"Sesungguhnya kejujuran akan membimbing menuju kebaikan, dan kebaikan akan membimbing menuju surga. Sesungguhnya seseorang akan bersungguh-sungguh berusaha untuk jujur, sampai akhirnya ia menjadi orang yang benar-benar jujur. Dan sesungguhnya kedustaan akan membimbing menuju kejahatan, dan kejahatan akan membimbing menuju neraka. Sesungguhnya seseorang akan bersungguh-sungguh berusaha untuk dusta, sampai akhirnya ia bernar-benar ditetapkan di sisi Allah sebagai pendusta."
Oleh: Deena Noor
NarasiPost.Com-Sobat, pernah tidak, kalian berbohong? Ahay, jangan bohong, ya! Namun, secakep-cakepnya kita, pasti pernah berbohong, mulai dari bohong kecil-kecilan sampai yang besar, diniati atau tidak, ketahuan atau tidak. Kebohongan bisa dilakukan dengan bermacam-macam alasan.
Misalnya, ketika seseorang disuruh ibunya belanja ke warung. Waktu kembali ke rumah, ia bilang tidak ada kembalian, padahal karena ingin membeli jajan. Saat ditanya teman bagaimana soal ujiannya, ia bilang sulit sekali karena tidak belajar, padahal begadang sampai jam tiga pagi! Setelah itu, ia pura-pura kaget ketika tahu nilainya 98.
“Kok bisa, ya, padahal aku jawabnya asal-asalan lhoh!”
Maksud hati ingin merendah, tetapi untuk meninggi diri, alias pamer!
Contoh lain, ketika sedang rebahan, tetiba ditelpon sama teman, ditanya, sudah sampai di mana. Jawabannya OTW, padahal masih di kamar, masih mengenakan daster, lupa kalau ada janji! Akibatnya, ia berangkat buru-buru, tidak sempat mandi, langsung berangkat, naik motornya ngebut sampai hampir menabrak orang.
Itulah beberapa contoh kecil kebohongan. Mungkin tidak seberapa, tetapi namanya tetap berbohong. Mau kecil atau besar, kebohongan pasti memberikan dampak bagi pelakunya atau orang lain, belum lagi dosanya.
Kebohongan kecil atau yang dilakukan oleh pribadi, bisa jadi efeknya minimalis dan hanya berdampak pada orang sekitar saja.
Akan tetapi, kebohongan besar atau yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak, akan menimbulkan kerugian secara luas dan massif. Dalam hal ini, kebohongan yang dilakukan oleh pemimpin, pejabat, tokoh masyarakat atau mereka yang diamanahi untuk mengatur urusan orang banyak, pastilah skala dampaknya lebih besar.
Bayangkan bila seorang pemimpin yang mendapat tanggung jawab mengatur keperluan rakyat, malah melakukan kebohongan. Kebijakan dan aturan yang dikeluarkan tidak berlandaskan pada kebenaran, melainkan pada sesuatu yang direkaya untuk tujuan tertentu. Akibatnya, kehidupan rakyat menjadi tak keruan. Nasib banyak orang dipertaruhkan. Satu negeri menjadi susah akibat kebijakan yang salah.
Misalnya, kebohongan terkait kebijakan kenaikan tarif listrik, ongkos BBM, BPJS, biaya pendidikan dan lain-lainnya dengan memberikan sejuta dalih, padahal karena tekanan kapitalis. Dulu, ketika belum menjabat mengatakan tak akan impor, tetapi kini justru mencari-cari alasan dan kesempatan untuk membuka kran impor.
Akibat dari kebohongan semacam itu, masyarakat menjadi amat repot, rugi dan sangat menderita. Bukan hanya petani atau produsen lokal yang merugi, tetapi rakyat kecil yang terkena imbasnya harus mengeluarkan ongkos lebih mahal untuk kebutuhan sehari-hari. Mereka harus memutar otak agar kebutuhan keluarga bisa terpenuhi. Mereka bekerja keras setiap hari, membanting tulang, hingga mengabaikan keselamatan dan kesehatan demi dapur tetap mengepul. Mereka menerjang banyak bahaya tak jadi masalah, melanggar aturan pun dijalani, ancaman penjara diabaikan, bahkan bayang-bayang dosa tak lagi ditakutkan. Bila sudah begini, kehidupan berjalan ke arah kerusakan yang lebih besar.
Kebohongan mengantarkan kepada kejahatan. Kebohongan akan diikuti oleh kebohongan-kebohongan berikutnya, untuk menutupi atau membenarkan kebohongan itu sendiri. Kerugian demi kerugian terus ditanggung. Kerusakan demi kerusakan kian membesar. Jalan menuju jurang kehancuran kian menganga. Mengerikan!
Kerugian dan kerusakan yang diterima sebagai konsekuensi kebohongan akan semakin besar seiring dengan berjalannya waktu bila tak dihentikan. Dari satu orang ke orang lain, kebohongan dan keburukan menyebar ke seantero negeri, bahkan sejagad.
Berapa banyak manusia yang terimbas oleh sebuah kebohongan keji yang dilakukan oleh negara adi daya AS dengan War On Terrorism (WOT)-nya? Berapa banyak nyawa tak berdosa yang melayang akibat perang rekayasa demi ambisi untuk menjaga eksistensi AS sebagai penguasa dunia? Negeri-negeri muslim luluh lantak, rakyatnya tercerai-berai dan membuat mereka terlunta-lunta, hingga mengungsi ke luar tanpa perlindungan.
WOT, yang kini menjadi War On Radicalism (WOR) merupakan kebohongan besar dalam bentuk rekayasa yang dibuat oleh AS untuk menyerang Islam dan umatnya. Ia menjadi duri dalam daging umat Islam dengan tujuan membuat sesama muslim menjadi saling curiga, terpecah belah hingga mudah diadu domba. Pada akhirnya, umat Islam terkotak-kotak, tersekat-sekat, saling bermusuhan dan tak bersatu.
Bila bukan golongannya, tak separtai, tak satu organisasi, atau tak sama pandangannya, maka akan ditolak, bahkan dimusuhi. Bibit-bibit prasangka akan semakin subur dengan perlakuan standar ganda yang dilakukan penguasa. Di satu sisi, yang mendukung rezim akan dibela dan dilindungi, sedangkan yang berseberangan dan sering mengkritik akan didiskriminasi dan dicari-cari kesalahannya.
Inilah kerusakan yang ditimbulkan oleh sebuah kebohongan. Tak hanya menghancurkan diri sendiri, tetapi juga kehidupan umat manusia lainnya. Yang ditanggung bukan saja konsekuensi di dunia, tetapi juga di akhirat kelak. Dosa-dosa tertumpuk akibat banyaknya kebohongan yang dilakukan.
“Sesungguhnya kejujuran akan membimbing menuju kebaikan, dan kebaikan akan membimbing menuju surga. Sesungguhnya seseorang akan bersungguh-sungguh berusaha untuk jujur, sampai akhirnya ia menjadi orang yang benar-benar jujur. Dan sesungguhnya kedustaan akan membimbing menuju kejahatan, dan kejahatan akan membimbing menuju neraka. Sesungguhnya seseorang akan bersungguh-sungguh berusaha untuk dusta, sampai akhirnya ia bernar-benar ditetapkan di sisi Allah sebagai pendusta.”(HR. Bukhari dan Muslim)
Jadi Sobat semua, begitulah susahnya hidup akibat kebohongan. Bukan hanya diri sendiri yang susah, tetapi juga orang-orang di sekitar kita, bahkan masyarakat luas terikut karenanya. Bukan hanya susah di dunia, tetapi susah di akhirat yang jauh lebih dahsyat dampaknya, yaitu berakhir di neraka yang panas apinya tak terkira.
Karena itulah, jauhi kebohongan. Lebih baik jujur apa adanya, bukan yang ada apanya. Jujurlah karena Allah yang perintah.
Wallahu a’lam bish-showab.[]
Photo : Google
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]