Ilmuwan Barat yang dalam pemikirannya mengalir sekularisme bahkan ateisme, membuat penelitiannya bertumpu pada akal dan perasaannya semata, sehingga menolak wahyu sebagai sumber ilmu.
Oleh. Erdiya Indrarini
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Ingatkah Anda tentang teori Darwin? Ilmuwan Barat, Charles Robert Darwin dalam bukunya The Origin of Species, mengatakan bahwa asal mula spesies bukan berasal dari Tuhan, tetapi dari adaptasi kepada lingkungan.
Berkenaan dengan itu, sebagaimana dilansir dari beritasatu.com (28-6-2024), baru-baru ini ilmuwan Rusia mengautopsi serigala purba yang sebelumnya terkubur di salju abadi selama 44 ribu tahun. Serigala yang membeku itu ditemukan oleh penduduk setempat di Distrik Abyyskiy, Yakutia yang berada di antara Samudera Arktik dan di timur jauh Arktik Rusia, pada 2021 lalu. Namun, serigala beku itu baru sekarang diperiksa dengan benar oleh para ilmuwan.
Kepala departemen studi fauna mamut di Yakutia Academy of Sciences, Albert Protopopov, mengatakan bahwa ini pertama kalinya hewan karnivora berukuran besar ditemukan. Biasanya, hewan herbivora yang mati tersangkut di rawa dan membeku.
Sementara itu, Direktur Pengembangan Laboratorium Paleogenetika di Universitas St Petersburg Artyom Nedoluzhko mengatakan, bahwa penemuan bangkai serigala ini menawarkan wawasan langka tentang Yakutia 44.000 tahun lalu.
Di samping itu, tujuan utamanya adalah untuk mengetahui apa yang dimakan serigala ini dan bagaimana hubungannya dengan serigala purba yang menghuni bagian timur laut Eurasia. Penelitian, sebagaimana autopsi binatang purba memerlukan biaya, waktu, dan tenaga yang tidak sedikit. Namun, apa sejatinya tujuan dari penelitian termasuk autopsi menurut pandangan Islam?
Ilmuwan dan Urgensi Penelitian
Betapa pentingnya ilmuwan beserta ilmu dan penelitiannya bagi sebuah kehidupan. Ilmu yang dikembangkan dengan landasan dan tujuan yang benar, akan mengantarkan pada sebuah peradaban yang gemilang. Sebaliknya, ilmu yang digali tidak dengan landasan yang benar, maka hanya akan menjadi kesia-siaan, bahkan bisa menimbulkan kerugian, dan kerusakan pada kehidupan, baik pada manusia, maupun alam semesta.
Seorang ilmuwan sudah seharusnya melakukan berbagai penelitian. Di samping akan mengasah ketajaman berpikir, penelitian juga akan meningkatkan kredibilitas peneliti. Namun, sebuah penelitian harusnya tidak sekadar untuk kepuasan pribadi, tetapi sampai pada bermanfaat bagi kehidupan masyarakat. Bagi ilmuwan, penelitian akan menjadi bukti pertanggungjawaban baik kepada pribadi maupun masyarakat.
Bagaimanapun, hasil penelitian akan menambah pengetahuan baru dan memperluas pemahaman manusia tentang alam semesta. Hasil penelitian juga bisa menjadi landasan dalam menentukan berbagai kebijakan, mendorong kemajuan teknologi, hingga mengantarkan pada kejayaan sebuah peradaban.
Penelitian Ilmuwan Barat terhadap Serigala Purba
Bagi Ilmuwan Rusia, bukan hal aneh menemukan bangkai hewan berusia ribuan tahun terkubur dalam lapisan tanah beku, yang perlahan mencair. Namun, bagi Albert Protopopov, serigala adalah hewan istimewa, merupakan predator yang sangat aktif dan lincah, juga pemakan bangkai.
Sementara menurut direktur pengembangan laboratorium paleogenetika di Universitas St Petersburg Artyom Nedoluzhko, penelitian bangkai serigala ini memberikan wawasan langka tentang Yakutia 44.000 tahun lalu. Tujuan utamanya adalah untuk memahami apa yang dimakan serigala tersebut, serta bagaimana hubungannya dengan serigala purba yang menghuni bagian timur laut Eurasia. Demikianlah alasan para ilmuwan Barat meneliti serigala purba yang berusia 44 ribu tahun.
Sungguh sayang, ilmu yang didapat dalam waktu lama sekadar untuk meneliti karnivora yang dianggap istimewa. Sementara, ilmuwan lainnya meneliti untuk mengetahui apa yang dimakan serigala purba. Namun, begitulah ciri khas ilmuwan Barat dalam melakukan penelitian, yaitu bersandar pada akal semata, dan menolak wahyu sebagai sumber ilmu. Yang demikian itu, juga dilakukan oleh Darwin. Hal ini tentu akan menjadi kesia-siaan belaka, bahkan menjadi salah satu sebab kemunduran sebuah peradaban.
Terbukti, semenjak dunia dalam cengkeraman Barat dan diatur dengan ideologi kapitalisme yang sekuler alias jauh dari Tuhan, maka nyaris tidak ada temuan signifikan yang berpengaruh pada kemajuan peradaban. Bahkan, kemunduran pemikiran manusia seolah terjun bebas. Walhasil, manusia hari ini hanya menjadi pengikut yang konsumtif, bukan menjadi peneliti produktif yang menghasilkan karya-karya besar.
Penelitian Ilmuwan Islam
Sebelum bangsa Barat dianggap menjadi pusat peradaban, Islam telah lebih dulu mengalami kejayaan. Pada masa itu, banyak bidang keilmuan dicetuskan dan menjadi pusat pengetahuan dunia, seperti bidang kedokteran, matematika, astronomi, kimia, fisika, filsafat, dan sebagainya.
Islam memandang bahwa berpikir dan melakukan penelitian adalah sebuah kewajiban. Kitab Nizhamul Islam karya Syaikh Takyudin An-Nabani menjelaskan, bahwa bangkitnya manusia tergantung dari pemikirannya. Dalam Islam, berpikir dan melakukan penelitian, haruslah disandarkan pada asma Allah Swt. Yang maha pencipta. Allah Swt. berfirman,
اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ
"Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan." (QS. Al-Alaq : 1)
Inilah ayat Al-Qur'an yang pertama kali turun melalui malaikat Jibril, yaitu perintah untuk membaca. Kata bacalah di sini maksudnya adalah perintah mengkaji atau melakukan penelitian hingga memahami. Yang harus diteliti adalah semua yang tersurat dalam kitab suci, maupun yang tersirat di seluruh alam semesta seperti manusia, binatang, tumbuhan, tanah, awan, planet-planet, dan seluruh yang ada di jagat raya ini. Tidak sekadar itu, di samping melakukan penelitian atau riset, ilmuwan juga mesti menciptakan, atau memproduksi temuannya yang bermanfaat bagi umat.
https://narasipost.com/science-technology/07/2024/ilmuwan-dan-sumbangsihnya-dalam-peradaban/
Hal ini telah dipraktikkan ketika sebagian besar dunia diatur dengan sistem Islam dalam satu kepemimpinan. Pada masa itu, khususnya pada zaman kemasan Islam, lahir para ilmuwan yang tidak sekadar meneliti, tetapi juga menciptakan penemuan-penemuan inovatif yang dipersembahkan bagi peradaban saat ini dan masa mendatang. Dikutip dari detik.com (14-3-2024) di antaranya adalah Ibnu Sina penemu ilmu kedokteran. Selain di bidang kedokteran, Ibnu Sina juga berkontribusi di bidang lainnya seperti matematika, fisika, musik dan lain-lain.
Selain itu, ada Al-Khawarizmi ahli Matematika dan penemu Aljabar. Hasil penemuannya di antaranya adalah angka 0 yang digunakan dalam matematika, sistem algoritma, prosedur aritmatika, tabel trigonometri, geometri, hingga pengembangan tabel astronomi. Sekiranya ilmuwan muslim ini belum menemukan angka nol sebagai bilangan tak terhingga, bisa jadi generasi saat ini belum bisa mengenal dan menikmati handpone dan komputer.
Yang tak kalah menarik adalah ilmuwan muslimah bernama Maryam Al-Ijlya penemu astrolab. Penemuannya ini telah memicu perkembangan ilmu astronomi dan navigasi. Karena itu, ia dikenal dengan Mariam Al-Astrulabi. Mulanya, Mariam terinspirasi dari bapaknya yang seorang pembuat astrolab. Namun, berkat ketekunan dan kecerdasannya, ia mampu membuat astrolabe yang lebih rumit dan canggih. Hasil perkembangan penelitiannya inilah yang hingga sekarang digunakan untuk melacak posisi matahari, bulan, bintang, planet-planet, juga membantu menemukan kiblat, memastikan waktu salat, tanggal Ramadan, dan sebagainya.
Bahkan ada yang mengatakan bahwa karena ketekunannya mempelajari Al-Qur'an, Mariam Al-Astrulabi mendalami ilmu astronomi karena terinspirasi firman Allah Swt. yang mengatakan:
يَٰمَعْشَرَ ٱلْجِنِّ وَٱلْإِنسِ إِنِ ٱسْتَطَعْتُمْ أَن تَنفُذُوا۟ مِنْ أَقْطَارِ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ فَٱنفُذُوا۟ ۚ لَا تَنفُذُونَ إِلَّا بِسُلْطَٰنٍ
"Hai jemaah jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya kecuali dengan kekuatan." (QS. Ar-Rahman: 33)
Dengan demikian, jelaslah perbedaan antara ilmuwan Barat dengan Islam dalam melakukan sebuah penelitian. Ilmuwan Barat yang dalam pemikirannya mengalir sekularisme bahkan ateisme, membuat penelitiannya bertumpu pada akal dan perasaannya semata, sehingga menolak wahyu sebagai sumber ilmu.
Akibatnya, penelitiannya tidak memiliki tujuan yang lebih mulia dan visioner. Walhasil, penelitian dan keilmuannya menjadi kesia-siaan belaka, membawa kemunduran di bidang ilmu, serta kemerosotan besar bagi manusia.
Berbeda dengan ilmuwan Islam dalam melakukan penelitian. Mereka menjadikan wahyu terutama Al-Qur'an sebagai sumber ilmu. Wahyu menjadi landasan dalam berpikir dan menjalankan segala aktivitasnya. Tak heran, hasil penelitian ilmuwan muslim mampu memberikan sumbangsih yang besar pada jayanya sebuah peradaban. Hal ini karena tujuan penelitian adalah untuk memberi kontribusi terhadap tegaknya peradaban yang gemilang.
Bisa kita bayangkan, jika dunia ini kembali diatur dengan sistem Islam secara menyeluruh, maka niscaya manusia akan dipenuhi dengan ilmu dan terjadi kemasyhuran yang luar biasa. Oleh karena itu, tidakkah kita merindukannya.
Wallahu a'lam bishawab.[]
Sudah lelah meneliti, biaya juga dikeluarkan, tetapi hanya sekadar jadi tahu. Padahal dalam Islam,ilmu harus bermanfaat bukan sekadar memuaskan akal.