Berlarilah, Jangan Berjalan!

"Sudah seharusnya kesadaran akan bahaya sekularisme ini menjadi tindakan nyata. Kita harus meninggalkan ide rusak ini dengan cara mencampakkannya dari kehidupan, lalu bersegera menggantikannya dengan sistem Islam yang menjadi rahmat bagi sekalian alam."

Oleh. Yana Sofia
(Tim Penulis Inti Narasipost.Com)

NarasiPost.Com-Pernah dikejar sesuatu yang menakutkan, Guys? Dikejar orang gila atau anjing, misalnya? Nah, penulis dua-duanya pernah. Rasanya sulit untuk dijelaskan, saking menakutkan. Jika bisa berharap, penulis tak ingin mengulang kejadian itu lagi.

Ini terjadi saat penulis masih duduk di bangku SMP. Ceritanya, penulis ke rumah nenek yang lokasinya dekat persawahan. Tiap hari libur penulis sering banget ke sana. Karena di sana banyak lokasi untuk bermain seperti sungai, kebun durian, dan sawah-sawah yang terbentang luas tentunya. Gak tanggung-tanggung hari itu penulis mengajak banyak teman, untuk menjelajahi sawah orang tanpa tahu ada bahaya yang menunggu di sana.

Ya, namanya juga masih ingusan, Guys! Di benak hanya ada main dan bersenang-senang. Kami gak tahu bahwa di sawah itu ada anjing penjaganya. Lagi asyik jalan-jalan melalui pematang sawah yang asri di tengah hamparan padi yang sedang dipanen, kami bertemu anjing yang garang.

Astagfirullah, begitu moncong anjing bertemu muka dengan salah satu teman penulis, dia menjerit histeris. Kami yang di belakang barisan yang berjejer bak anak bebek ikut induknya pun ikut menjerit ketakutan. Jadilah barisan kacau karena semua lari kalang kabut menyelamatkan diri masing-masing.

Saat itu, sekuat tenaga kami berlari. Tak peduli suara kiri-kanan yang meminta kami jangan lari. Ada yang nangis, ada yang ketakutan, ada yang jatuh juga, Guys! Subhanallah, pokoknya itu hari yang sangat menakutkan untuk dikenang.

Alhamdulillah, tak berselang lama pemilik anjing ikutan lari mengejar anjingnya yang tengah fokus memburu kami. Atas perintah sang tuan, si anjing nakal pun berhenti. Dia memarahi anjingnya dan membawanya kembali sembari melempar pandangan tidak senang ke kami. Tentu saja kami heran, kenapa kami harus diperlakukan begitu? Ya Rabb! Tentu saja pemilik kebun marah. Padinya sudah patah-patah terinjak saat kami sedang berusaha menyelamatkan diri. Kami pun malu, sekaligus menyesal.

Itu baru satu kisah, Guys! Cerita berikutnya dikejar orang gila. Nah, kisah ini terjadi saat penulis sudah di bangku kuliah. Suatu hari sepulang dari hangout bareng teman, salah satu teman penulis sakit perut sambil mengaduh. Dari pada nanti pingsan tengah malam, gak ada orang dewasa untuk dicari bantuan, kami sekos mengusulkan untuk dibawa saja ke rumah sakit. Berhubung yang sakit masih kuat jalan kaki dan rumah sakit pun lokasinya dekat. Jadi kami putuskan pergi berdua, sementara teman-teman lain menyusul.

Singkat cerita, kami sudah di perjalanan nih mengikuti jalan raya yang mulai sepi oleh kendaraan dan orang-orang yang biasanya berjualan di sisi kiri dan kanan jalan. Sampai mata kami menangkap gerbang rumah sakit, di situlah kami bertemu orang gila. Kami saling tatap dengan pandangan awas, sangat berharap si orang gila gak terusik, dan mengganggu kami yang sedang diberi ujian. Eh, harapan kami meleset, Guys. Si orang gila mendekat dan langsung mengejar dalam jarak dekat.

Ya Allah, kaget banget, Guys! Lagi-lagi penulis harus merasakan dikejar oleh sesuatu yang menakutkan. Di saat itu, tentu saja kami berusaha berlari sekuat tenaga, di mana di saat yang sama orang yang "sakit" itu juga mengejar kami sekuat tenaga. Rasanya tak kalah menakutkan dengan dikejar anjing di kisah pertama. Apalagi kondisinya tengah malam dan lokasinya agak sepi. Dalam kondisi itu, penulis bahkan lupa apakah teman penulis yang sakit itu kuat berlari? Dan ternyata dia kuat, Guys, seolah tak merasakan sakit apa-apa kecuali fokus berlari, hingga kami pastikan aman.

