"Sosok pemimpin yang amanah dalam mengurus rakyatnya hanya ada di dalam sistem pemerintahan Islam. Karena sistem pemerintahan ini dibangun atas dorongan keimanan kepada Allah dan semua aturan yang diterapkan juga berdasarkan syariat Islam."
Oleh. Firda Umayah
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Sobat, bulan Ramadan sedang kita jalani. Adakah Sobat yang sudah berbuka puasa bersama kerabat dan sahabat? Pasti senang sekali rasanya. Sayangnya, kesenangan berbuka puasa bersama sepertinya harus disingkirkan dari benak para ASN alias Aparatur Sipil Negara. Mengapa? Karena, Presiden Joko Widodo melarang kegiatan ini di kalangan pejabat dan ASN selama Ramadan tahun ini.
Dilansir dari kompas.com, 24 Maret 2023, alasan larangan dari kegiatan ini adalah karena saat ini, Indonesia sedang masa transisi pasca pandemi Covid-19. Selain itu, pejabat dan ASN pemerintah juga sedang menjadi sorotan masyarakat lantaran sering pamer tentang kekayaannya. Jadi, presiden mengharapkan agar para pejabat hidup sederhana dan tidak menampakkan kemewahan hidupnya. Kalau sudah begini, bagaimana, sih, cara kita menyikapinya?
Sobat, sadar tidak? Kalau larangan buka puasa bersama karena masa transisi pasca pandemi itu, alasan yang irasional? Sebab, bulan Maret ini, Indonesia juga mengadakan konser grup band K-Pop yang menembus lebih dari 70 ribu orang. Mereka bertemu di satu lokasi yaitu GBK (Gelora Bung Karno) dan juga berdesak-desakan, lho. Herannya, pemerintah tidak mengeluarkan larangan konser tersebut. Seharusnya, kalau pemerintah melarang adanya buka puasa bersama karena masa transisi pasca pandemi, maka ini juga berlaku untuk larangan kegiatan konser tersebut.
Sobat, alasan lain larangan buka puasa bersama adalah karena banyak pejabat yang pamer kekayaan. Sehingga, membuat rakyat bertanya-tanya, mengapa bisa demikian? Padahal, rakyat saat ini dalam kesusahan. Semua kebutuhan hidup bertambah. Pemerintah tidak memberikan bantuan yang cukup untuk semua rakyatnya. Di tengah-tengah kesulitan rakyat, justru rakyat disuguhkan dengan perilaku para pejabat yang hedonis. Miris banget, bukan?
Sobat, gaya hidup mewah para pejabat dan ASN selama ini, sebenarnya merupakan dampak dari penerapan sistem sekularisme. Kok bisa? Dalam sistem sekularisme yang menggunakan sistem pemerintahan demokrasi, ketika seseorang menjadi pejabat, dia akan membutuhkan biaya yang banyak. Sehingga, ketika ia terpilih, ia akan berusaha mengembalikan modal tersebut. Ditambah dengan standar perbuatan untuk mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya.
Walhasil, ketika seseorang menjadi pejabat, sudahlah gajinya besar, tetapi amanah mereka untuk mengurus rakyat tidak terlaksana dengan baik. Mereka hanya sibuk untuk menambah harta tanpa memikirkan rakyatnya. Mereka menjadi pejabat juga bukan karena landasan keimanan kepada Allah Swt.. Mereka lupa, kalau semua harta, jabatan, dan yang lainnya akan dimintai pertanggungjawaban kelak di akhirat. Astagfirullah.
Sobat, gaya mewah para pejabat juga dipengaruhi dari sistem pendidikan, sistem hukum, dan sistem lain yang tidak sesuai dengan syariat Islam. Dalam sistem pendidikan, ketika pendidikan yang diterapkan adalah pendidikan sekuler, maka akan mewujudkan generasi-generasi yang bersifat individual. Mereka akan menjadi pribadi yang acuh dan tak peduli dengan kondisi yang ada di sekitar. Sehingga, ketika menjabat pun mereka kurang peka terhadap masyarakat. Begitu juga dalam sistem hukumnya. Ketika tidak ada hukum yang tegas, mengikat dan menjerakan, maka pejabat-pejabat yang tidak amanah tidak akan kena sanksi dari negara. Apalagi sistem ekonomi yang diterapkan adalah sistem ekonomi kapitalistik. Membuat semua pejabat dan masyarakat hanya sibuk untuk mengumpulkan pundi-pundi rupiah untuk kesenangan hidup duniawi.
Sobat, sifat pejabat dalam sistem demokrasi sangat berbeda dengan sistem pemerintahan Islam, lho. Dalam sistem pemerintahan Islam, semua pemimpin, mulai dari bupati, gubernur, hakim, hingga kepala, mereka tidak mendapatkan gaji saat mereka menjalankan amanah. Akan tetapi diberikan santunan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Ini dilakukan agar mereka fokus dengan amanahnya sebagai pengurus rakyat. Para pemimpin Islam menjalankan amanah ini karena dorongan keimanan mereka kepada Allah Swt.. Mereka hanya mengharapkan rida Allah dan tidak ragu terhadap balasan surga yang dijanjikan-Nya. Keren banget, bukan?
Sobat, para pemimpin dalam sistem pemerintahan Islam sangat paham bahwa jabatan mereka adalah amanah yang harus dijaga. Terutama pemimpin negara Islam yaitu khalifah. Dalam memberikan kebijakan di dalam negeri, khalifah juga tidak asal ambil keputusan, lho. Karena khalifah adalah pengurus rakyat yang harus memutuskan semua kebijakan berdasarkan syariat Islam. Rasulullah saw. bersabda,
الإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
"Imam (khalifah) adalah pengurus rakyat. Ia bertanggung jawab atas kepengurusannya." (HR. Bukhari)
Beberapa kisah bentuk kepengurusan pemimpin terhadap rakyatnya adalah ketika Khalifah Umar bin Khattab membawa sendiri sekarung gandum untuk seorang ibu dan anak-anaknya yang memasak batu karena kelaparan. Begitu juga di dalam masa kepemimpinan Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Saat itu, kemakmuran yang diraih saat memimpin negara Islam selama dua setengah tahun, membuat semua warga negara tak ada satu pun yang berhak menerima zakat.
Sobat, maka dari itu, sosok pemimpin yang amanah dalam mengurus rakyatnya hanya ada di dalam sistem pemerintahan Islam. Karena sistem pemerintahan ini dibangun atas dorongan keimanan kepada Allah dan semua aturan yang diterapkan juga berdasarkan syariat Islam. Sistem pemerintahan Islam ini juga akan ditopang dengan sistem lain yang berdasarkan syariat Islam. Sistem pendidikan yang ada adalah sistem pendidikan berbasis akidah Islam. Sistem ekonominya juga berlandaskan Islam. Negara wajib mengelola kekayaan alam untuk kemaslahatan rakyat . Sistem hukum Islam juga tegas, mengikat, dan menjerakan. Karena sistem hukum ini diambil dari dalil-dalil syarak yang kuat dan terperinci.
Sehingga, ketika penerapan syariat Islam secara menyeluruh, maka akan mampu menciptakan rahmat untuk semua. Sebagaimana firman Allah Swt.,
"Dan tidaklah kami mengutus kamu, melainkan untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam." (TQS. Al-Anbiya' : 107)
Wallahu a'lam bishawab.[]