“Ramadan, di dalamnya diturunkan Al-Qur’an sebagai penjelas bagi manusia, juga sebagai penjelasan mengenai petunjuk itu, dan sebagai pembeda.” (Al-Baqarah: 195)
Oleh. Bunga Padi
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Ramadan adalah bulan ibadah dan ketaatan yang dilaksanakan dengan penuh kecintaan, kesabaran, penyerahan diri serta pengagungan yang tinggi kepada Allah Swt. Buah dari penggemblengan puasa diharapkan mewarisi nilai-nilai ketakwaan kepada Allah Swt.
Adapun takwa merupakan sikap terdiri atas rasa cinta dan rasa takut kepada Allah semata. Memahami dengan baik adanya kesadaran untuk melaksanakan segala perintah Allah dan meninggalkan segala apa yang dilarang Allah. Dengan kata lain takwa adalah menjaga atau melindungi diri dari sesuatu yang bisa membahayakan dan merugikan dirinya maupun orang lain.
Lalu dengan apakah kita memelihara diri dari perbuatan tercela? Allah dalam penciptaan manusia tidak serta-merta begitu saja menghadirkan manusia ke bumi tanpa membekalinya dengan petunjuk yang hak. Sehingga dengan petunjuk inilah manusia mampu menjalani kehidupan dunia dengan baik, penuh keteraturan, dan stabil.
Al-Qur’an Pedoman Hidup
Dialah Al-Qur’an sebagai pedoman kehidupan manusia. Al-Qur’an diturunkan pertama kali pada bulan Ramadan. Maka tak mengherankan bila Ramadan disebut Syahrul Qur’an. Allah Swt. di surah Al-Baqarah ayat 185 berfirman:
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِيْٓ اُنْزِلَ فِيْهِ الْقُرْاٰنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنٰتٍ مِّنَ الْهُدٰى وَالْفُرْقَانِۚ
Artinya, “Ramadan, di dalamnya diturunkan Al-Qur’an sebagai penjelas bagi manusia, juga sebagai penjelasan mengenai petunjuk itu, dan sebagai pembeda.”
Uniknya, Al-Qur’an diturunkan pada malam yang diagungkan dan dimuliakan yakni pada malam lailatulqadar. Malam istimewa yang mengandung banyak keutamaan dibandingkan dengan malam dan seribu bulan lainnya. Hal itu terdapat di surah Al-Qadar ayat 1 dalam firman-Nya, “Sungguh Kami menurunkan Al-Qur’an pada saat Lailatulqadar.”
Kemuliaan dan kehebatan Al-Qur’an telah Allah kabarkan dalam surah Al-Hasyr ayat 21 yang berbunyi, “Andaikan Al-Qur’an ini Kami turunkan di atas gunung, engkau (Muhammad) pasti akan menyaksikan gunung itu tunduk dan terbelah karena takut kepada-Nya. Perumpamaan Kami buat agar manusia mau berpikir.”
Ulama tersohor pada zamannya, Imam Al-Baidhawi menafsirkan dalam kitab Anwaar at Tanziil wa Asraar at-Ta’wiil, 3/479, Al-Baidhawi) Begini katanya, “Andaikan Allah Swt. menciptakan akal dan perasaan pada gunung, sebagaimana yang telah Kami ciptakan pada diri manusia, kemudian Kami menurunkan Al-Qur’an di atasnya, dengan konsekuensi ditimpakannya pahala dan siksa, sungguh gunung pun akan tunduk, patuh, dan hancur lebur berkeping-keping, karena takut kepada Allah Swt." Artinya betapa maha dahsyatnya kehebatan, kekuatan, dan pengaruh Al-Qur’an.
Bagaimana dengan hati dan akal manusia, apakah tidak lebih terpengaruh atau sombong hatinya terhadap Al-Qur’an? Padahal, gunung yang menjulang tinggi, besar, dan kokoh saja menjadi takut dan taat terhadap Al-Qur’an. Lantas, alasan apa yang membuat manusia enggan untuk patuh hingga enggan menerapkan Al-Qur’an di tataran politik?
Ayat-Ayat Politik di dalam Al-Qur’an
Al-Qur’an merupakan Kalamullah, banyak mengandung petunjuk seruan dan hukum syariat-Nya. Penting bagi kita memahami secara menyeluruh. Ibarat pohon, mulai dari akar, batang, dan daun. Dan sedikitnya ada dua aspek ruhiyah atau spiritual dan aspek politik atau siyasiyah yang wajib kita ketahui dan dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari.
Sebagai agama, Islam sangat terperinci, komprehensif, dan sempurna. Ia mengatur hubungan manusia dengan Allah dalam perkara akidah dan ibadah. Seperti salat, puasa, zakat, haji, dan seterusnya yang tergolong ke dalam aspek ruhiyah.
Adapun aspek politik atau siyasah mencakup pengaturan hubungan manusia dengan sesama manusia. Seperti muamalah/ekonomi, pendidikan, kesehatan, sanksi hukum, serta perkara-perkara lain yang berkorelasi dengan urusan umat. Perkara–perkara tersebut juga wajib dilaksanakan oleh negara, dan tetap di bawah kontrol umat.
Redaksi Ayat Sama, Kenapa Tebang Pilih?
Sayang seribu kali sayang, realitas mendapati negeri ini tebang pilih dalam menerapkan ayat-ayat Al-Qur’an di kehidupan sehari-hari. Sebagai contoh, pada perintah Allah untuk berpuasa sebulan penuh yang tertulis di surah Al-Baqarah ayat 183, umat Islam tidak lagi menawar maupun meninggalkannya, mereka bersegera mengerjakannya karena memahami sebagai sebuah kewajiban. Akan tetapi, berbeda halnya menyikapi ayat perintah untuk melaksanakan hukum qishash yang terdapat di surah Al-Baqarah ayat 178, dan ayat yang menyeru kepada kewajiban jihad di surah Al-Baqarah 216, tidak mendapatkan respons, apalagi dikerjakan.
Padahal, redaksi ketiga ayat politik itu sama-sama ditujukan kepada hamba-hamba yang beriman dan menggunakan kata kutiba yang mempunyai makna kewajiban (fardu). Tetapi malah ditinggalkan dan dibuang jauh-jauh dari pemikiran umat kecuali sebatas bacaan tanpa tindakan politik.
Ya, seperti yang kita saksikan hari ini. Ayat-ayat suci Al-Qur’an hanya sekadar penghias bibir atau ucapan dan ajang lomba dari panggung ke panggung, nyanyian, dan sebagainya. Sehingga jauh dari makna perintah Allah yang sebenarnya untuk ditegakkan sebagai bentuk ketaatan kepada Allah Swt. dan penjagaan kepada umat.
Al-Qur’an telah mengalami degradasi makna yang sesungguhnya. Ada upaya pengerdilan nilai-nilai Islam di tengah-tengah umat. Al-Qur’an tidak lagi dipandang sebagai sesuatu yang sakral dan penting untuk diperjuangkan. Terbukti ketika seruan agar syariat Islam diterapkan sebagai aturan kehidupan yang ada malah dicurigai dan dituduh intoleransi hingga islamofobia.
Al-Qur’an Rahmat Bukan Prasmanan
Padahal sangat jelas dan lugas Al-Qur’an sebagai rahmat dan pembimbing kehidupan manusia di dunia dan akhirat. Di dalamnya berisi peraturan-peraturan yang mudah dipahami, lurus, dan murah untuk dilaksanakan. Sebagaimana yang tersurat di Al-An’am ayat 155, “Dan Al-Qur’an adalah kitab yang Kami turunkan yang diberkahi, maka ikutilah dia dan bertakwalah agar supaya kamu diberi rahmat.”
Pada dalil berikutnya, Allah berfirman di surah Al-Maidah ayat 56 yang berbunyi, “Dan barang siapa mengambil Allah dan Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman menjadi penolongnya, maka sesungguhnya pengikut agama Allah itu pasti menang.”
Ayat yang menjelaskan ketika Allah dan Rasul-Nya dijadikan panduan dalam memimpin dan menjalankan roda kehidupan bermasyarakat dan bernegara, maka Allah telah menjamin dan menjanjikan kemenangan kepada para penolong agama Allah dan pengikut Rasulullah. Al-Qur’an tidak hanya membebaskan manusia dari kejahiliahan tetapi juga solusi tuntas atas seluruh problematika yang dihadapinya. Mau sebesar atau sekecil apa atau serumit apa pun masalah yang terjadi Islam mampu menyelesaikannya.
Ironisnya, ketika kehidupan umat manusia hari ini berada di atas paradigma sekuler sebagian ayat Al-Qur'an terabaikan. Otoritas Allah dalam mengatur kehidupan manusia di muka bumi ini terempaskan. Al-Qur’an diambil yang disukai dan sesuai kepentingannya saja seolah makanan prasmanan.
