"Khilafah Islam akan menjamin kesejahteraan rakyatnya dengan mengentaskan kemiskinan yang menjadi akar masalah stunting. Negara wajib memenuhi kebutuhan rakyatnya sebagai tugasnya yang utama dan tentu saja bukan beban."
Oleh. Yana Sofia
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Sob, pernah dengan istilah tengkes? Penyakit yang dikenal juga dengan istilah stunting menyerang balita dengan gizi buruk, merupakan pekerjaan rumah (PR) bagi Indonesia karena angka tengkes masih tergolong tinggi. Seperti dikutip Kompas.com (28/01/2023), Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) mendata ada sekitar 37 persen atau hampir 9 juta anak balita mengalami stunting di seluruh Indonesia.
Angka yang sangat tinggi, bukan? Namun di sisi lain negara tetap optimis, mampu menekan angka tengkes. Sebagaimana Kepala Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan (BKPK), Syarifah Liza Munira menjelaskan bahwa hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2022 menunjukkan terjadi penurunan angka tengkes sebesar 2,8 dari 24,4 persen menjadi 21,6 persen dan menargetkan angka ini bisa turun di 2024 nanti dengan target prevalensi 14% (Antaranews.com, 29/01/2023).
Pertanyaannya Sob, apakah keberhasilan mengatasi tengkes atau stunting ini cukup hanya mengandalkan angka? Lalu bagaimana pandangan Islam terkait hal ini?
Penyebab Stunting
Sebelum kita bahas masalah tengkes lebih jauh, ada baiknya kita memahami akar penyebab penyakit yang mayoritas menyerang balita ini. Dikutip dari Kompas.com (14/07/2023), menurut World Health Organization (WHO), penyebab tengkes ada tiga nih, Sob. Di antaranya masalah gizi buruk, infeksi berulang, dan kurangnya stimulasi psikososial.
Ketiga hal inilah yang menjadi perhatian negara kita. Negara optimis untuk bisa menekan angka gizi buruk, dengan cara mendorong ibu hamil dan bayi berusia di bawah 1.000 hari untuk tercukupi asupan vitamin, mineral, serta protein hewani. Negara juga mendorong ibu dan balita rajin mendatangi puskesmas atau layanan kesehatan setempat.
Masalahnya, Sob, negara telah melakukan program ini sejak lama. Namun, problem tengkes yang diderita anak Indonesia masih tergolong tinggi. Hal ini karena negara telah gagal memahami akar masalah stunting yang sebenarnya, yakni kemiskinan yang terjadi secara sistemis. Kegagalan negara mendeteksi faktor utama inilah yang membuat negara gagal memberikan solusi secara tuntas untuk mengakhiri stunting.
Akibat Kemiskinan
Sebagaimana yang disebutkan WHO terkait tiga faktor utama tengkes yakni masalah gizi buruk, infeksi berulang, dan kurangnya stimulasi psikososial. Kita bisa simpulkan ketiga penyebab itu lahir dari problem kemiskinan yang telah mengakar. Ya, mayoritas balita dengan gizi buruk ini berasal dari keluarga miskin yang kesulitan secara ekonomi.
Jadi, percuma jika hanya sekadar mendorong pemenuhan gizi, seminar stunting untuk mendorong ibu hamil peduli kesehatan janin, dan pemenuhan gizi anak paska melahirkan. Untuk apa, Sob? Wacana hanya akan berakhir sekadar wacana. Kenyataannya, rakyat miskin tetap kesulitan untuk mengakses mahalnya layanan kesehatan. Apalagi untuk menikmati keragaman makanan bergizi. Untuk makan sehari-hari saja sulit.
Perlu diketahui Sob! Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk tergolong miskin di negara kita per September 2022 mencapai angka 26,36 juta orang. Angka ini meningkat dibandingkan bulan Maret 2022, sebanyak 0,20 juta orang (Tempo.co, 6/01/2024).
Hal ini menunjukkan kepada kita, bahwa turunnya angka persentase tengkes nyatanya hanya berdasarkan angka-angka belaka. Di saat negara belum mampu menyelesaikan faktor kemiskinan sebagai akar masalahnya, maka bisa dipastikan tengkes akan tetap menjadi PR bangsa ini selamanya.
Akibat Sistem Kapitalisme
Secara logika nih, Sob. Rakyat mana yang enggak mau makan makanan seimbang dan bergizi? Ketidakmampuan ekonomilah yang membuat rakyat miskin hidup dalam kemelaratan, kekurangan pangan, bahkan kelaparan. Jelas, ini adalah tanggung jawab negara, Sob. Negaralah yang semestinya menjamin kesejahteraan rakyatnya, terpenuhi sandang, pangan, serta papan salah satunya dengan mengentaskan kemiskinan.
Sayangnya, saat ini negara kita mengadopsi sistem ekonomi kapitalistik yang berorientasi untung dan rugi. Sistem ini sangat diskriminatif pada rakyat, namun pro pada kepentingan sekelompok orang sebagai pemilik modal. Rakyat hanya dianggap sebagai beban. Sebagaimana dikutip Tribunnews.com (14/12/2021), Plt Direktur Jenderal Bina Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri, Sugeng haryono menyebutkan, potensi kerugian negara efek dari permasalahan stunting diperkirakan mencapai Rp463 triliun.
Inilah Sob, gambaran pemerintah ala kapitalisme yang hanya mementingkan keuntungan golongannya sendiri. Selain gagal menciptakan kesejahteraan rakyat, pemerintah dengan sistem kapitalisme telah menciptakan ketimpangan sosial yang begitu besar antara si kaya dan si miskin.
Sekarang jelas 'kan, Sob! Sistem kapitalisme yang lahir dari ide pemisahan agama dari kehidupan ini ternyata biang kerok berbagai masalah dalam kehidupan. Karenanya kita wajib segera mengganti sistem bobrok ini dengan sistem lain yang membawa kemaslahatan bagi umat bahkan seluruh alam.
Solusi Islam
Tentu saja, sistem pengganti yang kita maksud adalah sistem pemerintahan Islam, di mana landasan hukumnya adalah Al-Qur'an dan sunah yang diterapkan dalam institusi bernegara, yang bernama Khilafah Islamiah.
Khilafah Islam akan menjamin kesejahteraan rakyatnya dengan mengentaskan kemiskinan yang menjadi akar masalah stunting. Kesejahteraan di sini adalah terpenuhinya sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, bahkan keamanan. Ini semua secara langsung menjadi tanggung jawab negara. Negara wajib memenuhi kebutuhan rakyatnya sebagai tugasnya yang utama dan tentu saja bukan beban.
Salah satu cara yang dilakukan Khilafah Islam untuk menjamin kesejahteraan rakyatnya adalah dengan menciptakan lapangan kerja bagi laki-laki yang siap bekerja. Negara yang akan menjamin kepala rumah tangga menemukan pekerjaan sesuai dengan keahlian dan bakatnya. Jika pemimpin rumah tangga tidak mampu bekerja karena kecacatan fisik atau sakit yang diderita, maka negara menetapkan ahli warislah yang bertanggung jawab. Namun jika ahli waris tidak ada, maka negara yang akan menjamin kesejahteraannya melalui baitulmal.
"Lalu bagaimana dengan biaya sekolah dan kesehatan, sekalipun dijamin negara, tapi bayar 'kan?" Eh, jangan salah, Sob. Jaminan yang disebutkan di sini justru diberikan secara cuma-cuma alias gratis. Dalilnya, sabda Rasullullah saw. riwayat Al-Bukhari,
“Imam (Khalifah) yang menjadi pemimpin manusia laksana penggembala. Hanya dialah yang bertanggung jawab terhadap (urusan) rakyatnya.”
Wah, keren sekali 'kan, Sob! Ternyata dalam Islam pendidikan dan kesehatan gratis bisa dinikmati oleh seluruh rakyatnya. Karenanya, para orang tua, ayah-ayah kita, hanya fokus pada kebutuhan pokok saja tanpa harus pusing memikirkan biaya pendidikan dan kesehatan yang kian mahal.
Negara yang akan membiayai pelaksanaan layanan pendidikan, kesehatan untuk menjamin kesejahteraan lewat baitulmal yang menampung pos-pos pemasukan. Pos itu datang dari SDA kita yang melimpah seperti pertambangan, minyak bumi, hutan, dan lainnya. Pendapatan yang kedua datang dari sektor kepemilikan individu, di antaranya hibah, sedekah, dan zakat. Dan yang terakhir dari sektor kepemilikan negara yakni jizyah, ghanimah, fa’i dan ‘usyur.
Nah, inilah ketiga sumber pendapatan negara. Pos terbesar tentunya datang dari SDA kita yang sangat melimpah. Insyaallah mampu membiayai berbagai kemaslahatan umat dan mencukupi kebutuhan manusia. Islam melarang liberalisasi sektor SDA dengan dalih investasi oleh swasta atau asing. Dalilnya sabda Rasulullah saw. riwayat Abu Dawud,
"Kaum muslim berserikat dalam tiga hal yaitu air, padang rumput, dan api,"
Masyaallah luar biasa ya, Sob! Khilafah Islam penuh tanggung jawab mengurus urusan rakyatnya. Pantas saja pada masa Khilafah Islam rakyat hidup makmur dan sejahtera. Misalnya pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz, yang masyhur dalam sejarah Islam. Pada masa pemerintahan Khalifah Umar tidak ditemukan satu orang pun yang layak diberikan zakat, karena seluruh rakyatnya hidup dalam sejahtera.
Khatimah
Rindu pastinya, kita berada dalam sistem Khilafah Islam yang terbukti mampu menjamin kesejahteraan rakyatnya. Hidup dalam sistem sekuler kapitalisme justru membuat kita terbelenggu kemiskinan dan hidup jauh dari sejahtera. Karena itu, Sob! Dominasi sistem sekuler kapitalisme ini harus segera kita akhiri. Sudah saatnya kita kembali pada sistem Islam yang membawa keselamatan, yakni satu-satunya sistem hidup yang mampu menjamin terciptanya rahmat bagi semesta. Wallahu a'lam.[]