Keluarga Muslim Berkah dengan Islam Kaffah

Pemimpin dalam daulah Islam, yaitu khalifah akan mengurusi urusan umat karena dorongan ruhiyyah sebagai amanah yang dibebankan oleh Allah kepadanya.

Oleh: Dwi Indah Lestari (Ibu dan Pendidik Generasi)

NarasiPost.com - Saat ini nampaknya ghiroh keluarga Muslim untuk kembali pada ajaran Islam mulai menggeliat. Kesadaran untuk membangun keluarga berdasarkan pada nilai-nilai agamapun mulai muncul. Bahkan mereka berupaya untuk megimplementasikannya dalam kehidupan keluarga.

Apalagi dalam kondisi saat ini dengan banyaknya di masyarakat yang terjadi. Mulai dari angka perceraian yang tinggi, dekadensi moral seperti, perilaku seks menyimpang, budaya gaul bebas di kalangan remaja, hamil di luar nikah, narkoba hingga perselingkuhan yang marak, juga kemiskinan dan pengangguran, cukup menjadi alasan bagi keluarga Muslim untuk mengarahkan pandangan pada agama sebagai penyelamat.

Namun sayangnya, di tengah tingginya semangat kembali kepada Islam, kontra opini radikalisme justru tengah deras pula diaruskan. Radikalisme dipandang sebagai benih yang menghantarkan pada terorisme. Mirisnya, hal ini selalu dilekatkan dengan ajaran Islam beserta pemeluknya. Padahal dalam faktanya tidak semua aksi kekerasan yang terjadi di dunia saat ini pelakunya adalah orang Islam.

Isu radikalisme juga seakan diletakkan untuk menghalangi keluarga Muslim dalam mengenal ajaran Islam secara kaffah. Sekaligus berusaha menjauhkan mereka dalam pengimplementasiannya dalam lingkup keluarga, masyarakat bahkan negara. Mereka yang ingin mendasarkan cara hidupnya pada Islam yang bertolakbelakang dengan gaya hidup Barat dengan nilai-nilai kapitalis sekular, dicap Muslim radikal. Sementara individu yang mengekor budaya Barat bahkan mengagungkannya dijadikan sekutu dan menyebutnya sebagai Muslim moderat.

Strategi belah bambu ini sukses membelah umat Islam menjadi dua kelompok yang saling bertentangan. Umat Islam kemudian malah disibukkan untuk menghadapi saudaranya sendiri. Sayangnya, dalam kondisi saat ini d imana kemunduran berpikir umat sudah begitu akut akibat mabda kapitalisme yang menguasai, telah menyeret sebagian kaum Muslim untuk menimbang segala sesuatu menggunakan persepsi Barat.

Padahal Islam sebagai agama sekaligus ideologi yang bersumber dari wahyu Allah tidak selayaknya diukur kebenarannya berdasarkan perspektif Barat dengan ideologi kapitalismenya. Namun semestinya ditimbang dari aspek rasionalitas dan kesesuaiannya dengan fitrah dari akidah yang membangunnya. Serta kemampuan aturan yang terlahir dari ideologi tersebut sebagai solusi yang shohih dalam memecahkan persoalan manusia.

Maka akan dapat disaksikan bahwa hanya Islamlah satu-satunya agama sekaligus ideologi yang mampu memenuhinya. Akidah Islam menjawab pertanyaan besar yang merundung diri manusia tentang darimana ia berasal dengan jawaban yang memuaskan akal. Yaitu bahwa ia diciptakan oleh Allah Swt. Sekaligus memenuhi keingintahuan manusia tentang tujuan penciptaanya dengan jawaban yang menentramkan hati dan kesesuaiannya pada fitrah manusia yang lemah, terbatas dan tergantung, yakni untuk mengabdi hanya kepada Allah Swt.

Sementara dari sisi aturan yang terpancar dari akidah Islam, akan ditemukan kesempurnaannya yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia dengan falsafah penyatuan materi dengan ruh sebagai kesadaran hubungan manusia dengan Allah. Islam mengatur hubungan manusia dengan Allah melalui aturan akidah dan ibadah, mengatur hubungan manusia dengan dirinya sendiri melalui aturan tentang makanan, pakaian dan akhlak, serta mengatus hubungan sesama manusia dalam aturan muamalah (sosial, ekonomi, pendidikan, politik, keamanan dan lain-lain).

“… Pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu, dan telah Aku cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Aku ridai Islam sebagai agama bagimu …” (QS. Al Maidah [5]: 3).

Jadi dalam Islam tidak pernah ada pemisahan agama dari kehidupan sebagaimana yang dianut oleh kapitalisme dengan akidah sekulernya. Dalam Islam seluruh perbuatan manusia di ranah manapun harus tunduk pada aturan Allah Swt.

“Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan mushibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik” (QS. Al Maidah [5]: 49].

Islam juga memberikan pemecahan dari seluruh problematika manusia dengan pemecahan yang benar dan sesuai fitrah. Berbeda dengan kapitalisme yang aturannya berasal dari manusia yang penuh kelemahan, sehingga justru penyelesaian persoalannya semakin menambah masalah-masalah baru.

Agar Islam mampu menjadi solusi hakiki, tak ada jalan lain kecuali dengan menerapkannya dalam kehidupan manusia. Dan tidak mungkin menerapkannya secara nyata kecuali harus ada institusi negara Islam yang akan menegakkannya.

Pemimpin dalam daulah Islam, yaitu khalifah akan mengurusi urusan umat karena dorongan ruhiyyah sebagai amanah yang dibebankan oleh Allah kepadanya,

“Imam (pemimpin) itu pengurus rakyat dan akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dia urus.” (HR al-Bukhari dan Ahmad).

Di bawah kepengurusan khalifahlah, kehidupan umat akan dijalankan sesuai dengan perintah dan larangan Allah, bukan hawa nafsu manusia. Sehingga keberkahan akan dirasakan oleh seluruh makhluk yang hidup di bawah naungannya.

“Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al A’raf [7]: 96).

Untuk itu, keluarga Muslim tidak boleh terseret arus narasi yang digaungkan oleh Barat dengan moderasi agamanya. Mereka harus tetap teguh untuk mempelajari Islam secara kaffah dan berupaya untuk mengamalkannya dalam kehidupan keluarga, masyarakat dan negara. Keluarga Muslim juga harus turut dalam perjuangan mendakwahkan Islam sebagai ideologi bersama jemaah yang istikamah menyuarakannya, sehingga terbentuk kesadaran dan kehidupan Islam bisa segera terwujud di tengah umat.

“Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung”. (QS. Ali Imron [3]: 104).

Wallahua'lam bisshowab.

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Dwi Indah Lestari Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Jangan Hanya Tentang “AKU”
Next
Keberkahan di Balik Sikap Murid Terhadap Guru
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram