Takwa merupakan perwujudan ketundukan hakiki seorang hamba terhadap Rabb-nya. Ketundukan yang lahir dari kesadarannya sebagai seorang hamba yang wajib terikat dengan segala apa yang diperintahkan atasnya. Baik melaksanakan segala apa yang diperintahkan juga menjauhi apa yang Allah larang. Termasuk ketundukan atas kewajiban untuk menebar risalah sebagaimana yang telah Rasulullah Saw contohkan.
Oleh: Miliani Ahmad
NarasiPost.com - Sebulan sudah Ramadan membersamai umat dengan kelimpahan pahala yang tiada tara. Selanjutnya hari kemenangan disambut dengan suka cita. Berbagai persiapan dilakukan dengan penuh bahagia, menyambut hari agung nan fitrah yang penuh berkah.
Namun sayang, di hari kemenangan justru perasaan umat tak bisa berbahagia seutuhnya. Di bagian bumi Palestina, Israel laknatullah terus saja melakukan penyerangan. Berbagai sikap arogan terus saja dipertontonkan. Puluhan warga Palestina terpaksa dilarikan ke rumah sakit akibat cidera yang diderita. Korban terus saja berjatuhan. Meski demikian, semangat umat di Palestina tidak pernah padam untuk mengobarkan api perlawanan.
Sementara di negeri ini, meski tak sama diserang secara fisik seperti yang terjadi di Palestina, umat tetap saja mengalami nestapa akibat berbagai propaganda dan serangan pemikiran. Isu terorisme tetap saja menjadi senjata yang selalu dimoncongkan ke tubuh umat Islam. Meskipun berbeda-beda cara dan narasinya, namun tetap saja posisi umat selalu dipojokkan. Contohnya, sebagaimana yang terjadi pasca tragedi pengeboman di Makasar dan penyerangan di Mabes Polri. Hilir mudik narasi dan propaganda picik tak pernah berhenti menghiasi berbagai pemberitaan di media. Endingnya sudah bisa kita baca, umatlah yang harus bertanggung jawab atas insiden-insiden tersebut.
Sungguh malang nasib umat yang tak pernah henti dituduh dengan berbagai fitnah keji. Belum lagi serangan kelompok-kelompok liberal yang dilakukan secara masif terhadap fikrah Islam. Berbaju intelektual muslim serta ulama, mereka secara vulgar berani melucuti pemikiran dan hukum yang sudah jelas kedudukannya.
Di antaranya dengan munculnya pendapat nyeleneh yang membolehkan wanita haid berpuasa. Dengan berbagai logika yang berasaskan kebebasan, mereka secara serampangan berani menafsirkan hukum-hukum yang sebetulnya sudah jelas dan telah disepakati oleh para ulama muktabar.
Belum lagi serangan yang dilakukan kelompok-kelompok feminis yang terus berupaya menggerus tatanan syariat Islam. Salah satunya dengan munculnya konsep dan pemikiran ‘keluarga setara’. Konsep ini merupakan salah satu bentuk serangan yang dilakukan feminis terhadap keluarga-keluarga muslim. Mereka tak lagi menginginkan pembangunan keluarga berasaskan Islam kaffah. Sebab, keluarga yang seperti ini hanya akan melahirkan tatanan keluarga yang tak sesuai dengan arah pandang mereka. Maka, tercetuslah ide keluarga setara yang bersumber dari konsep moderasi beragama yang dikombinasikan dengan kepentingan feminisme.
Beginilah sejatinya keadaan umat. Dari masa ke masa, waktu ke waktu, idul fitri ke idul fitri tak pernah berubah. Umat seakan kehilangan jati diri dan kemuliaannya. Predikat sebagai umat terbaik (khoiru ummah) seakan lenyap dimakan keganasan sekularisme.
Ya, sekularisme yang menaungi kehidupan negeri-negeri muslim saat ini telah mencampakkan ruh dan nilai-nilai luhur Islam dari tubuh umat. Ketiadaaan hukum yang sahih telah membuat hidup umat terombang-ambing oleh berbagai kepentingan hegemoni penjajah dan para kompradornya. Palestina menjadi bukti nyata. Tanah yang diberkati ini harus luluh lantak karena agresi Israel yang tak pernah usai. Air mata, darah serta derita akan terus ada dan selalu menghiasi nasib Palestina.
Sungguh, sekularisme yang menjadi motor terkoyak-koyaknya negeri muslim telah membuat umat tercerai berai. Antara negeri muslim yang satu dan yang lainnya seolah berdiri tanpa kesatuan ikatan akidah. Masing-masing wilayah harus berjuang guna menyelesaikan segala problema dan nestapa yang tak kunjung sudah.
Hak-hak kaum muslim terampas secara paksa. Rasa aman menghilang dan menghadirkan ketakutan yang luar biasa. Umat tak lagi dapat menikmati kesejahteraan. Semua kekayaan yang telah Allah anugerahkan atas tanah-tanah mereka lenyap seketika. Aset sumber daya alam sebagai harta melimpah nyatanya telah banyak berpindah ke tangan penjajah. Begitupula sistem rusak sekularisme telah menghasilkan budaya korup yang begitu kuat mengakar di berbagai negara.
Di sisi lain, nasib para ulama dan pengemban dakwah makin berada di bawah bayang-bayang ancaman kediktatoran. Sejumlah perangkat aturan pidana telah disipakan. Melibas siapa saja yang berani menyuarakan penegakan Islam kaffah.
Semua ini seakan menjadikan hari kemenangan semakin jauh dari angan. Suka cita berhari raya harus pupus karena kerusakan tatanan kehidupan yang jauh dari tuntunan syariah. Kemenangan umat belum sempurna tersebab asas kehidupan yang masih diatur oleh sekularisme.
Kembali Menang Kembali ke Syariah Kaffah
Sesungguhnya sudah jelas bahwa tujuan berpuasa adalah membentuk jiwa-jiwa takwa. Sebagaimana firman Allah,
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ
“Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (Q.S al-Baqarah : 183)
Takwa merupakan perwujudan ketundukan hakiki seorang hamba terhadap Rabb-nya. Ketundukan yang lahir dari kesadarannya sebagai seorang hamba yang wajib terikat dengan segala apa yang diperintahkan atasnya. Baik melaksanakan segala apa yang diperintahkan juga menjauhi apa yang Allah larang. Termasuk ketundukan atas kewajiban untuk menebar risalah sebagaimana yang telah Rasulullah Saw contohkan.
Rasulullah Saw telah mengajarkan umat ini untuk melakukan perjuangan agar terbebas dari segala macam penghambaan termasuk penghambaan pada sistem kuffar. Jika masa dahulu sistem kuffar direpresentasikan dengan sistem jahiliyah, maka pada saat ini sistem tersebut adalah sekularisme.
Melalui qudwahnya, Rasulullah mengajarkan kepada kita bahwa kemenangan umat hanya bisa dicapai jika umat bisa menjalankan thariqah (metode) rasul secara konsisten. Tak melenceng dari jalurnya, yaitu thariqoh perubahan yang meliputi tiga tahapan.
Pertama, umat berkewajiban mengetahui, mempelajari dan memahami pemikiran-pemikiran Islam secara baik dan benar. Meliputi segala hukum syariah dan juga tsaqofah-tsaqofah Islam lainnya. Hal demikian hanya bisa diwujudkan jika umat memiliki komitmen sungguh-sungguh untuk mengkajinya dan ikhlas dibina (tasqif) secara rutin. Tujuannya agar umat mengetahui kesempurnaan ajaran Islam dan menjadikan hukum-hukum tersebut sebagai mu’alajah masyakil (solusi masalah) yang dihadapi umat dalam kehidupan.
Tahapan ini pun sangat berguna agar umat bisa memilah pemikiran-pemikiran yang salah. Umat akan tercerdaskan dan tak akan bisa dialihkan kepada pemikiran-pemikiran yang justru membawa kesengsaraan. Sebab, salah satu faktor kemunduran dan kekalahan umat pada saat ini adalah ketika pemikiran mereka tak lagi bersandar kepada asas yang benar yaitu akidah Islam.
Kedua, umat berkewajiban mengemban segala pemikiran (fikrah) tersebut ke tengah-tengah masyarakat. Umat tak boleh bersikap individualis dan menjadi saleh sendiri. Apa yang telah mereka peroleh dari proses pengkajian dan pembinaan wajib mereka dakwahkan ke tengah-tengah umat. Tujuannya agar semakin banyak umat yang tersinari cahaya Islam dan mengerti bahwa perubahan tak akan pernah terwujud jika umat tak saling bahu-membahu dalam mewujudkan kemenangan hakiki.
ۗاِنَّ اللّٰهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتّٰى يُغَيِّرُوْا مَا بِاَنْفُسِهِمْۗ وَاِذَآ اَرَادَ اللّٰهُ بِقَوْمٍ سُوْۤءًا فَلَا مَرَدَّ لَهٗ ۚوَمَا لَهُمْ مِّنْ دُوْنِهٖ مِنْ وَّالٍ
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya dan tidak ada pelindung bagi mereka selain Dia.” (Q.S Ar-Ra’d : 11)
Ketiga, melakukan amar ma’ruf nahiy munkar dan mengoreksi penguasa (muhassabah lil hukkam). Bagi umat yang memiliki keimanan yang kuat, hatinya tak akan pernah menerima setiap kemaksiatan yang terpampang nyata di hadapannya. Ia akan berupaya melakukan berbagai cara agar kemaksiatan tersebut lenyap. Termasuk kemakistan-kemaksiatan yang saat ini bercokol secara sistemik dalam kehidupan bernegara di negeri-negeri kaum muslim manapun.
Butuh kepekaan dan kesadaran yang tinggi untuk memahami bahwa kemakisatan sistemik ini telah mengakibatkan keruntuhan bangunan kesatuan umat. Untuk itulah umat harus memahami bahwa realita perubahan tak cukup hanya dilakukan secara individu ataupun secara komunal. Akan tetapi, butuh kekuatan yang mampu mengampuh itu semua.
Sebagaimana dakwah yang dilakukan Rasulullah Saw, beliau pun tak mencukupkan diri pada perubahan individu dan kelompok semata. Akan tetapi, Rasulullah membungkus semua ketakwaan dan perubahan tersebut pada sebuah tatanan yang kuat, yakni menerapkan aturan Allah secara sempurna dalam sebuah negara.
Realitas ini tidaklah dilakukan dengan mudah dan sekejap mata. Apalagi dakwah yang beliau lakukan bersama kelompok (kutlah) adalah dakwah yang menyeru kepada Islam kaffah dan membabat habis setiap kemaksiatan serta kezaliman penguasa. Resikonya, dakwah beliau terus menghadapi berbagai guncangan.
Hal yang sama juga pasti akan dialami oleh umat yang berjuang demi menegakkan Islam kafah. Di manapun mereka berada. Tentunya tidaklah mudah. Apalagi, berseraknya negeri-negeri muslim di bawah penjajahan kaki-kaki rezim boneka, membuat beban dakwah makin berlipat ganda. Namun, hal tersebut bukanlah alasan bagi umat untuk menunda bahkan melalaikan kewajiban yang telah diletakkan di atas pundak-pundak mereka.
Umat harus mampu memaku perjuangan mereka dengan sekuat-kuatnya agar kemenangan itu semakin niscaya. Tak terhenti meski banyak halangan yang mengintimidasi. Tak goyah meski ditentang oleh mereka yang menjadi umala’ penjajah.
Maka, sejatinya kemenangan umat ini telah Allah pastikan di dalam janji-Nya. Tak akan berkurang sedikitpun masanya. Tak akan hilang meskipun dilakukan upaya brutal untuk mencegah realisasinya.
Tinggal bagaimana umat menerimanya. Apakah mereka meyakini kemenangan tersebut? Apakah mereka mampu bersegera melibatkan diri secata optimal dalam perjuangan penegakan syariah kafah.
Maka di momen Idul Fitri yang dipenuhi keberkahan ini, sudah seyogyanya umat mengencangkan kembali azam perjuangan mereka. Yaitu, Perjuangan dalam meninggikan kalimat Allah beserta perjuangan untuk membebaskan negeri-negeri muslim dari segala bentuk penjajahan. Sebuah perjuangan yang pastinya akan menghantarkan umat ini kepada kemenangan hakiki dengan tegaknya syariah kaffah di bumi Allah.
“Allah telah menjanjikan kepada orang-orang di antara kamu yang beriman dan yang mengerjakan kebajikan, bahwa Dia sungguh, akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh, Dia akan meneguhkan bagi mereka dengan agama yang telah Dia ridai. Dan Dia benar-benar mengubah (keadaan) mereka, setelah berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka (tetap) menyembah-Ku dengan tidak mempersekutukan-Ku dengan sesuatu apa pun. Tetapi barangsiapa (tetap) kafir setelah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” (Q.S An-Nur : 55)
Wallahua’lam bish-showwab
Picture Source by Google
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]