Literasi Lillah

Kontributor NarasiPost.Com

Sesungguhnya urusan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu Dia hanya berkata kepadanya, ‘Jadilah!’ Maka jadilah sesuatu itu. (QS. Yasin ayat 82).

Oleh. Hafida N.
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Suatu hari, kamu menanyakan topik yang sederhana padaku. "Da, hobi kamu apa?"
Jika ditanya tentang sesuatu yang aku sukai, aku akan selalu menjawab dengan nada yakin, "Banyak. Tetapi hobi utamaku literasi."

Bagiku, literasi adalah kesukaanku. Dunia di mana aku bisa menjadi apa yang aku mau. Kamu bertanya, sejak kapan aku suka literasi? Maka akan kujawab dengan jawaban panjang lebar kali tinggi.

"Seingatku, sejak kelas 3 SD. Awalnya aku suka baca novel terjemahan Agatha Christie. Itu loh, penulis fiksi kriminal detektif."
Sampai di situ, kamu akan bengong lalu menatapku heran, "Siapa Agatha Christie? Aku gak tau."

Pernyataan itu aku tanggapi dengan helaan napas dan senyum simpul. "Penulis dari Inggris. Penulis 66 novel detektif. Karyanya yang paling terkenal dan yang aku baca itu, detektif fiksi Hercule Poirot sama Miss Marple. Dan yang kubaca baru 10 novel Poirot. Ugh, mau baca lagi tapi mataku keburu sakit baca berlembar-lembar halaman di hp."

Yap, benar. Aku mengidolakan penulis Agatha Christie. Tenang saja, rasa kagumku masih dalam batas wajar kok. Aku hanya suka cara Agatha menggambarkan Poirot saat sedang melakukan investigasi dan suka gaya bahasanya yang khas.

"Karena gak kuat dan mungkin bosen juga baca novel setebal itu, aku akhirnya cari bahan bacaan lain di Google. Dan aku menemukan blog cerpen nasional gratis. Maybe, selama 1 tahun aku menikmati peranku jadi pembaca di blog itu."

 Sejak kelas 3 sekolah dasar, aku mempunyai ponsel dan tentunya kuasa penuh masih dipegang oleh mama. Bukan ponsel Android yang tanpa keyboard dan punya poni, tetapi ponsel jadul dengan keyboard fisik dan layarnya cuma setengah. Tetapi, ponselku yang pertama itu sungguh-sungguh nyaman untuk membaca tulisan panjang. Buktinya, aku mampu melahap 1 novel Agatha dalam waktu kurang dari sebulan.

Kelas 4, aku bosan membaca novel dan beralih ke cerita pendek. Setahun kemudian, aku memberanikan diri menulis cerpen untuk pertama kalinya. Ada belasan cerpen yang aku tulis di sobekan kertas yang akhirnya kujadikan satu menjadi buku dengan sampul kertas Manila.

"Ingat tulisanku jaman SD bikin geli sendiri. Akhirnya, buku perdanaku itu aku bakar." Kataku dengan tawa kecil.

Tahun 2018, aku memberanikan menulis lagi. Kala itu, aku menulis di buku 32 halaman. Buku 1 –begitu aku menyebutnya saat duduk di bangku sekolah menengah– berisi 15 cerpen dengan genre horor misteri. 1 dari 15 cerpen itu akhirnya aku kirim ke blog pada tahun 2021.

"Apa kamu juga suka puisi?" Tanyamu penasaran. "Biasanya ‘kan ada orang yang cuma suka cerpen, suka komik, suka puisi, novel doang."

"Aku suka semua kecuali komik. Kalo ditanya kenapa, aku juga gak tau. Karena gak suka aja gitu."

Kamu menggeleng. Raut wajahnya terlihat heran. "Next, kamu punya idola penulis?"

 "Idola ya?" Aku mengerutkan dahi. Berpikir sejenak. "Indonesia, ada Ahmad Tohari, Andrea Hirata, Pramoedya, sama Tere Liye. Terus Asma Nadia sama Dewi Lestari. Tapi aku gak baca novel mereka semuanya. Soalnya aku mudah bosen."

Kamu ber-ohh ria, "Terus kalau puisi?"

"Aku suka puisi yang sad gitu, maybe karena aku orangnya melankolis." jawabku sembari mengangkat bahu.

Selain cerpen dan novel, aku juga menyukai puisi. Puisi yang teringat jelas dan membuatku bawa perasaan adalah “Doa” dari Chairil Anwar, Hujan Bulan Juni”, “Aku Ingin dan “Pada Suatu Hari Nanti” dari Kakek Sapardi.

"Cuma suka baca atau nulis atau dua-duanya nih?"

"Karena suka baca, akhirnya nyoba bikin puisi. Tetapi kalau disuruh maju buat lomba baca puisi, aku nolak. Aku merasa aku gak pandai baca puisi buat didengerin orang lain. Tolong jangan ketawa." Kataku saat menyadari kamu menahan tawa.

Kamu mengacungkan tanda damai, peace. Berusaha agar tak tertawa. "Oke-oke. Maaf. Aku cuma ngerasa heran aja."

Aku menghela napas. "Aku tau aku aneh," kataku.

"Enggak, kamu unik kok. Lanjut nih ya. Setelah satu tahun di blog itu, kamu coba ngirim cerpen ‘kan? Bagaimana rasanya mencoba hal baru?"

"Gugup. Takut. Campur aduk. Gugup karena baru pertama kali kirim dan takut kalau ternyata tulisanku gak menuhi syarat," jawabku sedikit malu.

"Kira-kira ada berapa novel yang kamu baca, buku yang kamu baca dan karya yang kamu tulis?" tanyamu lalu mengambil muffin stroberi yang tersedia.

Aku menunjukkan sebuah data yang telah kurekap, "Novel Agatha 10, novel Indonesia 40. Kalo buku, entahlah. Aku bacanya majalah. Cerpenku ada 80, puisi 19."

Kamu mengerutkan dahi sejenak, seperti berpikir tentang suatu hal yang hampir kamu lupakan. "Oh ya! Kamu bilang, kamu membakar karya perdana kamu, why?"

"Ya, kelas 7 aku mulai diajak Mama ikut kajian Islam. Saat itu, aku juga belajar menutup aurat dengan benar sesuai syariat. Awalnya, aku agak bandel. Panas dan ribet jadi alasan. Kelas 9, aku ikut kajian awal. Aku terlahir dari keluarga yang paham agama, mulai menyesuaikan diri. Dari kajian aku tau, bahwa pacaran itu haram. Menutup aurat secara sempurna itu wajib dan mengkaji Islam kaffah dan menyebarluaskan pemahaman harus dilakukan."

Kamu ber-oh dia, "Jadi karena kamu paham Islam akhirnya kamu juga menyesuaikan karya yang kamu tulis sesuai pemahaman?"

Aku mengangguk, "Tentu. Awalnya ribet dan susah. Tetapi ketika aku coba abai, aku merasa berdosa dan merasa apa yang aku tulis gak bener. Makanya aku bersyukur karena sudah bakar buku perdanaku itu. Jujur di cerita-cerita perdanaku itu ada scene physical touch antar female dan male lead di ceritaku. Walau gitu aku gak pernah nulis secara terang-terangan kisah tentang pacaran. Now, aku lega karena single dari bayi sampai 17 tahun ini," jawabku yang diakhiri tawa kecil.

Itu benar. Setelah ikut kajian, aku jadi makin paham Islam lebih dalam. Walau jujur, itu sedikit membuat pusing dan menambah pikiran. Misal karena aku ke sekolah tak memakai gamis, terngiang akan dosa. Jadi sedih. Ya Allah, aku tau aku bukan manusia sempurna, baik secara akhlak maupun jiwa. Tapi aku ingin, menjadi remaja yang dirindu surga.

"Agama jadi tolok ukur suatu perbuatan ya." Katamu yang aku angguki. "Eh tapi, apa setelah gabung ke kajian Islam, ada sesuatu yang kamu dapat? Sesuatu yang kamu yakini gak akan ada di kajian lainnya."

Aku meneguk jus apel terlebih dahulu sembari berpikir sejenak untuk merangkai kata. "Ada, berupa munculnya kesempatan jadi penulis. Guru kajian aku tau kalau aku hobi dan punya bakat menulis. Akhirnya, aku diarahkan menulis tulisan yang genrenya teenfiction feat religi dan coba dikirim ke Narasipost. Ituloh, website literasi nasional yang naskah-naskahnya bernapaskan Islam kaffah. Dan bom! Cerpenku dengan judul 'Setusuk Sosis Bakar' dimuat. Suatu kebanggaan tersendiri karena karyaku dimuat di blog internasional walau aku yakin karyaku banyak kekurangan dan butuh kritik serta saran yang membangun." Jelasku lalu menyuapkan makaroni pedas ke mulut.

Kamu mengangguk. "Aku paham. Pertanyaan terakhir, apa ada pencapaian yang ingin kamu gapai dalam waktu dekat?"

Mendengar itu, aku meletakkan stoples makaroni. Menjawab dengan serius, "Tentu. Aku ingin punya novel dan buku antologi solo sebelum umurku 18 tahun. Rasanya mustahil, tapi aku akan berusaha menulis sebanyak-banyaknya sampai jumlah karyaku 100 bahkan lebih."

Kamu tersenyum, terlihat tulus di mataku. "Semoga impian kamu tercapai. Ingat, gak ada yang mustahil selama Allah menghendaki."

Seperti yang ada dalam Al-Qur'an;

اِنَّمَآ اَمْرُهٗٓ اِذَآ اَرَادَ شَيْـًٔاۖ اَنْ يَّقُوْلَ لَهٗ كُنْ فَيَكُوْنُ

“Sesungguhnya urusan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu Dia hanya berkata kepadanya, ‘Jadilah!’ Maka jadilah sesuatu itu.” (QS. Yasin ayat 82).

Dari sekarang, saat aku menulis ‘true story' ini, aku akan makin giat menulis. Doakan aku ya, semoga aku istikamah dalam mengkaji Islam kaffah dan aku berkarya untuk lillah.[]

First books and novels, here I come! Wait for me, please.

Selesai!

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor NarasiPost.Com
Hafida N. Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Jual Ginjal Demi Cuan, Negara Gagal Beri Keselamatan?
Next
Bogor Kota Layak Anak, Sudahkah?
3.1 7 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

12 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Nilma Fitri
Nilma Fitri
1 year ago

Maa syaa Allah. Kereeen ih gaya bahasanya, santai dan mudah dicerna. Enakeeeuuun pastinya. Baarakallaah mba Hafida

Hafida N.
Hafida N.
Reply to  Nilma Fitri
1 year ago

Jazakillah Khair karena sudah membaca, Bu. Saya jadi malu. Tapi gaya bahasa saya belum sehebat teman-teman penulis di NP

Nining Sarimanah
Nining Sarimanah
1 year ago

Aku bingung baca kisahnya..

Yang pasti, buat mbak semoga istikamah menulisnya.

Hafida N.
Hafida N.
Reply to  Nining Sarimanah
1 year ago

Bacanya pakai perasaan, Bu. Jazakillah Khair, aminn

Sherly
Sherly
1 year ago

Barakallah. Semoga istikamah..

Sartinah
Sartinah
1 year ago

Semoga para pejuang literasi selalu diberikan kekuatan, keistikamahan, dan semangat untuk berjuang di medan dakwah ini. Barakallah ...

Firda Umayah
Firda Umayah
1 year ago

Semoga para pejuang dakwah melalui literasi istikamah dan diberikan kemudahan dalam menjalankan apa yang diharapkan. Aamiin.

Mimy Muthamainnah
Mimy Muthamainnah
1 year ago

Masyaaallah tabarakallah ..satu kata untukmu...naskahmu keren Haifa dan aku suka..sukse always

Hafida N.
Hafida N.
Reply to  Mimy Muthamainnah
1 year ago

Haifa siapa nggih Bu? Saya Hafida. Sukses juga buat semua penulis NP

Neni Nurlaelasari
Neni Nurlaelasari
1 year ago

Semoga diberi kemudahan dalam menulis dan belajar Islam kaffah. Aamiin.

Dewi Kusuma
Dewi Kusuma
1 year ago

Aamiin
Sebetulnya bisa dan tidak tergantung dari daya upaya masing-masing. Kala bertekad untuk bisa maka Allah akan memudahkannya
Aku pun mau ikut challenge NP masih berkutat dengan tulisan baru dapat 700 kata
Semoga Allah memberikan kemudahan untukku dan untukmu

R. Bilhaq
R. Bilhaq
1 year ago

aamiin... semoga diijabah mbak...

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram