Bersikap baik, menghargai, dan memuliakan tetangga merupakan kewajiban yang harus ditegakkan dan wasilah hidup bertetangga sampai surga.
Oleh. Afiyah Rasyad
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Syahdan, hidup bersosialisasi itu adalah sebuah keniscayaan. Sobat, kehidupan sosial masyarakat akan dijumpai manakala kita hidup bertetangga. Sedari kecil hingga dewasa, setiap orang bakal berinteraksi dengan orang lain, lo. Entah jual beli, pinjam-meminjam, tolong-menolong, bertegur sapa saat berjumpa di jalan, main ke rumah teman sepermainan, atau apalah, tentu akan membuat siapa pun berinteraksi, Sobat. Mau tidak, jika interaksi yang dilakukan itu mengantarkan kita bertetangga sampai surga?
Bertetangga yang Baik
Duhai, kagak mungkin banget manusia itu mengisolasi diri alias menarik diri dari kehidupan bermasyarakat. Sobat, semua orang tentu membutuhkan orang lain dalam kehidupan ini. Betul tak? Betul, dong. Meski Sobat sekalian masih muda, milenial, atau remaja, pasti akan interaksi dengan orang lain. Apalagi dengan tetangga yang jarak rumahnya hanya sejengkal, eh, kadang juga hanya berbatas dinding rumah, tentu akan saling sapa. “Misi, Om, misi, Tante,” Begitu kira-kira jika Sobat berjalan di depan rumah tetangga.
Tak jarang juga obrolan antara kawula muda dengan tetangga yang sudah dewasa itu bisa tersambung dengan baik. Ya, memang begitulah seharusnya, Sobat. Kita kudu menjadi tetangga yang baik. Jika perlu kita sempatkan sowan bin berkunjung sekadar untuk menanyakan kabar atau mengobrol barang sebentar. Duh, kayak mak-mak dan bapak-bapak saja. Eh, jangan begitu, Sobat! Bagaimana pun jua, kita memang harus menjalin hubungan baik dengan tetangga.
Siapa saja tetangga itu? Tentu Sobat tahu, tetangga itu adalah orang yang rumahnya dekat dengan kita. Kalau dalam KBBI disebutkan bahwa tetangga adalah orang yang tempat tinggalnya (rumahnya) berdekatan. Malah sebagian pendapat menyebutkan tetangga itu bahkan yang jarak rumahnya 40 rumah dari rumah kita, Sobat.
Sobat, ingatkah bahwa hidup kita di dunia ini sesuai visi penciptaan Sang Maha Pencipta, yakni beribadah pada-Nya. Di antara tiga dimensi ibadah adalah hubungan kita dengan sesama manusia. Ah, tentu Sobat sekalian sudah tahu itu. Nah, hidup bertetangga merupakan bagian dari hubungan manusia dengan manusia yang lain. Berbuat baik pada tetangga ini sebuah kewajiban, Sobat. Allah taala berfirman dalam surah An-Nisa ayat 36,
وَاعۡبُدُوا اللّٰهَ وَلَا تُشۡرِكُوۡا بِهٖ شَيۡــًٔـا ؕ وَّبِالۡوَالِدَيۡنِ اِحۡسَانًا وَّبِذِى الۡقُرۡبٰى وَالۡيَتٰمٰى وَ الۡمَسٰكِيۡنِ وَالۡجَـارِ ذِى الۡقُرۡبٰى وَالۡجَـارِ الۡجُـنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالۡجَـنۡۢبِ وَابۡنِ السَّبِيۡلِ ۙ وَمَا مَلَـكَتۡ اَيۡمَانُكُمۡ ؕ اِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ مَنۡ كَانَ مُخۡتَالًا فَخُوۡرَا
“Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. Dan berbuat-baiklah kepada kedua orang tua, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat dan tetangga jauh, teman sejawat, ibnu sabil, dan hamba sahaya yang kamu miliki. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang sombong dan membanggakan diri.”
Jelas pakai banget ‘kan, Sobat. Kita kudu berbuat baik pada tetangga dekat ataupun jauh. Mari kita resapi juga dawuh (sabda) Baginda Nabi yang mulia ini,
“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaknya ia muliakan tetangganya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Nah, makin jelas kalau kita ini harus berbuat baik pada tetangga. Senyum, salam, sapa jangan dijadikan ritual tanpa makna, hal itu bisa jadi penyelamat kita , Sobat. So, kita jangan pernah ragu untuk berbuat baik pada tetangga kita karena itu merupakan sebuah kewajiban.
Sobat, menjadi tetangga yang baik itu merupakan sebuah konsekuensi keimanan. Berbuat baik, menghargai, menghormati tetangga merupakan kewajiban yang harus ditegakkan. Apabila kita berupaya menjadi tetangga yang baik, kepada tetangga yang mana pun, insyaallah pahala bagi kita, Sobat.
Hak-Hak Tetangga
Sebagai muslim, kita kan sudah paham kewajiban berbuat baik pada tetangga. Nah, apa saja hak-hak tetangga juga wajib diketahui agar kita bisa terus berbuat baik pada tetangga, Sobat. Memang dalam kehidupan masyarakat, heterogen menjadi sebuah keniscayaan. Perbedaan watak, perangai, latar belakang, taraf ekonomi, dan lainnya adalah fenomena yang menghiasi kehidupan kita, Sobat. Namun demikian, kita tetap harus tahu hak-hak tetangga kita seperti yang disampaikan Baginda Nabi tercinta,
أَتَدْرُونَ مَا حَقُّ الْجَارِ؟ إِنِ اسْتَعَانَكَ أَعَنْتَهُ، وَإِنِ اسْتَقْرَضَكَ أَقْرَضْتَهُ، وَإِنِ افْتَقَرَ عُدْتَ عَلَيْهِ، وَإِنْ مَرِضَ عُدْتَهُ، وَإِنْ مَاتَ شَهِدْتَ جَنَازَتَهُ، وَإِنْ أَصَابَهُ خَيْرٌ هَنَّأْتَهُ، وَإِنْ أَصَابَتْهُ مُصِيبَةٌ عَزَّيْتَهُ، وَلَا تَسْتَطِيلَ عَلَيْهِ بِالْبِنَاءِ، فَتَحْجُبَ عَنْهُ الرِّيحَ إِلَّا بِإِذْنِهِ، وَإِذَا شَرَيْتَ فَاكِهَةً فَاهْدِ لَهُ، فَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ فَأَدْخِلْهَا سِرًّا، وَلَا يَخْرُجْ بِهَا وَلَدُكَ لِيَغِيظَ بِهَا وَلَدَهُ، وَلَا تُؤْذِهِ بِقِيثَارِ قَدْرِكَ إِلَّا أَنْ تَغْرِفَ لَهُ مِنْهَا أَتَدْرُونَ مَا حَقُّ الْجَارِ، وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ مَا يَبْلُغُ حَقُّ الْجَارِ إِلَّا قَلِيلًا مِمَّن رَحِمَ اللهُ
“Apakah kalian tahu hak tetangga? Jika tetanggamu meminta bantuan kepadamu, kau harus menolongnya. Jika dia hendak meminjam, engkau meminjaminya. Jika dia fakir, engkau memberinya. Jika dia sakit, kau menjenguknya. Jika dia meninggal, kau mengantar jenazahnya. Jika dia mendapat kebaikan, kau menyampaikan selamat untuknya. Jika dia ditimpa kesulitan, kau menghiburnya. Janganlah engkau meninggikan bangunanmu di atas bangunannya, hingga engkau menghalangi angin yang berembus kecuali atas izinnya. Jika kaubeli buah, hadiahkanlah sebagian untuknya. Jika tidak membagikannya, simpanlah buah itu secara tersembunyi. Janganlah anakmu membawa buah itu agar anaknya menjadi marah. Janganlah engkau menyakitinya dengan suara wajanmu kecuali engkau membagikan sebagian untuknya. Apakah kalian tahu hak tetangga? Demi Zat yang jiwaku dalam genggamannya, tidaklah hak tetangga sampai kecuali sedikit dari orang yang dirahmati Allah.” (HR. At-Thabrani)
Begitu terang hadis Rasulullah saw. di atas membahas tentang hak tetangga. Sudahkah kita melakukannya? Ah, ada mak dan bapak kita, yang muda tak perlu ikut-ikut. Eh ... eh ... eh ..., jangan begitu, Sobat. Apalagi jika kita udah balig, kita juga punya kewajiban sama untuk memenuhi hak-hak tetangga.
Kita tidak bisa bersikap cuek dengan keadaan tetangga kita, bahaya besar. Kenapa? Sebab, Rasulullah saw. menganggap muslim yang bangun di pagi hari, tetapi tidak memikirkan saudara muslim lainnya, beliau saw. menyatakan bukan golongan beliau. Berabe jika tak menjadi golongan Baginda Nabi. Sementara tetangga kita juga muslim. Nah, kudu pakai banget memenuhi hak-hak tetangga.
Meski masih milenial, kita bisa membantu tetangga yang sedang membutuhkan pertolongan. Misal ada seorang kakek yang mendorong sepeda dengan rumput yang ada di boncengannya, kita bisa membantu mendorongnya. Apabila ada tetangga yang menjunjung barang melebihi kapasitas tangan, kita bisa mengambil alih dan mengantarkan sampai ke rumah. Jika ada tetangga yang kekurangan dari sisi ekonomi, kita bisa berbagi sedikit rezeki meski tak setiap hari. Masih banyak banget kebaikan yang bisa kita lakukan untuk memenuhi hak tetangga.
Mungkin saja kita punya tetangga yang suka kepo, julid, bahkan mungkin suka banget bercanda keterlaluan sampai bully tetangganya. Hem, dalam menghadapi tetangga jenis ini, kita harus tetap tenang, jangan diambil hati apalagi tersulut emosi. Kita perlu menasihati dan mengingatkan mereka dengan cara yang baik.
Bertetangga Sampai Surga
Siapa yang tak berharap surga? Betapa indahnya jika kita bisa hidup bertetangga sampai surga, Sobat. Tentu saja hal ini harapan muslim yang hidup bertetangga dengan baik, tidak ingin hubungan yang baik itu hanya di dunia saja, tetapi kekal sampai di surga. Memperlakukan tetangga dengan baik dan memenuhi hak mereka merupakan jalan ke surga bersama.
Selain itu, komunikasi yang efektif tentang hal yang bermanfaat dapat melekatkan hubungan antartetangga. Aktivitas saling mengingatkan dalam kebenaran dan kesabaran kala ada tetangga yang tergelincir pada kemaksiatan juga bisa mempererat hubungan antartetangga. Semua jalinan yang dibangun dengan tetangga harus didasarkan pada konsekuensi keimanan. Apalagi memberi yang dimaksud Baginda Nabi bisa menumbuhsuburkan rasa cinta pada tetangga muslim.
Saat ini, kehidupan bertetangga begitu individualis. Sebab, sistem kapitalisme telah meniupkan racun individualisme. Kepedulian mulai terkikis di antara anggota masyarakat. Banyak muslim yang bahkan tak kenal tetangganya. Gaya hidup ini memang menjerat kehidupan. Namun, seorang muslim akan terus menegakkan adab bertetangga sesuai syariat Islam, yakni dengan memenuhi hak-hak tetangga, agar bisa sehidup sesurga.
Hal yang juga bisa merekatkan hubungan bertetangga adalah pemikiran, aturan, dan perasaan yang sama, yakni Islam. Hal ini bisa diwujudkan dengan adanya kajian Islam, Sobat. Kita sudah banyak menjumpai pengajian di kompleks atau di pedesaan, nah, kajian itu bisa merekatkan ukhuwah islamiah dan menambah rasa cinta antartetangga.
Sobat, jangan segan hadiri kajian Islam di lingkungan sekitar. Jika perlu, kita yang adakan pengajian itu, Sobat. Undang tetangga kita ke rumah kita. Makin paham Islam, makin sering perjumpaan dalam kajian, makin rindu akan kehidupan Islam, akan besar peluang kita bisa bertetangga Sampai surga, Sobat.
Penutup
Tak ada kata tak bisa jika manusia mau berupaya, Sobat. Tak ada yang tak mungkin jika Allah telah menetapkan suatu peristiwa. Bertetangga Sampai ke surga bukan sesuatu yang mustahil jika seorang muslim menjalin hubungan baik sesuai syariat Islam, bukan begitu, Sobat? Meski belum ada kehidupan Islam yang ditegakkan di dunia ini, bertetangga dengan baik bisa kita upayakan dengan serius. Sobat, kita harus berkomunikasi dan berinteraksi dengan baik tetangga kita agar Allah rida dan mempertemukan kita dengan para tetangga di surga. Bertetangga sampai surga, why not?
Wallahu a'lam bishawab.[]
Tulisannya unik. Teenager campur sastra. hehehe.
BTW, semoga kita selalu diberikan tetangga yang baik dan bisa berlanjut sampai ke surga.
Tetangga oh tetangga. Orang terdekat yang akan membela kita. Dan itu tergantung sikap kita. Matur nuwun mb sudah diingatkan kembali
Alhamdulillah bersyukur selama 28 th di rantau senantiasa dipertemukan dg tetangga berakhlak mulia, santun,saling menghargai, suka berbagi, ramah dan suka menolong. Tetanggaku adalah keluargaku. Eh gimana rasa kalo tetangga online ya mb Afiyah? Hehe
MasyaAllah, jadikan tetangga seperti saudara paling dekat, menjaga hubungan baik jangan sampai bermusuhan, dan jangan baperan. Barakallah mbk Afiyah
Betul mbak Afi, sejatinya orang yang terdekat di sekitar kita kadang malah tetangga ya. Jadi harus menjalin hubungan baik dengan mereka. Andai saudara dan keluarga kita jauh, maka tetanggalah yang lebih dulu datang jika kita mengalami musibah.
Inggih, Mbak. Apalagi yang hidup di rantau jauh dari sanak saudara.
Masyaallah. Bener banget. Tetangga itu saudara terdekat kita. Sudah selayaknya kita memiliki hubungan harmonis dengan mereka.
Jazakillah Khoir untuk ilmunya mba@Afiyah.
Aamiin
Waiyyaki, Mbak.
Ini juga pengingat diri saya yang sering tidak peka, Mbak.
Masya Allah...artikel mengingatkan saya untuk terus bertegur sapa dan peka dengan kondisi tetangga sekitar. Jangan sampai musibah atau apa pada tetangga tapi kita tidak tahu menahu.
Ohya di subjudul Bertetangga Yang Baik, ada kata-kata "Di antara tiga dimensi ibadah adalah hubungan kita dengan sesama manusia". Saya ulang-ulang maksutnya tetap belum faham. Hehe kira-kira bisa dijelaskan ndak ya
Tiga dimensi ibadah itu ada hablum mintalah, hablum minan nas, wa hablum minan nafs, Mbak
Hubungan kita dengan sesama manusia masuk salah satu dimensi ibadah, bertetangga termasuk di dalamnya. Haruslah bernilai ibadah. Begitu maksudnya, Mbak. Afwan