Berbekal buku lusuh ini aku berusaha memantapkan diri untuk mendalami Islam secara kaffah dan berkelanjutan.
Oleh. Atien
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Manusia merupakan makhluk paling mulia yang diciptakan oleh Allah Swt. Kepadanya diberikan akal untuk bisa berpikir dan memahami segala sesuatu yang ada di kehidupan dunia. Dengan berpikir, segala amal perbuatannya akan disesuaikan dengan apa-apa yang sudah digariskan oleh Sang Pencipta. Untuk itu penting adanya ilmu agar seorang muslim tidak salah langkah di dalam menjalankan aktivitas kehidupannya.
Kuambil sebuah buku tulis lusuh tak bersampul yang terjatuh di antara buku-buku kajianku. Penampakan tintanya pun tak begitu jelas karena kertasnya telah terkena debu. Di situ tertulis “ Banyumas, 30 Mei 2015”. Tanggal yang tertera menjadi pengingat di setiap langkahku. Di saat itu untuk pertama kalinya aku bersentuhan dengan kajian Islam kaffah dari seorang sahabat salihah yang telah mendapatkan pemahaman tentang Islam lebih dulu. Nantinya, kajian ini mengubah cara pandangku tentang dunia dengan segala problematikanya.
Buku Lusuh, Sahabat Hijrahku
Kini di tahun 2024, merupakan tahun ke-9 yang aku jalani bersama jemaah Islam ideologis. Jemaah dakwah ini konsisten dalam perjuangannya yaitu menerapkan seluruh aturan syariat sebagai solusi hakiki. Sebuah perjuangan yang tak mudah di tengah-tengah sistem aturan kehidupan yang tidak Islami. Namun sebelum ikut andil dalam perjuangan tersebut, tentunya aku harus memiliki bekal terlebih dulu dengan cara menuntut ilmu. Ilmu-ilmu yang diperlukan akhirnya aku rangkum dalam sebuah buku catatan yang kini warnanya telah pudar.
Buku catatan kajian Islam yang sudah pudar warnanya tersebut tentu tak bisa dilepaskan dari kisah hijrahku. Buku ini pula yang menjadi teman setiaku dalam menyusuri jalan dakwah yang penuh liku. Ada banyak kenangan di dalamnya yang membuatku tetap menyimpannya sebagai bagian dari kisah masa lalu.
Kalimat pertama yang tertera di halaman depan buku lusuhku adalah “Bangkit Meraih Kemuliaan”. Bagiku, kalimat tersebut begitu luar biasa karena dari sinilah aku mengetahui tentang Islam dari yang paling mendasar sampai dengan memahami Islam sebagai mabda. Dari catatan buku itu aku juga baru memahami bahwa Islam telah mengatur manusia dari bangun tidur hingga membangun adanya sebuah negara. Keduanya merupakan visi dan misi istimewa yang diperintahkan oleh Allah Swt.
Buku lusuh ini pun menjadi saksi bisu yang selalu menyertaiku dari awal menuntut ilmu hingga sekarang. Ya, tanpa menuntut ilmu terlebih dahulu, aku pasti tidak memiliki catatan-catatan yang begitu berpengaruh di dalam hidupku. Tanpa aktivitas tersebut aku juga tak akan pernah mendapatkan pemahaman yang benar tentang agamaku. Maka dari itu, adanya aktivitas menuntut ilmu begitu ditekankan oleh Rasulullah saw.
”Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim.”
(HR. Ibnu Majah)
Hadis di atas menjadi pengingat bagi diriku untuk terus belajar dan belajar tanpa merasa terbebani oleh materi-materi yang dikaji. Hanya saja, untuk merealisasikannya ternyata tak semudah menjentikkan jari. Rasa malas, enggan, dan bosan di dalam diriku terkadang lebih mendominasi. Apalagi ketika datang cobaan hidup yang menimpa diri. Padahal cobaan yang diberikan-Nya masih belum seberapa dan pasti bisa diatasi. Perasaan-perasaan tersebut menjadi pembenaran untuk pergi dan menjauh dari aktivitas belajar agama. Padahal, apa yang menimpa manusia tentu sudah diperhitungkan oleh Sang Pencipta. Bukankah adanya cobaan dan ujian hidup yang diberikan oleh Allah Swt. tidak akan melebihi batas kemampuan seorang hamba?
Allah Swt. berfirman:
"Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdoa): “Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri maaflah kami, ampunilah kami dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir."
(TQS. Al-Baqarah [2]: 286)
Buku Lusuh Sarat Manfaat
Berbekal buku lusuh ini aku berusaha memantapkan diri untuk mendalami Islam secara berkelanjutan. Buku tersebut memang berisi catatan tentang akidah hingga pentingnya memperjuangkan tegaknya sebuah institusi yang akan menerapkan aturan Islam. Intinya, buku ini berisi rangkuman catatan materi-materi dasar sebelum mempelajari kitab-kitab selanjutnya. Oleh karena itu buku tersebut juga sering kujadikan sebagai referensi saat belajar Islam dengan teman-teman satu kajian yang masih mengkaji di bagian awal. Hal itu aku lakukan sebagai ajang berbagi pengalaman.
