang sempurna sebagai laki-laki dan perempuan. Allah juga membekali manusia dengan seperangkat aturan yang adakalanya berlaku khusus bagi gender tertentu ada pula yang diberlakukan sama. Dari sanalah ada aturan yang berbeda tentang perbedaan aurat, bentuk pakaian, ibadah, hak, dan kewajiban yang berbeda antara laki-laki dan perempuan. So, enggak boleh dengan dalih kenyamanan, seorang transpuan bisa memilih mau salat pakai sarung atau mukena.
Sebagai hamba Allah Swt. kita wajib untuk terikat dengan aturan- Nya, enggak boleh membuat aturan sendiri atas dasar nafsu dan akal manusia. Sebuah kaidah syarak menyebutkan: "hukum asal perbuatan manusia terikat dengan hukum syarak". Enggak boleh suka-suka kita mengambil sebagian dan membuang yang lainnya, atau kita gabung sesuai kemauan. Yang penting happy dan nyaman melaksanakannya. Allah Swt. berfirman:
“Janganlah kalian campur adukkan antara kebenaran dan kebatilan, dan kalian sembunyikan yang benar padahal kamu mengetahuinya.” (TQS. Al-Baqarah[2] : 42)
Kembali kepada Fitrah
Guys, Islam melarang dengan tegas seorang laki-laki yang menyerupai perempuan, mulai dari cara berpakaian, bicara, berdandan, memakai perhiasan, dll. Islam juga mengharamkan laki-laki yang mengeklaim dirinya berjiwa perempuan, bahkan Nabi saw. melaknat pelakunya. Nabi saw. bersabda dalam hadis riwayat Ibnu Abbas ra.:
"Rasulullah saw. telah melaknat para laki-laki yang menyerupai perempuan dan (melaknat) perempuan yang meyerupai laki-laki."
Sayangnya, karena saat ini kehidupan kita enggak berada dalam naungan syariat Islam, perilaku dan pelakunya makin banyak saja. Bahkan diapresiasi dan diberi wadah. Sebagai agama fitrah, Islam enggak akan membiarkan kondisi ini tumbuh subur di tengah masyarakat. Mereka akan diberi sanksi tegas yaitu diusir dan dikucilkan dari masyarakat. Ibnu Abbas ra meriwayatkan bahwa Nabi saw. berkata:
"Keluarkan mereka dari rumah-rumah kalian."
Dalam sebuah riwayat, Nabi saw. mengusir Anjasyah seorang budak berkulit hitam yang berperilaku seperti banci. Umar bin Khattab juga pernah mengusir Mati' karena kasus yang sama.
Hmm, kesannya Islam itu kejam, ya, Guys, enggak berperikemanusiaan. Tapi, dengan diterapkannya sanksi yang tegas bisa memaksa seorang transpuan untuk menyadari dan memperbaiki kesalahannya serta kembali kepada fitrahnya. Sanksi ini juga sebagai penjaga supaya perbuatan terlaknat ini enggak menular kepada orang lain. Tuh, sempurna banget 'kan penjagaan Islam.
Dalam naungan Islam, seorang khalifah enggak akan membiarkan rakyatnya hidup dalam kehinaan. Karena khalifah akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang menjadi amanahnya. Masyarakat juga akan hidup dalam suasana keimanan sehingga terhindar dari maksiat dan senantiasa dekat dengan Allah Swt.. Kontrol masyarakat juga sangat kuat, sehingga bisa dipastikan segala bentuk perilaku menyimpang enggak akan ada lagi. Nah, kamu mau 'kan hidup dalam naungan syariat Islam? Yuk, kita sama-sama berusaha mewujudkannya! Wallahu a'lam bishawab.[]