"Benang kusut kedokteran dan kesehatan negeri ini sebenarnya efek dari diterapkannya liberalisasi di bidang kesehatan. Sama seperti pendidikan, kesehatan pun saat ini sudah dikomersialkan dan enggak lagi jadi tanggung jawab negara secara penuh. Alhasil, kesehatan jadi kebutuhan tersier alias barang mewah buat rakyat miskin. Dokter pun jadi korbannya."
Oleh. Irma Sari Rahayu
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Hai, Guys! Apa kabar nih? Alhamdulillah kita sudah memasuki bulan Ramadan, ya. Tetap semangat dong puasanya. Tapi, ada enggak di antara kamu yang enggak bisa berpuasa karena sakit? Hmm, sabar ya, Guys. Semoga sakitmu bisa menggugurkan dosa, and don't forget untuk menggantinya setelah Ramadan usai.
Guys, pernah enggak kamu berobat ke dokter spesialis? Kita semua tahu dong, kalau dokter spesialis akan mengobati penyakit yang lebih spesifik, seperti penyakit paru-paru, THT, mata, dll. yang enggak dapat ditangani oleh dokter umum. Tapi kamu tahu enggak? Ternyata untuk menjadi dokter spesialis itu enggak mudah, lho. Kabarnya, banyak dana yang harus dikeluarkan oleh seorang calon dokter spesialis. Hmm, benar enggak, sih?
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin membeberkan besarnya biaya yang harus dikeluarkan oleh calon dokter dan dokter spesialis. Bahkan untuk mengurus proses izin praktik saja, harus melalui tahap yang berbelit dan mahal. Akibatnya, banyak dokter yang enggak mau melanjutkan ke jenjang spesialis. Kata Pak Menkes, butuh dana Rp6 juta untuk dapat Surat Tanda Registrasi (STR) dan Surat Izin Praktik (SIP) untuk dokter spesialis (Detik.com, 19/3/2023). Ck.ck.ck!
Bayangkan, Guys, kalau ada ribuan dokter yang mengurus STR 'kan jadi ratusan miliar tuh! Belum lagi untuk memperoleh STR calon dokter harus mempunyai 250 Satuan Kredit Profesi (SKP) yang bisa didapatkan dari mengikuti seminar yang enggak gratis juga. Hmm, wajar ya kalau kalangan masyarakat beranggapan, berobat itu mahal, wong mau jadi dokternya aja mahal.
Tapi pernyataan Pak Menkes dibantah oleh pihak Ikatan Dokter Indonesia, lho. Menurut Ketua Umum IDI dr. Adib Khumaidi, Sp.OT., memang ada pungutan biaya untuk dapat izin praktik tapi besarannya masih dalam batas wajar. Biaya yang dibebankan kepada dokter adalah iuran keanggotaan IDI dan perhimpunan masing-masing dokter spesialis yang besarannya rata-rata Rp100 ribu.
Duh, kok antara Kementrian Kesehatan dan IDI kayak saling lempar dan serang begitu, sih? Harusnya 'kan bisa bareng-bareng. Sebenarnya siapa, sih, yang paling berwenang untuk mengurus perizinan dokter? Well, apa pun itu, permasalahan ini jadi semakin membuka tabir semrawutnya masalah dunia kesehatan di negeri kita ya, Guys.
Benang Kusut Bidang Kesehatan
Guys, permasalahan dokter spesialis hanyalah secuil dari segudang permasalahan bidang kesehatan negeri kita. Kamu tahu enggak, video yang viral di dunia maya tentang perbedaan perlakuan tenaga kesehatan kepada pasien BPJS dan umum? Meskipun sudah ada klarifikasi dan permintaan maaf dari pembuat video, tetap saja masyarakat sudah terlanjur marah. Tetapi, bisa jadi, sih, perbedaan tersebut memang terjadi di lapangan.
Belum lagi kasus gagal ginjal akut yang menimpa anak-anak gegara konsumsi obat yang mengandung bahan berbahaya beberapa waktu lalu. Duh, kok seperti enggak ada bagusnya, ya, dunia kesehatan negeri kita? Wajar kalau Presiden Jokowi jadi galau karena rakyatnya lebih suka berobat ke luar negeri. Mungkin karena enggak puas dengan dokter dan fasilitas kesehatan negeri kita. Miris 'kan?
Guys, benang kusut kedokteran dan kesehatan negeri ini sebenarnya efek dari diterapkannya liberalisasi di bidang kesehatan. Sama seperti pendidikan, kesehatan pun saat ini sudah dikomersialkan dan enggak lagi jadi tanggung jawab negara secara penuh. Alhasil, kesehatan jadi kebutuhan tersier alias barang mewah buat rakyat miskin. Dokter pun jadi korbannya. Berbagai pungutan yang dibebankan kepada dokter pun menjadi bukti kalau kesehatan seakan-akan jadi komoditas niaga. Pernah dengar enggak ungkapan orang miskin dilarang sakit?
Kalau menurut kamu, wajar enggak, sih, berbagai pungutan itu dibebankan kepada dokter? Meskipun kita enggak memungkiri juga, ya, masih banyak kok dokter yang berhati mulia. Enggak segan-segan mereka rela dibayar murah bahkan gratis demi menolong pasien kurang mampu. Tapi kondisi ini sangat jarang, Guys, apalagi untuk dokter spesialis. Bayangkan kalau banyak dokter umum yang enggan jadi dokter spesialis karena ribetnya prosedur. Berapa banyak masyarakat yang butuh ditangani oleh dokter spesialis tak dapat tertolong?
Dokter Berkualitas dan Fasilitas Kesehatan Prima
Guys, kamu pernah dengar nama Ibnu Sina? Itu lho, salah seorang ilmuwan muslim yang concern di bidang kesehatan. Bahkan tulisan-tulisan beliau tentang ilmu pengobatan menjadi rujukan kedokteran dunia, lho. Ibnu Sina ada di masa kekhilafahan Islam, di mana bidang kedokteran saat itu sedang maju-majunya.
Khalifah sebagai pemimpin negara menyediakan semua kebutuhan yang berhubungan dengan kesehatan, seperti rumah sakit, dokter, tenaga kesehatan, obat, dan berbagai fasilitas yang dibutuhkan dengan kualitas terbaik. Kerennya lagi semua bisa diakses rakyat secara gratis alias enggak usah bayar. Keren enggak tuh? Semua dilakukan khalifah karena kesehatan adalah hak seluruh rakyat. Semua berhak mendapatkannya tanpa memandang status sosial dan agama.
Dokter-dokter akan selalu di- upgrade keahliannya secara berkala demi kemaslahatan umat. Tentu saja khalifah akan menyiapkan seluruh perangkat sesuai kebutuhan dokter, tanpa prosedur rumit dan berbayar. No ribet-ribet deh. Semua dilakukan khalifah sebagai bentuk tanggung jawabnya sebagai raa'in atau pengurus rakyatnya. Sebagaimana sabda Nabi saw.
"Imam (Khalifah) adalah raa'in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya." (HR. Bukhari)
So, Guys, menjadi dokter spesialis sesuai dengan keahlian no ribet no bayar sebenarnya enggak cuma khayalan doang, kok. Memang, sih, rasanya mustahil akan didapatkan pada kondisi sekarang dan memang hanya bisa kita dapatkan saat negeri ini menerapkan aturan yang berasal dari Allah Swt.. Seperti pada masa kegemilangan Islam itu, lho. Nah tugas kita nih sebagai generasi muda muslim untuk mewujudkannya. Kamu mau enggak kalau lagi sakit bisa ditangani dokter yang ahli di bidangnya tanpa galau memikirkan biaya? Mau dong, masa enggak! Wallahu a'lam bishawab.[]