Pengalaman tersebut berupa keraguan tak berdasar yang membuatku menunda untuk belajar Islam. Ya, aku membutuhkan waktu dua tahun untuk meyakinkan diri dalam mengikuti jalan perjuangan. Tiga anak yang masih kecil dan suami yang bekerja di luar kota menjadi alasan utama untuk menghindari diri dari aktivitas tersebut yang bagiku sangat memberatkan. Alhamdulillah, aku bisa mengalahkan keraguan yang menghalangiku dalam menerima kebenaran.
Mungkin ceritaku pengalaman hidupku kurang menarik sehingga kurang menggugah. Namun, paling tidak ada sedikit ibrah yang bisa diperoleh. Hal itu semata-mata untuk menjadi spirit bagi diri dan teman-teman yang lain agar bisa bertahan dan istikamah di jalan dakwah. Sebagai seorang muslim, tentu sudah seharusnya untuk saling menyemangati sesama saudara tanpa kenal lelah.
Hakikat Kehidupan
Apa yang ada di buku tersebut membuatku makin menyadari tentang hakikat kehidupan. Bahwa hidup yang kujalani harus tetap ada di jalur yang benar yaitu mengikuti dan mematuhi rambu-rambu yang telah ditentukan. Rambu-rambu yang dimaksud tiada lain yaitu aturan Islam. Jika yang diikuti dan dipatuhi adalah aturan yang benar, niscaya diri akan berhati-hati di dalam menjalani kehidupan. Sebaliknya, jika yang diusung merupakan pemahaman yang salah, automatis amalan yang dikerjakan pasti menjadi sebuah kesesatan.
Hakikat kehidupan memang tidak akan diperoleh ketika manusia belum mengetahui bahwa dirinya hanyalah makhluk yang harus tunduk kepada penciptanya. Ketundukan tersebut pun harus dibuktikan dengan menjalankan apa-apa yang diperintahkan oleh Allah Swt. saat manusia hidup di dunia. Manusia juga harus sadar bahwa dia kelak akan kembali kepada Sang Pencipta untuk mempertanggungjawabkan seluruh amalan semasa hidupnya. Apabila seseorang hamba telah mampu memahami itu semua niscaya ketaatan diri akan tercipta. Ketaatan dalam menjalankan kehidupan tentu akan membawa manusia kepada jalan kemuliaan.
Meraih Predikat Umat Terbaik
Kemuliaan Islam hanya bisa diwujudkan dengan dipakainya seluruh aturan Islam di ruang-ruang kehidupan. Hal itu hanya akan terjadi saat negara menerapkan Islam. Sedangkan kemuliaan kaum muslim hanya bisa didapatkan ketika mereka mau mengambil seluruh aturan Islam di setiap amal perbuatan. Hasil dari amalan tersebut nantinya akan membawa umat muslim kembali seperti dulu ketika Islam memimpin dunia. Umat Islam kembali menjadi umat terbaik sebagaimana yang terdapat dalam firman-Nya:
”Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia (selama) kamu menyuruh (berbuat) yang makruf, mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah”.
(TQS. Ali- Imran [3]: 110)
Menjadi umat terbaik adalah sebuah keniscayaan. Namun untuk mewujudkannya lagi-lagi dibutuhkan ilmu, perjuangan yang terus-menerus, harapan yang tak pernah pupus, dan doa yang tak pernah terputus. Tanpa itu semua, predikat tersebut hanyalah sekadar harapan.
Menggapai Rida Ilahi
Saat menuntut ilmu, aktivitas menulis merupakan hal yang tidak boleh dilupakan. Oleh karena itu, penting bagi diri untuk mencatat apa-apa yang telah dipelajari. Catatan tersebut nantinya pasti akan berguna di kemudian hari. Hal itu dilakukan sebagai antisipasi ketika kita lupa saat akan menyampaikannya kembali. Apalagi bagi orang yang mudah lupa seperti diriku ini. Dengan begitu, ilmu yang diperoleh tidak mudah hilang karena masih bisa dibaca lagi.
Buku yang berisi materi-materi ilmu bisa saja rapuh ataupun lusuh. Apalagi jika hanya ditulis di buku biasa. Begitu pula kita manusia, kelak pasti akan rapuh dimakan usia. Namun ketika apa yang kita sampaikan di tengah-tengah umat merupakan pemikiran-pemikiran yang menyentuh dan mampu membuat umat terbuka pemikirannya, niscaya mereka akan memiliki kesadaran untuk menerapkan Islam sebagai panduan di seluruh aspek kehidupan dunia. Dengan demikian, Islam akan kembali bersinar kehidupan umat manusia. Itu berarti harapan untuk mendapatkan keridaan-Nya sudah ada di depan mata. Tentu tidak ada hal lain yang diinginkan oleh manusia setelah dirinya memperoleh rida dari Allah Swt.
Wallahu a'lam bish-shawwab. []
Menuliskan ilmu itu penting. Sebab jika tidak ditulis, ia bagaikan kuda yang tidak diikat sehingga dengan mudah bisa lari. Barakallah untuk penulis. Semoga istikamah dalam jalan dakwah. Aamiin
Jazakillah Khoir mom dan Tim NP
Buku-buku kajian saya juga full dengan coretan pemjelasan paragraf yang sarat dengan makna. Semoga menjadi bukti di akhirat kelak bahwa selama hidup, kita berjuang untuk Islam
Aamiin. Kita joinan nggh mba