Al-Qur’an Menyeru Hanya Jalankan Syariat-Nya
Allah Swt. dengan tegas memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya hanya menjalankan hukum-hukum yang berasal dari-Nya. Bahkan Allah telah mengancam bisa batal keimanan seseorang yang enggan berhukum dengan syariat yang telah dibawa Rasulullah saw. Seperti firman-Nya berikut, “Demi Tuhanmu. Mereka pada hakikatnya tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka atas putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima putusan tersebut dengan sepenuhnya". (TQS. An-Nisa: 65)
Firman tersebut menjelaskan kewajiban menjadikan Rasulullah saw. sebagai satu-satunya hakim yang diikuti. Jadi siapa pun yang mengaku beriman hendaklah memutuskan perkara mengikuti syariat yang diteladankan beliau saw. Sebaliknya, haram berhukum dengan hukum tagut dan buatan manusia, seperti mengambil politik demokrasi sebagai jalan hidup, bahkan diwajibkan mengingkarinya (baca: QS. An-Nisa: 60)
Pada ayat perintah lainnya adalah kewajiban menjalankan amar makruf nahi mungkar seperti yang tertulis di surah Al-Imran ayat 104. Hendaklah dakwah disampaikan kepada setiap orang, termasuk kepada penguasa. Bahkan termasuk jihad yang paling utama adalah dakwah kepada penguasa. Sebagaimana hadis riwayat Abu Dawud, Rasulullah saw. menuturkan, “Jihad yang paling utama ialah menyampaikan kebenaran di hadapan penguasa yang zalim.”
Aktivitas dakwah politik ke penguasa merupakan perkara utama yang wajib dilakukan. Sebab kerusakan dan kebaikan yang menimpa masyarakat bisa ditinjau bagaimana periayahan yang dilakukan penguasanya. Jadi dalam pemerintahan, baik buruknya penguasa sangat menentukan keadaan masyarakatnya.
Kemudian ada ayat-ayat larangan yang wajib dijauhi berupa aktivitas ekonomi berbasis ribawi, pengelolaan harta kekayaan milik umat dan pendistribusian harus secara merata dan adil, SDA wajib dikelola secara syariat, dsb.
Negara Wajib Tegakkan Al-Qur’an
Allah Swt. berfirman, “Berkatalah Rasulullah saw., “Tuhanku, sungguh kaumku menjadikan Al-Qur’an ini sebagai sesuatu yang diabaikan.” (TQS. Al-Furqan: 30)
Dalil di atas mengurai pengaduan Rasulullah kepada Allah akan sikap umatnya yang tidak peduli terhadap ayat perintah dan ayat larangan yang ada di Al-Qur’an. Mereka tidak mau mengimani, mematuhi, dan mengamalkannya secara menyeluruh kecuali sebatas perkataan. Padahal ketika menolak menerapkan Al-Qur’an di kehidupan maka berujung berdosa dan haram hukumnya.
https://narasipost.com/family/01/2022/ketika-anak-bertanya-tentang-sang-pencipta/
Peringatan-peringatan Allah di atas cukuplah menjadikan kita untuk segera mengamalkan dan menegakkan seluruh isi Al-Qur’an, agar tidak termasuk golongan yang melalaikan firman-Nya.
Oleh karena itu, untuk menerapkan pengamalan isi Al-Qur’an sebagai sistem kehidupan sangat diperlukan peran negara. Sebab hanya di tangan negara seluruh hukum-hukum syariat itu bisa ditegakkan. Pada akhirnya, hendaklah Ramadan ini menjadi momentum bagi kita untuk berbenah dan bangkit dari keterpurukan akibat meninggalkan Al-Qur’an sebagai pengaturan kehidupan yang komprehensif dan kaffah, sehingga kebahagiaan, kesejahteraan, dan kedamaian kembali diraih seperti tempo dahulu Islam berjaya.
Wallahu a’lam []
Afwan itu tulisan surah nya salah, seharusnya surah Al Baqarah ayat 185
Semua aturan hidup ada di dalam Al-Qur'an. Maka rugilah muslim yang tidak mau mengambil Al-Qur'an sebagai pedoman hidup.
Betul, mba. Al-Qur'an sebagai hudan harus diterapkan dengan makna yang sesungguhnya. Diamalkan seluruhnya, tidak dipilih dan diambil yang disuka saja. Semoga penguasa negera muslim bisa mendengar hal ini.
Barakallah Mbak Mimi. Semoga Al-Qur'an segera diamalkan keseluruhan bukan prasmanan
Aamiin Ya Mujibbasailiin, Umat Islam sangat merindukan tegaknya kembali kehidupan islami di seluruh penjuru dunia agar terbebas dari segala problem
Jazakillah khairan dek Siti telah mampir di sini. Sukses sellu untukmu