"Allah Swt. menciptakan laki-laki dan perempuan sudah sedemikian proporsional, sehingga ketika pun sama-sama terjun di ranah publik, akan berjalan pada porsinya masing-masing. Nggak akan dijumpai penindasan terhadap kaum perempuan seperti yang terjadi di sistem kapitalis-sekuler saat ini."
Oleh. Miladiah al-Qibthiyah
(Wakil Redpel NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Hai.. Hai.. Hai.. Yang merasa kaum perempuan pada ingat nggak tanggal 8 Maret kemarin itu hari apa? Yup… 8 Maret adalah hari bersejarah bagi sebagian kalangan perempuan. Mereka menjulukinya sebagai "Internasional Women's Day" (IWD) atau Hari Perempuan Sedunia. Tau nggak, setiap perayaan IWD pasti selalu mengangkat tema yang berbeda. Kok gitu? Berarti IWD ini ada tujuan yang khas dong yang hendak dicapai? Ya iyalah, Guys. Namanya aja Hari Perempuan Sedunia. Artinya ada "sesuatu" yang berkaitan dengan kaum perempuan kudu dikampanyekan ke khalayak.
Jadi, awalnya tema di IWD ini diberikan pada tahun 1996. Saat itu, PBB mengumumkan tema perayaan Hari Perempuan Sedunia berupa "Celebrating the past, Planning for the Future". Di tahun berikutnya, diusung lagi tema yang berbeda, yaitu "Women at the Peace table". Sementara pada tahun 1998, IWD mengangkat tema "Women and Human Rights" dan di tahun 1999 tema yang diangkat adalah "World Free of Violence Against Women". Nah,,, khusus untuk 8 Maret 2022 tahun ini, _International Women's Day mengusung tema "Break The Bias".
Yeah, secara sekilas temanya memang tampak berbeda. Tapi sejatinya tujuan yang hendak dicapai hanya satu yaitu menuntut kesetaraan gender di berbagai bidang. Wait.. Wait.. Jadi maksudnya para perempuan ini mau setara kedudukannya sama laki-laki gitu? Ya iyalah, Guys. Mereka ingin disamakan hak dan kewajibannya dengan laki-laki khususnya di ruang publik. Katanya sih beberapa kalangan menilai kaum perempuan tertindas hak-haknya di ranah publik.
Oke, balik ke tema IWD 2022 ini. Tagar #BreakTheBias sudah ramai di jagat Twitter. Melansir laman IWD, tema tersebut dipilih untuk merayakan pencapaian perempuan di seluruh dunia di bidang sosial, ekonomi, budaya, dan politik, Guys. Menurut mereka, perempuan dari berbagai latar sosial budayanya selalu memiliki bias, stereotip, dan diskriminasi selama ini. Akibatnya, kesetaraan gender sulit untuk dicapai. Jadi bertanya-tanya kan, bias yang dimaksud di sini yang gimana, sih?
Oke.. Oke.. Mereka menilai bias tersebut bisa saja datang dari komunitas, tempat perempuan bekerja, sekolah, perguruan tinggi, dan lingkungan di sekitar. Oleh karena itu, kampanye #BreakTheBias mengajak seluruh masyarakat di dunia untuk berupaya memiliki kesadaran terhadap bias yang selama ini menempel pada perempuan dan berupaya mematahkannya. Kedengarannya serius banget ya, Guys. Apa iyya perempuan di dunia ini benar-benar mengalami penindasan sampai-sampai ditetapkan Hari Perempuan Sedunia? Daripada skeptis, kita tengok dulu aja, yuk sejarahnya!
Sejarah Internasional Women's Day
Dilansir dari Indian Times, IWD pertama kali dirayakan oleh warga AS (Amerika Serikat) pada 28 Februari 1909. Saat itu, Partai Sosialis Amerika mendeklarasikan Hari Perempuan Nasional pertama, Guys. Singkat cerita, mereka menghormati pemogokan pekerja garmen yang terjadi setahun sebelumnya, yakni 1908 ketika para perempuan memprotes kondisi kerja mereka. Saat itu, sebanyak 15.000 perempuan berunjuk rasa, berbaris melintasi New York dengan tujuan menuntut jam kerja yang lebih pendek, gaji yang lebih baik, serta hak untuk memilih bagi mereka.
Selanjutnya, seorang aktivis komunis dan advokat, Clara Zetkin di Jerman, menyarankan pembentukan Hari Perempuan internasional. Dia menyarankan agar setiap negara merayakan IWD setiap tahunnya sebagai upaya untuk menyuarakan tuntutan kolektif perempuan. Ide Clara Zetkin harus direalisasikan bagaimanapun caranya. Maka dari itu, ia mengusulkannya ke Konferensi Internasional Perempuan Pekerja di Kopenhagen pada 1910.
Nggak disangka, ternyata ada sekitar 100 perempuan dari 17 negara menyetujui ide Clara Zetkin tersebut. Dari sinilah Clara Zetikin dikenal sebagai pelopor Internasional Women's Day atau Hari Perempuan Sedunia. Saat itu lebih dari satu juta perempuan dan laki-laki melakukan demonstrasi pertama IWD dengan tujuan menuntut hak-hak perempuan untuk bekerja, mengikuti pemilu, memegang jabatan publik, mengakhiri diskriminasi, dan memperoleh pelatihan.
Lanjut, berdasarkan catatan IWD, jelang Perang Dunia I (1913 – 1914), Internasional Women's Day disepakati untuk dirayakan setiap tahun pada tanggal 8 Maret. Tak hanya di Amerika, Guys, gerakan perempuan juga terjadi di Eropa yang mengadakan demonstrasi melawan perang dan mengekspresikan solidaritas perempuan. Saat itu demonstrasi terjadi di Inggris dan Rusia. Hingga pada 1975, IWD diakui secara resmi oleh PBB yang disusul keputusan Majelis Umum untuk merayakan Hari Perempuan Internasional setiap tahunnya mulai dari 1977.
#BreakTheBias, What's The Meaning?
Cek per cek #BreakTheBias adalah mengajak seluruh masyarakat di belahan dunia untuk mendobrak bias atau stereotipe yang sering kali melekat pada perempuan. #BreakTheBias juga diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat untuk bersikap adil terhadap perbedaan yang ada di dunia sehingga dapat tercipta kesetaraan gender.
Gagasan tentang kesetaraan gender saat ini bukan lagi hal yang tabu untuk dibicarakan. Akibat kampanye IWD dari tahun ke tahun, perempuan pada akhirnya memiliki kesempatan berada di pemerintahan, kesetaraan yang lebih besar adalah dalam hak-hak legislatif dan apresiasi terhadap pencapaian mereka di berbagai bidang.
BreakTheBias ini juga mendobrak adanya ketidaksetaraan upah antara perempuan dan laki-laki, juga kasus-kasus kekerasan domestik yang lebih dominan dialami perempuan. Sampai-sampai diakui ada ranah-ranah tertentu di mana perempuan sangat rentan mengalami kekerasan. Pertama, ranah personal. Beberapa data menunjukkan pelaku kekerasan dilakukan oleh orang yang dekat dengan perempuan (korban). Data menunjukkan, pelaku terbanyak adalah pacar, mantan pacar, dan ayah.
Kedua, ranah KDRT. Khusus di Indonesia, Komnas Perempuan menilai angka KDRT (Kekerasan dalam Rumah Tangga) pada 2020 dipengaruhi oleh kondisi Pandemi Covid-19. Data Catahu 2021 menunjukkan, kasus kekerasan terbanyak dialami oleh istri, yaitu 50 persen dari total kasus yang dilaporkan. Jumlah tepatnya adalah 3.221 kasus. Ketiga, ranah komunitas. Masih dalam Catahu, ranah komunitas juga tak luput dari kasus kekerasan terhadap perempuan, terutama bentuk kekerasan seksual. Menurut Komnas Perempuan, tren kekerasan sekual di ranah komunitas meningkat pesat.
Keempat, ranah pendidikan. Kekerasan seksual juga terjadi di area kampus atau sekolah. Dalam data pelaku, Komnas Perempuan mencatat kasus kekerasan seksual di ranah pendidikan yang dilakukan oleh guru sebanyak 28 kasus, sedangkan oleh dosen sebanyak 9 kasus. Kelima, ranah negara. Catatan Komnas Perempuan menunjukkan, ada 29 kasus kekerasan yang dilakukan oleh para pejabat dan aparat negara. Kasus kekerasan terhadap perempuan yang dilakukan oleh negara berkaitan dengan hukum, penggusuran, kebijakan diskriminatif, konteks tahanan dan serupa tahanan.
Kalau dipikir-pikir ngeri juga ya, Guys nasib yang dialami perempuan masa kini. Tapi kudu diingat, apalagi kita sebagai perempuan muslim, tidak mesti kesetaraan itu dituntut di semua aspek kehidupan. Secara biologis, keadaan fisik perempuan dan laki-laki itu berbeda. Ada ranah yang memang hanya bisa dikerjakan oleh laki-laki dan tidak bisa dikerjakan oleh perempuan. Kita nggak bisa memaksakan itu. Kalau dipaksa, Bila-bisa kita menabrak rambu-rambu syariat, bahkan menyalahi fitrah kita sebagai perempuan. So, perlu diluruskan neh, Guys, makna kesetaraan yang sesungguhnya, yang sesuai porsinya dan proporsional dikerjakan baik laki-laki maupun perempuan.
Meluruskan Makna
Guys, kesetaraan yang dicita-citakan oleh para pegiat gender sejatinya mustahil dapat diwujudkan. Why? karena bertentangan dengan kodrat manusia. Simak baik-baik, ya. Aku serius neh! Secara fitrah, Allah Swt. telah menciptakan laki-laki dan perempuan tidak sama. Masing-masing dari mereka memiliki tugas yang secara khas sesuai dengan kodrat mereka. Memaksakan perempuan menjalani tugas laki-laki, seperti mencari nafkah dan menjadi pemimpin dalam hierarki pemerintahan, dijamin akan memberikan beban berkali lipat kepada perempuan.
Beban berlipat atau ganda ini tentu akan memberikan dampak buruk bagi anak-anaknya. Tak bisa dimungkiri lagi peran perempuan sebagai ibu akan terabaikan jika dipaksa setara dengan beban laki-laki. Efeknya bisa fatal ke anak lho, Guys, jika peran ibu ini ditinggalkan. Anak-anak mereka akan tumbuh tanpa bimbingan dan sangat potensial melakukan berbagai kenakalan remaja, sebagaimana yang ditunjukkan dalam berbagai penelitian dan mudah terindra dalam realita kehidupan masa kini.
Di balik IWD ini, para pegiat gender menginginkan kesejahteraan. Padahal, kesejahteraan perempuan ini tidak akan pernah terwujud dalam sistem kapitalisme-demokrasi-sekuler. Kita bisa saksikan sendiri, pada praktiknya perempuan dieksploitasi dan mendapat upah yang jauh lebih rendah kan, Guys. Para pemilik modal juga nggak akan pernah rela memberi upah yang tinggi karena mereka berpegang pada prinsip ekonomi kapitalis, yaitu mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya dari modal yang sekecil-kecilnya. Oleh karena itu, kesetaraan upah dan 12 bidang kritis yang dianggap perlu diwujudkan oleh catatan pegiat gender agar setara dengan laki-laki tidak akan pernah terwujud.
Jadi sudah amat jelas ya, Guys, bahwa makna kesetaraan yang diusung oleh para pegiat gender akan sulit diwujudkan. Selain karena sisi biologis perempuan dan laki-laki itu beda, kodrat dan fitrahnya pun berbeda. Dan memang benar Allah Swt. menciptakan laki-laki dan perempuan sudah sedemikian proporsional, sehingga ketika pun sama-sama terjun di ranah publik, akan berjalan pada posrinya masing-masing. Nggak akan dijumpai penindasan terhadap kaum perempuan seperti yang terjadi di sistem kapitalis-sekuler saat ini.
Emang Islam membolehkan perempuan bekerja? Boleh dong. Islam juga nggak sekaku itu kali, Guys. Bekerja bagi perempuan itu tetap dihukumi mubah. Silakan saja. Asal, tugas utama sebagai ibu dan pengatur rumah tangga tidak terabaikan, tidak terbengkalai, harmonisasi dalam rumah tangga tetap utuh. Jangan sampai karena ngotot mau "keluar rumah" yang terjadi bukan lagi keharmonisan, tetapi justru malapetaka yang mengguncang rumah tangga. Naudzubillah.
Kesejahteraan Perempuan dalam Islam
Terciptanya kesejahteraan terhadap kaum perempuan hanya bisa digantungkan pada Islam. Islam lah yang menjadi satu-satunya harapan. Allah Swt. menurunkan sistem kehidupan yang sempurna dan paripurna untuk mengatur ranah perempuan yang sesuai fitrahnya. Islam benar-benar telah menetapkan berbagai hukum untuk manusia sebagaimana sifatnya sebagai manusia. Islam juga menetapkan hukum-hukum yang bersifat khas bagi laki-laki maupun perempuan.
Adanya perbedaan hukum ini bukanlah menjadikan perempuan lebih rendah ya, Guys. Tidak sama sekali! Mengapa? karena kemuliaan manusia di dalam Islam terletak pada ketakwaannya kepada Allah Swt. Perbedaan hukum ini semisal mencari nafkah hanya diwajibkan dan dibebankan pada laki-laki, pun dalam kasus warisan, laki-laki mendapat dua kali lipat dari bagian perempuan, dan masih banyak lagi. Apa yang Allah ciptakan yang sudah mutlak menjadi fitrahnya akan menjamin perwujudan peran masing-masing di antara laki-laki dan perempuan.
Islam juga menetapkan negara sebagai pengatur urusan umat, yang wajib memenuhi kebutuhan umat, baik laki-laki maupun perempuan. Mekanisme aturan sempurna yang dimiliki oleh Islam akan menjamin pemenuhan kebutuhan pokok setiap individu umat. Islam justru melarang negara berbuat sewenang-wenang dalam melayani rakyatnya. Termasuk pada ranah eksploitasi perempuan di ruang publik. Sungguh, hanya di dalam Islam kaum perempuan memperoleh keadilan dan kesejahteraan. Sebab, semua aturan kehidupan dilandaskan pada syariat Islam yang bersumber dari Allah azza wa jalla, yakni Zat Yang Mahaadil bagi seluruh hamba-hamba-Nya. Wallahu a’lam bi ash-shawab.[]
Fix!!! Hanya Islam yang mampu memberikan kesejahteraan dan kemuliaan pada kaum perempuan.