"Sejak dahulu, tidak ada yang mempermasalahkan azan. Umat beragama bisa hidup rukun, saling toleransi dan menghargai ibadah umat beragama lainnya."
Oleh. Ana Nazahah
(Kontributor Tetap NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Gaes, berita mengejutkan menjadi headline di berbagai media ternama saat ini. Berita yang lagi-lagi menyakiti hati mayoritas umat bangsa ini. Adalah Menag Yaqut Cholil Qoumas, ia membandingkan suara azan dengan gonggongan anjing dalam wawancaranya dengan salah satu media di Pekanbaru, Riau. Dikutip, Okezone.com Kamis, (24/2/2022).
Mulutmu adalah Harimaumu
Apa yang terlintas di pikiranmu, Gaes! Saat mendengar pejabat publik dengan beraninya menyamakan suara azan dengan suara anjing. Greget nggak, sih? Marah, kesal tapi ditahan dengan istigfar, sambil ngelus-ngelus dada. Tak bisa dimungkiri. Jelas, Gus Yakut, begitu beliau akrab disapa, telah menyakiti mayoritas umat bangsa ini.
Hasilnya, Gaes, kegaduhan tak dapat dielakkan. Pejabat publik yang tidak menjaga lisannya, tidak memfilter apakah bahasa dan maklumatnya akan menyakiti umat atau tidak, telah memicu reaksi berbagai elemen masyarakat. Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Cholil Nafis melalui cuitannya, sampai menyebut nama Allah berkali-kali, saking merasa ngeri dengan ucapan Gus Yakut.
Tak terkecuali, imam masjid kota New York, Syamsi Ali. Ia pun ikut berkomentar, meminta Menag Yaqut koreksi diri. Lebih memperhatikan lagi, bagaimana berkomunikasi dalam menyampaikan sesuatu. Menurutnya, ucapan Gus Yakut telah menimbulkan kesalahan fatal. Dilansir Suarasurakarta.id, Kamis (24/2/2022).
Maka benarlah, Gaes! Seperti kata pepatah, "Mulutmu adalah harimaumu." Kata-kata yang keluar bisa saja menerkam pemiliknya. Hingga Kamis, 24 Februari, tagar #TangkapYakut menjadi trending topik di Twitter. Buah dari apa yang telah diucapkannya. Akibat dari menciptakan kegaduhan umat beragama dan berbangsa.
Siapa yang Anti Azan?
Usut punya usut neh, Gaes! Semua bermula saat Gus Yakut tengah menjelaskan perihal terbitnya aturan Surat Edaran (SE) No 05 tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara alias toa di masjid dan musala. Undang-undang ini sendiri banyak menuai pro kontra. Khususnya bagi kaum muslim.
Dalam Islam, azan adalah simbol agung panggilan untuk beribadah kepada Allah Swt. Sekaligus ungkapan kerinduan muazin kepada Rabb-nya. Alangkah suci dan tingginya makna azan, barang siapa yang berdoa antara azan dan ikamah, maka tak akan ditolak doanya. Sebagaimana sabda Rasulullah, “Tidak ditolak doa yang dipanjatkan di antara azan dan iqamat.” (HR. Abu Daud, At-Tirmidzi, An-Nasai, Ibnu Sunni, dan lainnya).
Terlebih, Gaes! Sejak dahulu, tidak ada yang mempermasalahkan azan. Umat beragama bisa hidup rukun, saling toleransi dan menghargai ibadah umat beragama lainnya. Namun, seiring waktu malah penerapan azan dipolemikkan. Fakta diputarbalikkan. Kini justru azan lah yang dianggap intoleran. Kan ini lucu, Gaes!
Sebenarnya, apa yang menyebabkan suara azan dianggap intoleran adalah tuduhan mengada-ada. Salat lima waktu terbagi di Subuh, Zuhur, Asar, Magrib dan Isya. Azan untuk mengingatkan kaum muslim bahwa sudah tiba waktu salat, sekaligus penanda agar bersama-sama ke masjid untuk salat berjemaah. Selain syariat Allah, azan pun merupakan syiar Islam yang sudah semestinya diperdengarkan ke orang-orang.
Di empat waktu, yakni Zuhur, Asar, Magrib dan Isya, suara azan biasanya berlomba-lomba dengan deru mesin, mobil, dan hiruk-pikuk manusia yang sedang menunaikan tugas di atas bumi-Nya. Tinggal satu waktu. Satu-satu waktu azan berkumandang dan manusia biasanya tengah tertidur lelap. Yakni subuh. Namun, azan di waktu subuh adalah waktu produktif seseorang bangun dari istirahat. Bertebaran di muka bumi, menunaikan kewajibannya masing-masing. Baik sekolah, ke kantor, ke pasar, atau ke sawah. Maka, siapa yang sebenarnya terganggu dengan suara azan? Azan tidak mencederai fitrah manusia.
Gara-gara Islamofobia
Mungkin kamu sudah sering mendengar istilah islamofobia ini, Gaes! Menurut istilah, islamofobia ini bermakna sikap tidak suka yang berlebihan terhadap Islam dan muslim. Kalo disederhanakan anti-Islam dan syariat, istilahnya.
Nah, islamofobia sendiri berasal dari Barat. Pertama sekali populer setelah peristiwa 11 September 2001. Sejak itu, sikap anti-Islam dan segala simbol-simbol Islam semakin gencar terjadi di dunia Barat. Seperti pelarangan hijab, larangan azan, dan larangan membangun masjid.
Namun, seiring waktu sikap anti-Islam ini telah merambah ke negeri-negeri mayoritas muslim. Larangan berhijab, cadar, celana cingkrang di tempat-tempat resmi sudah mulai terdengar masif. Pun tidak terkecuali suara azan. Sepertinya negeri mayoritas muslim ini sedang berlomba-lomba mengikuti gaya islamofobia yang diterapkan Barat.
Pertanyaannya adalah, masa iya, pola pikir dan pola sikap kita sama dengan mereka? Hey! Kita ini umat Islam dan umat dengan agama terbesar bangsa ini. Masa iya, suka rela mengikuti apa yang mereka inginkan? Bukankah dengan begitu mereka tak perlu bersusah payah mengeluarkan kita dari Islam. Kita cukup mengikuti kehendak mereka, anti dengan agama kita sendiri. Proyek islamofobia akhirnya berhasil.
Kesimpulan
Gaes! Sebenarnya islamofobia apa pun bentuknya adalah bentuk lain terhadap penodaan dan penistaan agama. Bahkan bertentangan dengan sila pertama pancasila yakni Ketuhanan yang Maha Esa. Jika negara kita ingin maju, seharusnya pemimpin menciptakan kondisi yang sehat, hidup rukun antarumat beragama.
Pejabat adalah dia yang mampu mengayomi umat, bukan malah menciptakan blunder fatal dan memicu kegaduhan antarumat. Apalagi jika ia adalah pejabat muslim. Wajib baginya berpihak pada Islam, bukan malah anti-Islam. Jika terbukti seorang pejabat pro terhadap islamofobia, dan memaksakan islamofobia terhadap umat. Maka berhenti untuk mengikutinya. Karena ia hanya akan membawa umat terperosok ke dalam curamnya jurang kehancuran.
Rasulullah saw. bersabda:
سَيَكُونُ عَلَيْكُمْ أُمَرَاءُ يَأْمُرُونَكُمْ بِمَا لاَ تَعْرِفُونَ وَيَفْعَلُونَ مَا تُنْكِرُونَ فَلَيْسَ لاِؤلَئِكَ عَلَيْكُمْ طَاعَةٌ.
“Kalian akan dipimpin oleh para pemimpin yang memerintah kalian dengan hukum yang tidak kalian ketahui (imani). Sebaliknya, mereka melakukan apa yang kalian ingkari. Sehingga terhadap mereka ini tidak ada kewajiban bagi kalian untuk menaatinya.” (HR. Ibnu Abi Syaibah).
Wallahu'alam…[]