"Gratifikasi atau pemberian hadiah kepada pejabat bukan hal yang aneh dalam sistem saat ini. Bahkan, terkadang menjadi sebuah keharusan. Tidak sedikit adanya permintaan atau pemerasan dari pembuat keputusan."
Oleh. Nina Marlina, A.Md
(Muslimah Peduli Umat)
NarasiPost.Com-Sudah menjadi kebiasaan menjelang Lebaran, sebagian besar orang berbagi hadiah atau THR, baik berupa uang, bingkisan atau parsel. Tidak terkecuali para pejabat yang selalu mendapatkannya.
Dikutip dari Media Indonesia(2/52021) bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengingatkan kepada penyelenggara negara dan Aparatur Sipil Negara (ASN) tentang larangan menerima gratifikasi berbalut Tunjangan Hari Raya (THR). KPK menegaskan penerimaan gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban dapat berujung pada tindak pidana korupsi.
Plt Juru Bicara KPK, Ipi Maryati, berharap pimpinan kementerian/lembaga/pemerintah daerah dan BUMN/BUMD mengimbau pegawai di lingkungan kerjanya untuk menolak gratifikasi. Selain itu, KPK mengimbau kepada asosiasi, swasta dan masyarakat untuk tidak memberikan gratifikasi THR kepada penyelenggara negara.
Gratifikasi atau pemberian hadiah kepada pejabat bukan hal yang aneh dalam sistem saat ini. Bahkan, terkadang menjadi sebuah keharusan. Tidak sedikit adanya permintaan atau pemerasan dari pembuat keputusan. Tujuannya untuk memuluskan suatu proyek, peraturan atau kebijakan. Bentuk gratifikasi dapat berupa uang, barang, tiket perjalanan, diskon atau yang lainnya. Biasanya ditentukan sesuai kesepakatan.
Penerimaan gratifikasi bisa berujung pada tindak pidana korupsi. Sudah sering kita dengar, para pejabat yang masuk bui karena kasus ini, mulai dari ASN, kepala desa, kepala daerah, anggota DPR, dan menteri.
Alhasil korupsi menjadi budaya di negeri kita. Setiap pejabat berisiko terjebak dalam praktik kotor ini. Faktor utama penyebab korupsi ini adalah sistem demokrasi kapitalisme. Sistem ini melahirkan para pemimpin dan pejabat melalui pemilihan umum yang berbiaya mahal. Pesta demokrasi ini meniscayakan pemberian modal dari para kapitalis atau pengusaha. Akibatnya, ketika terpilih mereka lupa terhadap rakyat. Kebijakan dan peraturan pun banyak yang merugikan dan tidak berpihak kepada rakyat. Namun, menguntungkan para pemilik modal. Berbagai peraturan atau undang-undang dibuat atas pesanan korporat.
Selain itu, sistem sekuler telah membuat ketakwaan individu seseorang hilang. Ketika menjalankan tugas, tak ingat kepada agama dan tak peduli akan dosa, yang dipikirkan hanyalah materi semata. Dengan sistem ini pula, masyarakat menjadi acuh dan tidak bisa melakukan pengawasan kepada para pemimpin dan pejabat.
Meski telah ada larangan dan sanksi, namun sistem yang berkuasa saat ini telah menciptakan banyak peluang atau celah korupsi. Mereka akan mudah tergiur dengan penerimaan gratifikasi dan suap. Karena faktanya koruptor yang sudah dipenjara saja tetap bisa tertawa, bebas menikmati kemewahan di dalam sel. Tentu hal ini tak akan membuat efek jera dan memberantas tindakan korupsi. Tidak ada perasaan takut ditangkap dan dimasukkan ke penjara.
Berbeda dengan sistem demokrasi, sistem Islam akan mampu mencegah dan memberantas birokrasi korup hingga tuntas. Pertama, sedari awal negara akan memilih para pejabat atau birokrat yang memiliki kemampuan dan amanah. Tidak akan dipilih atas dasar nepotisme. Kedua, aturan Islam yang diterapkan dalam negara akan menciptakan ketakwaan individu dan masyarakat. Hal ini akan membuat para pejabat takut berlaku curang dan maksiat. Masyarakat pun akan membantu mengawasi dan mengingatkan pejabat yang menyimpang. Ketiga, Islam melarang pejabat menerima hadiah atau suap dari rakyat. Mereka diberikan tunjangan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan diri dan keluarganya. Keempat, negara memberikan sanksi yang tegas bagi yang terbukti berbuat korup. Sanksinya tentu akan memberikan efek jera bagi pelaku dan orang lain. Hukumannya adalah ta'zir berupa tasyhir atau pewartaan (diarak keliling kota sehingga masyarakat umum mengetahuinya), penyitaan harta, kurungan, hingga hukuman mati.
Namun penerapan di atas akan ampuh jika diwujudkan dalam institusi Khilafah yang menerapkan sistem Islam secara kafah. Sungguh Islam memiliki aturan yang akan memberikan kebaikan dan rahmat untuk seluruh alam serta mampu mencegah berbagai kezaliman.
Wallahu a'lam bishshawab.[]
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]