Politisasi agama dan politik uang telah menjadi bagian yang tidak dapat dihindari. Karena kemenangan dalam politik demokrasi adalah seberapa banyak perolehan suara yang mereka dapatkan
By : Neng Ranie SN (Muslimah Pegiat Literasi)
NarasiPost.Com-Tak dapat dipungkiri, aroma politisasi agama dan politik uang menjelang Pilkada semakin kuat tercium. Mantan gubernur Nusa Tenggara Barat, TGB Muhammad Zainul Majdi, mengingatkan bahwa politisasi agama semata untuk mendapatkan kekuasaan atau memenangkan kontestasi politik akan berdampak buruk dan berbahaya. (antaranews.com 19/11/2020)
Hal ini, bukanlah fenomena baru dalam politik demokrasi. Politisasi agama dan politik uang telah menjadi bagian yang tidak dapat dihindari. Karena kemenangan dalam politik demokrasi adalah seberapa banyak perolehan suara yang mereka dapatkan. Para kandidat akan berebut suara rakyat hanya demi mendapat kursi kekuasaan dengan cara apa pun, meski dengan cara memanipulasi. Semua sah selama bisa berkelit dari aturan regulasi.
Suara umat Muslim yang besar menjadi target bidik para kontestan. Jika mampu merebut hati umat Muslim, kemungkinan besar mereka akan memperoleh kemenangan. Para kontestan pun berlomba melakukan manuver-manuver politik, seperti mendadak tampil islami, berkunjung ke para ulama, memberi sumbangan ke mesjid, dan lain sebagainya. Inilah yang disebut politisasi agama. Agama hanya dijadikan alat untuk mendulang suara. Namun, setelah menang mereka mendadak amnesia, umat Islam dilupakan dan agama dipinggirkan.
Politik agama (Islam) berbeda dengan politisasi agama yang dilarang dalam Islam. Politik agama adalah kekuasaan (politik) berpedoman pada syariat Islam. Kewenangan politik digunakan penguasa untuk menerapkan syariat Islam dalam kehidupan bernegara. Jadi, agama dan politik adalah dua hal yang integral, yang tidak bisa dipisahkan.
Hal ini sesuai dengan definisi politik (as-siyasah) adalah pengaturan urusan-urusan masyarakat dalam dan luar negeri berdasarkan syariat Islam. Dengan penerapan syariat Islam secara kaffah akan mendorong tiap individu masyarakat memiliki keimanan dan ketakwaan, sehingga praktik-praktik politik kotor tidak akan terjadi.
Wallâhu alam bi ash-shawâb.[]