Aturan larangan mudik lebaran bagi masyarakat ini telah manjadi polemik. Alih-alih ingin menghindari serta memutus rantai penyebaran Covid-19, namun nyatanya kebijakan ini tak selaras dengan kebijakan lainnya yaitu melonggarkan perjalanan demi pariwisata.
Oleh. Esem Pusnawati S,Kom
NarasiPost.Com-Pemerintah secara resmi telah melarang mudik lebaran per tanggal 6 hingga 17 Mei 2021. Hal itu tercantum dalam Surat Edaran Nomor 13 Tahun 2021 dari Satgas Penanganan Covid -19 tentang Peniadaan Mudik Hari Raya Idul Fitri dan upaya pengendalian penyebaran Covid-19 Selama bulan suci Ramadan 1442 H.(Kompas.com, 24/4/2021)
Di sisi lain adanya dispensasi bagi para santri untuk pulang ke rumah saat lebaran. Masduki Baidlowi sebagai juru bicara Wapres mengatakan lebaran merupakan waktu bagi santri untuk pulang ke rumah setelah melakukan proses belajar dari pondok pesantren. Hal ini baru berlaku untuk santri daerah Jawa Timur saja, Wapres juga menyarankan agar organisasi kemasyarakatan ikut mengusulkan dispensasi bagi santri di wilayah lain.(CNBC, 26/4/2021)
Aturan larangan mudik lebaran bagi masyarakat ini telah manjadi polemik. Alih-alih ingin menghindari serta memutus rantai penyebaran Covid-19, namun nyatanya kebijakan ini tak selaras dengan kebijakan lainnya yaitu melonggarkan perjalanan demi pariwisata. Padahal membuka tempat wisata pun termasuk memberikan peluang terjadinya kerumunan. Belum lagi adanya dispensasi bagi santri untuk pulang ke rumah saat lebaran. Padahal semua orang memiliki peluang dalam penyebaran Covid-19, dari lapisan masyarakat apa pun, baik pejabat, masyarakat termasuk santri sekalipun. Adanya dispensasi pada pihak tertentu akan memberikan kesan bahwa pemerintah tidak serius untuk mengurangi penyebaran Covid-19 pada saat Idul Fitri.
Larangan Mudik, Solusikah?
Angka kasus Covid-19 terus meningkat di Indonesia, dengan larangan mudik pemerintah ingin berupaya menekan penyebaran Covid-19. Namun hal ini tidak mendapatkan sambutan baik dari masyarakat, karena pandemi tidak memengaruhi masyarakat untuk tetap melakukan aktivitas sehari-hari. Sehingga masyarakat menganggap larangan mudik ini tidak perlu.
Selain itu aturan larangan mudik juga telah menyebabkan kerugian besar pagi pengusaha transportasi. Ketua Ikatan Pengusaha Otobus Muda Indonesia/ (IPOMI), Kurnia Lesani meminta pemerintah tidak tebang pilih dalam melaksanakan pengetatan, aturan mudik yang mulai berlaku tanggal 22 April kemarin. Kurnia meminta angkutan pribadi juga harus diperketat pengendaliannya.(CNBC, 26/4/2021)
Sekalipun aturan mudik ini membuat otobus tak beroperasi, namun tidak menutup kemungkinan angkutan pribadi melakukan mobilasi penumpang. Sehingga ini akan menemukan permasalahan baru, yaitu penyebaran Covid-19 yang tak teridentifikasi dan tak terkendalikan.
Maka dari sini sistem demokrasi terlihat jelas tak mampu mengurusi urusan masyarakat, serta gagal dalam menekan penyebaran masalah Covid-19. Dengan demikian masyarakat membutuhkan kebijakan yang serius, tegas, peraturan yang kompak, baik dari tingkat pusat hingga tingkat daerah, serta memberikan solusi bagi pelaku usaha sehingga mereka masih bisa memenuhi kebutuhan hidupnya ditengah pandemi ini.
Wallahu’alam bishawab[]
Photo : Google
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]