Muflis (orang yang bangkrut) di akhirat lebih besar bahayanya dibandingkan dengan orang yang mengalami kebangkrutan di dunia.
Oleh. Netty al Kayyisa
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Dalam kehidupan dunia akan ada berbagai kondisi yang menimpa manusia. Satu diantaranya adalah muflis atau bangkrut. Muflis tidak hanya menimpa orang-orang yang memiliki bisnis, yaitu yang mengalami kerugian hingga akhirnya menjadi bangkrut. Akan tetapi, dari segi bahasa "al-muflis" adalah orang-orang yang tidak memiliki harta (fulus yang berarti uang), tidak memiliki sesuatu untuk memenuhi kebutuhannya. Para fukaha mendefinisikan muflis adalah orang yang utangnya lebih banyak daripada hartanya dan pengeluarannya lebih banyak daripada pemasukannya. Mereka ini disebut muflis meskipun memiliki uang karena uangnya harus dikeluarkan untuk membayar utangnya sehingga seolah uang tersebut tidak ada.
Di dalam Islam, hukum utang piutang adalah boleh. Ketika terjadi keridaan di antara kedua belah pihak maka tidak akan terjadi persengketaan. Orang yang berutang bersikap amanah dan berusaha untuk membayar utangnya, sedangkan pemberi utang juga orang yang lapang dan suka memudahkan urusan saudaranya. Namun, adakalanya seseorang yang berutang tidak merasa bertanggung jawab atas utangnya sehingga menunda pembayaran, sedangkan yang memberi utang juga sedang dalam kondisi membutuhkan. Kondisi ini akan menimbulkan sengketa yaitu penagihan utang yang telah jatuh tempo.
Selama belum jatuh tempo, pemberi utang dianjurkan memberikan kelapangan sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Baqarah: 280,
وَإِن كَانَ ذُو عُسۡرَةٖ فَنَظِرَةٌ إِلَىٰ مَيۡسَرَةٖۚ وَأَن تَصَدَّقُواْ خَيۡرٞ لَّكُمۡ إِن كُنتُمۡ تَعۡلَمُونَ ٢٨٠
"Dan jika (orang yang berutang itu) dalam kesukaran, berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui."
Solusi untuk Sengketa Utang
Hari ini jika terjadi sengketa dalam utang piutang tidak dapat diselesaikan dengan tuntas. Atau jika dilaporkan ke pengadilan pun memakan waktu yang lama, berbelit-belit dan membutuhkan dana yang besar pula. Hingga ada sebuah gurauan yang menyatakan bahwa melaporkan kehilangan ayam akan mengeluarkan kambing. Artinya jika terjadi sengketa utang piutang dalam jumlah tak seberapa, biaya mengurus sengketanya lebih besar daripada harta yang disengketakan maka biasanya akan berakhir dengan tindak kriminal lainnya, yaitu pembunuhan, caci maki, menyakiti secara fisik dan mental, dan sebagainya.
Di dalam Islam, ketika ada seseorang yang mengadu kepada hakim tentang sengketa utangnya dengan pihak lain, bahwa orang yang punya utang telah jatuh tempo, sedangkan dia tidak memiliki uang untuk membayarnya maka hakim harus memenuhi permintaan si pemberi utang. Orang yang berutang saat itu menjadi muflis dan akan disita hartanya, diumumkan kepada masyarakat agar tidak ada yang bertransaksi dengannya.
Jika harta muflis telah disita, akan berlaku beberapa hukum di antaranya:
Pertama, hakim berhak menjual harta orang yang berutang dan membayarkannya pada pemberi utang.
Kedua, harta yang telah disita dipergunakan untuk membayar utang pada pihak pemberi utang yang melaporkannya.
Ketiga, muflis dilarang membelanjakan hartanya ataupun digunakan untuk yang lainnya.
Keempat, harta dibagikan kepada pemberi utang yang sudah jatuh tempo dan menuntut pembayaran. Sementara yang jatuh tempo tapi memberikan kelonggaran maka bisa ditangguhkan. Untuk pemberi utang yang belum jatuh tempo, menuntut ataupun tidak maka tidak dibagikan harta tersebut karena masih ada waktu dan kesempatan bagi yang memiliki utang untuk mengupayakan pembayaran atas utang-utangnya.
Kelima, muflis tidak boleh dipenjarakan karena tanggungan utang-utangnya. Ini sebagaimana diriwayatkan bahwa Rasulullah saw. membagi harta muflis di antara para pemberi utang dan sama sekali tidak memenjarakannya.
Keenam, harta yang disita dari muflis adalah harta yang dia miliki, kecuali yang dibutuhkan untuk bertahan hidup seperti rumah dan alat-alat yang berhubungan dengan pekerjaannya. Dengan demikian, setelah hartanya disita, muflis masih bisa bekerja untuk mencukupi kebutuhan diri dan keluarganya.
Ketika Muflis Meninggal
Hukum-hukum Islam di atas bisa dilaksanakan ketika muflis masih hidup. Sementara itu, orang mati yang muflis maka harta peninggalannya dibagikan kepada orang yang memberinya utang, baik yang hadir atau tidak, yang sudah jatuh tempo maupun yang belum. Ini karena kematian menjadikan semua transaksi yang pernah dilakukannya jatuh tempo, termasuk utang piutang.
Jika pada muflis berkumpul antara hak-hak Allah dan hak manusia, hak Allah ditunaikan terlebih dahulu, yakni dibayarkan hartanya untuk zakat yang belum ditunaikan dan kafarat yang belum terselesaikan. Setelah itu baru menunaikan hak hamba yaitu membayar utang yang ditinggalkan dibagi sesuai porsi utangnya. Tidak ada bedanya dan tidak memprioritaskan satu dengan yang lainnya.
Jika harta muflis tidak mencukupi untuk membayar tanggungan utangnya, dicari ahli warisnya untuk membayarkannya. Jika ahli waris ternyata fakir miskin atau berada dalam kondisi muflis juga, negara mendorong kaum muslim yang lain untuk bersedekah kepadanya. Harta sedekah itu digunakan untuk membayar utang-utangnya. Jika ternyata belum mencukupi juga, negara membantu menyelesaikan utang-utangnya dengan berbagai mekanisme seperti pinjaman atau pemberian negara.
Muflis Akhirat
Demikianlah Islam memberikan solusi tuntas terhadap kondisi muflis. Dengan mekanisme ini bukan berarti di dalam Islam mendorong seseorang untuk muflis, tetapi jika kondisi ini terjadi, Islam memberikan solusi.
Bahkan Rasulullah mengabarkan dalam satu hadisnya bahwa muflis akhirat itu lebih hebat dan lebih besar dibandingkan kebangkrutan yang menimpa di dunia. Dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda,
“Apakah kalian tahu muflis di antara kalian?” Para sahabat menjawab, “Muflis di antara kami adalah orang yang tidak lagi memilki dirham dan tidak punya harta benda.” Beliau bersabda, “Itu bukanlah muflis. Sesungguhnya muflis di antara umatku adalah orang yang datang pada hari kiamat dengan membawa pahala salat, puasa, zakat. Dia datang, sedangkan dia telah mencaci si ini, menuduh si ini berzina, memakan harta si ini, menumpahkan darah si ini, dan memukul si ini. Maka ini diberikan sebagian kebaikannya dan ini diberikan sebagian kebaikannya. Jika kebaikan telah habis sebelum apa yang menjadi tanggungannya selesai ditunaikan, kesalahan-kesalahan mereka diambil dan dilemparkan kepadanya, lalu dia dilemparkan ke dalam neraka.“
Wallahua'lam bishawab.[]
#MerakiLiterasiBatch1#NarasiPost.Com#MediaDakwah
Jazakillah khoir mom dan tim NP sudah menayangkan.
Hati- hati terhadap amal perbuatan kita terhadap orang lain, sesama manusia. karena bisa menjerumuskan ke dalam neraka.
Iyes. Matur nuwun sudah mampir.