Masyaallah, Guys! Dua kisah tersebut mengandung pelajaran berharga untuk penulis dan teman penulis juga. Karenanya penulis ingin membagikan kisah ini agar kita bisa memetik hikmah darinya.

Pertama, berlari dari bahaya adalah reaksi normal bagi setiap manusia. Berlari adalah salah satu upaya bagi kita untuk terhindar dari bahaya yang kita takutkan mengancam keselamatan jiwa.
Kedua, karena berlari adalah upaya untuk menghindari bahaya, maka hal ini tentunya related dengan bahaya-bahaya lainnya yang tak kalah mengancam. Misalnya bahaya pornografi, seks bebas, narkoba, dan hal-hal lain yang kita yakini itu fix menimbulkan kerusakan yang fatal. Kita wajib berlari darinya.

Setelah penulis hijrah, penulis menyadari bahwa menjauhi bahaya apa pun jenisnya tidak bisa dengan berjalan, sambil berargumen "pelan-pelan saja!" Saat kita sudah tahu ada bahaya yang siap menerkam kita, kita wajib menghindarinya dengan "berlari" sekuat tenaga, bukan malah berjalan santai atau pasrah. Jelas, ini bunuh diri namanya!

Jadi, gak bisa penulis bayangkan jika saat anjing mengejar kami hanya diam. Pun, di kisah kedua saat orang gila tiba-tiba menyerbu kami tanpa aba-aba, dan kami hanya menunggu pasrah. Mustahil, Guys, refleks manusia pasti akan menghindari bahaya, dan lari sekencang-kencangnya.

Karenanya, kita wajib merasa awas. Jika ada muslim yang tidak mau lari dari bahaya kemaksiatan kendati tahu bahwa kemaksiatan tersebut bisa mencelakakannya. Hal ini menunjukkan bahwa sekularisme sudah semakin merasuk ke jiwa umat. Umat tidak lagi paham, bahwa segala masalah yang melandanya tidak lain karena meninggalkan Islam sebagai landasan kehidupan.

Berbagai nestapa umat berupa kemiskinan, kebodohan, hingga degradasi moral lahir dari ide sekularisme yang memisahkan Islam dari kehidupan. Berkat sekularismelah rakyat hari ini harus mati karena lapar, saling membunuh karena berebut jabatan dan kekuasaan. Sementara generasinya tenggelam dalam kebodohan, melakukan prostitusi, seks bebas, narkoba, hingga tawuran.

Dari berbagai bahaya inilah, seharusnya umat bersegara "lari" untuk menyelamatkan diri. Bukan sebaliknya berjalan pelan-pelan, sambil mengatakan bahwa sistem Islam adalah metode masa lalu yang usang. Karena pada faktanya, ide sekularisme inilah ide yang usang, paham yang dipakai masyarakat jahiliah terdahulu sebelum datangnya Islam.

Kita bisa perhatikan output masyarakat sekuler hari ini sangat mirip dengan masyarakat jahiliah terdahulu. Saling membunuh, menjarah, menindas yang lemah. Sementara berbagai kebijakan hadir bukan untuk menyolusi, malah memfasilitasi berbagai penjajahan baik itu pemikiran, pergaulan, hingga SDA. Bukankah kondisi ini sangat menyeramkan, Guys? Lalu kenapa kita memilih berjalan santai, bukannya berlari sejauh-jauhnya dari ide bobrok ini?

Apalagi penduduk negeri kita adalah mayoritas muslim, Guys! Sudah seharusnya kesadaran akan bahaya sekularisme ini menjadi tindakan nyata. Kita anggap saja ide ini bak orang gila yang mengejar dan ingin mencelakakan kita. Maka upaya kita terhindar darinya tidak lain dengan meninggalkan ide rusak ini dengan cara mencampakkannya dari kehidupan, lalu bersegera menggantikannya dengan sistem Islam yang menjadi rahmat bagi sekalian alam. Sebagaimana firman Allah Swt. dalam surah Ali Imran ayat 133, 

“Dan bersegeralah kamu mencari ampunan dari Tuhanmu dan mendapatkan surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa.”

Wallahua'lam bishawab.[]


Photo : Pinterest

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Tim penulis Inti NarasiPost.Com
Yana Sofia Tim Penulis Inti NarasiPost.Com. Sangat piawai dalam menulis naskah-naskah bergenre teenager dan motivasi. Berasal dari Aceh dan senantiasa bergerak dalam dakwah bersama kaum remaja.
Previous
Pelajaran dari Perjalanan
Next
Membangun Syakhsiyah Islami Sejak Dini
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram