Sistem Kacau, Lahirkan Pejabat Koruptor!

Sistem Kacau, Lahirkan Pejabat Koruptor!

"Solusi Islam membasmi korupsi wajib bersumber dari wahyu yakni berdasarkan Al-Qur'an dan sunah, bukan lewat RUU yang disahkan di DPR. Karena kebijakannya bersumber dari wahyu Allah Swt., maka manusia yang akalnya terbatas dan kurang, tidak berhak mendebat dan berpolemik di atas kebijakan yang telah wahyu tetapkan."

Oleh. Yana Sofia
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Kalau mau jujur, Guys, hampir setiap hari kita mendengar ada pejabat yang terlibat pelanggaran korupsi. Salah satu faktornya tidak lain karena lemahnya pengawasan dan penegakan hukum bagi perampok uang rakyat ini, sehingga koruptor merasa aman. Tentunya ini memperjelas penyebab anjloknya peringkat Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia di mata dunia.

Seperti yang disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD, terkait peringkat IPK Indonesia yang menempati posisi 110 dari 180 negara yang terlibat. Menurut Mahfud, skor 34 di tahun 2022 adalah yang terburuk sepanjang sejarah reformasi 1998. Dikutip Idntimes.com (03/02/2023).

Wah, ternyata separah ini, ya, kasus korupsi di negeri kita. Keberadaan KPK dan sanksi pidana berupa ancaman penjara dan denda hingga ratusan juta tidak membuat para koruptor jera. Pertanyaannya, kenapa sistem sanksi tak mempan membasmi korupsi? Apa yang menyebabkan koruptor percaya mereka "dilindungi"?

Sistem yang Kacau

Masih ingat 'kan, Guys, polemik Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh KPK yang dinilai sejumlah pejabat tidak menjaga nama baik negara? Salah satunya Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves), Luhut Binsar Pandjaitan, menyebut OTT tidak bagus untuk negara. Pernyataan ini tentu saja menuai pro dan kontra, khususnya di pihak KPK yang menilai OTT adalah salah satu upaya bagi negara untuk memberikan efek jera bagi para pencuri uang rakyat. Dikutip Kompas.com (21/12/2022).

Ketidakharmonisan antarlembaga negara juga kerap menjadi tontonan bagi rakyat, Guys! Seperti yang disampaikan Menko Polhukam, Mahfud MD, yang menyarankan pembagian peran antara eksekutif dan legislatif dalam agenda pemberantasan korupsi. Mahfud mengatakan, selama ini pemerintah telah memperkuat agenda pemberantasan korupsi lewat sejumlah Rancangan Undang-undang (RUU), yakni RUU Perampasan Aset dan RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal (PTUK). Sayangnya, sampai saat ini belum juga disetujui DPR. (Cnnindonesia.com, 04/02/2023)

Bingung pastinya, Guys! Sebagai rakyat kecil kita bisa apa? Mengingat pro dan kontra atas kebijakan lembaga antirasuah ini acapkali terjadi. Seolah-olah praktik korupsi di negeri ini memang sengaja dilindungi. Misalnya polemik yang berkenaan dengan kebijakan pemberian remisi dan ancaman hukuman mati untuk pelaku koruptor. Sampai saat ini, pro dan kontra terus bergulir di kalangan pejabat dan lembaga pemerintahan yang berlainan visi dan misi.

Dari sini kita melihat, Guys! Ada ketidakharmonisan antarlembaga pemerintah atau pejabatnya dalam upaya memberantas korupsi. Inilah yang menyebabkan korupsi sulit dihilangkan. Alih-alih menyolusi, sistem kacau yang dibangun dari paham sekuler demokrasi malah memberi ruang korupsi semakin menggurita. Nah, bagaimana, Guys, yakin mempertahankan sistem rusak ini?

Cacat Bawaan

Asal tahu saja, Guys! Mengguritanya kasus korupsi di negeri kita, tidak lain karena keserakahan pejabat yang gelap mata dan sibuk memperkaya diri. Ditambah pula dengan lemahnya sistem sanksi, jadilah demokrasi sebagai lahan subur untuk tumbuhnya penyakit korupsi.

Pertanyaannya, kenapa sistem sekuler demokrasi melahirkan pejabat serakah? Tidak lain karena sistem ini mempraktikkan pola pemerintahan yang mahal, mendorong para politisi berafiliasi dengan pemodal alias cukong, demi membiayai pemilu di pesta demokrasi.

Ya, tentu saja! Dana politik ini tidak diberikan secara gratis. Harus diingat, Guys, dalam sistem demokrasi tidak ada istilah "makan siang gratis". Hal inilah yang menyebabkan pejabat korupsi demi balik modal. Begitulah korupsi menjadi kian subur, karena pejabat tidak lagi murni bekerja untuk rakyat. Sehingga tugas utama sebagai pelayan rakyat pun sering dilupakan.

Maka wajar dong, jika kita menyebut sistem demokrasi adalah pangkal masalah korupsi. Jika pola pemerintahan yang berorientasi bisnis ini tetap dilanggengkan, maka selamanya korupsi akan menjadi penyakit bawaan yang sulit diberantas.

Solusi Islam

Jika kita perhatikan, Guys, pola kerja pejabat dalam sistem demokrasi tidak lepas dari kerja sama politik atau aliansi. Dalam sistem demokrasi, istilah ini dikenal dengan sebutan koalisi atau kompromi politik. Nah, dalam sistem ini ketegasan hanya berlaku pada rival. Jadi, Guys, jika lawan politik yang korupsi barulah semangat memberantas korupsi menggebu-gebu, namun jika kawan sendiri yang korupsi mereka bekerja sama melindungi. Dari sinilah sumber ketidakharmonisan itu berasal. Karena berlainan visi dan misi politik terjadilah pro dan kontra yang kerap terjadi. Hal inilah yang membuat para koruptor kian berani, karena merasa dilindungi. Nah, gawat 'kan?

Tentu saja berbeda dengan sistem Islam, Guys! Solusi Islam membasmi korupsi wajib bersumber dari wahyu yakni berdasarkan Al-Qur'an dan sunah, bukan lewat RUU yang disahkan di DPR. Karena kebijakannya bersumber dari wahyu Allah Swt., maka manusia yang akalnya terbatas dan kurang, tidak berhak mendebat dan berpolemik di atas kebijakan yang telah wahyu tetapkan. Pejabat hanya perlu taat dan menjalankan kepemimpinannya dengan penuh tanggung jawab, melayani rakyatnya dengan pelayanan terbaik. Sebagaimana sabda Rasullullah saw. riwayat Al-Bukhari,

“Imam (khalifah) yang menjadi pemimpin manusia laksana penggembala. Hanya dialah yang bertanggung jawab terhadap (urusan) rakyatnya.”

Jadi, Guys! Tidak ada istilahnya dalam sistem Islam, bahwa keputusan untuk menjalankan kebijakan yakni dengan jalan menunggu persetujuan DPR. Sehingga tak ada yang bisa mengotak-atik hukum sesuai kepentingan golongan masing-masing. Karena sistem hukum dalam Islam memang sudah ada (Al-Qur'an dan sunah), tinggal diterapkan dan dilaksanakan, lalu negara dan rakyat keseluruhan mengontrol aktivitas pelaksanaan hukum berjalan dengan semestinya. Ya, segampang itu seharusnya!

Perlu diketahui, Guys! Jauh sebelum kita berdebat bagaimana cara memberantas korupsi, Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan berbagai hukum agar kita terhindar dari aktivitas korupsi, suap-menyuap, hingga gratifikasi. Dalilnya sabda Rasulullah saw. yang diriwayatkan Abu Dawud,

"Siapa saja yang kami angkat sebagai pegawai atas suatu pekerjaan, kemudian kami beri dia upahnya, maka apa yang dia ambil selain itu adalah kecurangan."

Allah Swt. juga telah mengingatkan bagi para pejabat yang diberikan amanah, bahwa mereka dilarang melakukan suap, mengambil hak orang lain, atau mendahului haknya dari hak orang lain. Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur'an surah Al-Baqarah ayat 188 yang artinya,

"Dan janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang batil, dan (janganlah) kamu menyuap dengan harta itu kepada para hakim, dengan maksud agar kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui."

Tentu saja, Guys! Upaya pemberantasan korupsi wajib didukung dengan bangunan kepemimpinan yang islami. Sistem Islam yang menjadi landasan seluruh aspek kehidupan yang dijalankan dalam institusi bernegara. Sistem pemerintahan ini bernama Khilafah Islamiah. Khilafahlah yang akan menjamin kesejahteraan seluruh umat termasuk pejabat terpenuhi. Islam akan menjamin seluruh rakyatnya memiliki akses pendidikan dan kesehatan secara gratis, memberikan upah para pejabat secara layak, dan menjamin aturan pendidikan dan sosial dengan landasan akidah demi membentuk karakter manusia terbaik. Dengan begini, lahirlah pejabat yang saleh dan amanah. Mereka tidak butuh korupsi karena hidup mereka berkecukupan. Terlebih, korupsi adalah perbuatan haram yang dilaknat Allah dan Rasul-Nya. Setiap individu yang taat pasti takut bermaksiat karena sadar Allah mengawasinya.

Tidak cukup di sini, Guys! Solusi Islam menutup pintu korupsi juga wajib dibarengi dengan sistem sanksi. Jika ternyata negara Islam kecolongan dan menemukan pejabatnya terlibat tindak pidana korupsi, Islam akan menindaknya dengan tegas dengan ketentuan sanksi penjara, hingga hukuman mati sesuai keputusan qadhi sebagai ta'zir dalam sistem pidana Islam.

Khatimah

Masyaallah, begitu luar biasanya sistem Islam, Guys! Menyolusi masalah yang merusak muruah pejabatnya secara tuntas hingga ke akarnya. Karenanya, tidakkah kita merindukan sistem Islam tegak kembali di tengah masyarakat? Hanya sistem Islam yang mampu melahirkan sosok-sosok pemimpin berkarakter adil dan amanah, sebagaimana pemimpin saat Islam berjaya. Pemimpin seperti ini tidak akan kita jumpai dalam sistem sekuler demokrasi hari ini. Wallahu a'lam bishawab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Tim penulis Inti NarasiPost.Com
Yana Sofia Tim Penulis Inti NarasiPost.Com. Sangat piawai dalam menulis naskah-naskah bergenre teenager dan motivasi. Berasal dari Aceh dan senantiasa bergerak dalam dakwah bersama kaum remaja.
Previous
Bread Fruit, Buah Lokal yang Mendunia
Next
Gula Tak Semanis Rasanya
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram