Islam akan menegakkan sistem sanksi yang menjerakan sehingga dapat mencegah semua bentuk kejahatan termasuk kekerasan anak pada orang tua.
Oleh. Mariatul Kiftiah
(Kontributor NarasiPost.Com & Pegiat Pena Banua)
NarasiPost.Com-Maraknya fenomena anak durhaka bagaikan luka yang menganga di tengah masyarakat, mengusik ketenangan dan mengundang pertanyaan. Bukan sekadar fenomena sesaat, anak durhaka bagaikan gunung es yang menandakan krisis moral yang lebih dalam. Di balik perilaku durhaka, tersembunyi akar permasalahan yang kompleks, tertanam kuat dalam sistem yang telah lama cacat.
Berita duka kembali menggemparkan jagat media. Kali ini, terjadi pada 23 Juni 2024 diberitakan bahwa seorang pedagang ditemukan tewas di toko perabot, Jakarta Timur. Hasil penyelidikan polisi, pelaku nyatanya dua anak kandungnya sendiri dengan alasan sakit hari terhadap korban (ibunya) karena pelaku dimarahin oleh korban. "Sudah ditangkap. Keluarga sendiri. Dua orang anak remaja putri bernama K dan P," tutur Kapolres Jakarta Timur Kombes Nicolas Ary Lilipaly saat dikonfirmasi, Minggu (23-6-2024). (liputan6.com, 23-6-2024)
Kemudian lagi pada 20 Juni 2024, seorang anak usia 19 tahun di Lampung menghabisi ayahnya yang sedang menderita stroke dengan alasan karena kesal pelaku diminta untuk mengantarkan korban (ayahnya) ke kamar mandi. (enamplus.liputan6.com, 21 Juni 2024)
Ini hanya dua contoh kasus dari sekian banyaknya kasus yang kita terima setiap harinya. Berita anak durhaka yang mencederai hari nurani, mereka tega menganiaya, menelantarkan, bahkan membunuh orang tua mereka sendiri, orang yang telah melahirkan, membesarkan, dan menyayangi mereka tanpa pamrih.
Peristiwa ini bagaikan tamparan keras bagi kita semua. Kita didorong untuk merenungkan, apa yang salah dengan sistem yang ada? Apa yang telah terjadi pada nilai-nilai moral dan kasih sayang? Bagaimana bisa generasi muda yang diharapkan menjadi penerus bangsa, justru terjerumus dalam kubangan kedurhakaan?
Jawabannya terletak pada penerapan sistem yang diambil saat ini, yaitu sekularisme (pemisahan agama dari kehidupan). Sistem kufur yang telah merusak dan merobohkan pandangan mengenai keluarga. Sekularisme melahirkan manusia-manusia miskin iman yang tidak mampu mengontrol emosinya, rapuh dan kosong jiwanya. Dan didukung dengan sistem pendidikan sekuler yang tidak mendidik agar memahami birrul walidain. Sistem pendidikan yang menekankan pada nilai akademik semata, mengabaikan pendidikan karakter dan moral, melahirkan generasi yang kehilangan kompas nilai. Sistem ekonomi kapitalisme yang menjadikan materi sebagai tujuan, mendewakan materi dan kompetisi, mendorong individualisme dan mengikis rasa empati hingga mengabaikan keharusan untuk birrul walidain (berbakti kepada orang tua). Kemudian sistem budaya yang terkontaminasi nilai-nilai asing, menggerus nilai-nilai luhur dan tradisi luhur bangsa. Generasi muda kehilangan jati diri dan terjerumus dalam budaya hedonisme dan materialisme. Dan buahnya lahirlah generasi rusak dan merusak.
Sistem sekarang ini bagaikan benang kusut yang saling terkait, menjerat generasi muda dalam kubangan moralitas yang rapuh. Anak-anak, terpapar pengaruh negatif dari sistem yang salah, kehilangan pedoman dan arah hidup. Mereka terombang-ambing dalam lautan materialisme dan individualisme, jauh dari nilai-nilai kemanusiaan dan kasih sayang. Sistem ini gagal memanusiakan manusia. Fitrah dan akal tidak terpelihara, menjauhkan manusia dari tujuan penciptaannya yaitu sebagai hamba dan khalifah pembawa rahmat bagi alam semesta.
https://narasipost.com/teenager/07/2024/anak-durhaka-marak-pertanda-apa/
Berbeda halnya dengan Islam, Islam mendidik generasi menjadi generasi yang memiliki kepribadian Islam, yang akan berbakti dan hormat pada orang tuanya, dan memiliki kemampuan dalam mengendalikan emosi. Islam memiliki mekanisme dalam menjauhkan generasi dari kemaksiatan dan tindak kriminal. Juga menegakkan sistem sanksi yang menjerakan sehingga dapat mencegah semua bentuk kejahatan termasuk kekerasan anak pada orang tua.
Oleh karena itu, wahai kaum muslim kita dihadapkan pada tanggung jawab besar. Kita tidak bisa hanya berdiam diri, menjadi penonton bisu dalam pertunjukan tragedi moral ini. Kita harus berani mendekonstruksi sistem yang salah, membangun kembali fondasi moral yang kokoh bagi generasi muda. Sangat penting untuk kita sama-sama berjuang mengembalikan sistem kehidupan Islam rahmatan lil ‘alamin, untuk menyelamatkan kehidupan manusia dan menciptakan generasi yang cemerlang seperti pemuda zaman dulu, yaitu Shalahuddin Al-Ayyubi dan Muhammad Al-Fatih.
Sistem kehidupan Islam, dengan ajarannya yang luhur dan komprehensif sesuai dengan syariat Allah, merupakan solusi yang tepat untuk mengatasi berbagai permasalahan yang kita hadapi saat ini. Islam menuntun kita untuk membangun fondasi moral yang kokoh, berlandaskan keimanan dan ketakwaan kepada Allah Swt.
Wallahualam Bissawab. []