Firman Allah Swt,
"Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya, sedang Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan di jalan Allah niscaya akan dibalasi dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan)" (QS. Al-Anfal [8] : 60).
Oleh. Atik Hermawati
(Aktivis Muslimah)
NarasiPost.Com-Kabar duka menyapa negeri ini kembali. KRI Nanggala 402 resmi dinyatakan tenggelam pada Sabtu, 24 April 2021 pada konferensi pers di Base Ops Lanud Ngurah Rai. 'Monster laut' itu tenggelam setelah pencarian lebih dari 72 jam. Serpihan barang meninggalkan duka, tenggelamnya 53 awak KRI Nanggala 402.
Sebelumnya saat kapal selam KRI Nanggala 402 dilaporkan hilang kontak di Perairan pulau Bali bagian utara pada Rabu (21/4/2021), pakar kelautan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, Wisnu Wardhana menganalisis terkait penyebabnya. Ia menduga hilang kontak kapal selam tersebut akibat kerusakan peralatan teknis. Ceceran minyak yang ditemukan di lokasi penyelaman merupakan indikasi tangki pemberat (ballast tank) rusak. Ia menuturkan kedalaman yang memungkinkan kapal selam 1980-an itu ialah 300 meter saja. Melebihi dari itu maka strukturnya mulai berbunyi dan kolaps, yang akhirnya tangki rusak dan semua minyak keluar. Lanjutnya, semua penyebab harus diidentifikasi baik kesalahan sistem, mesin, atau pengemudi. (Beritasatu.com, 22/04/2021)
Begitupun apa yang diungkapkan seorang analis pertahanan utama di Janes, Ridzwan Rahmat yang dikutip dari Bloomberg (25/4/2021). KRI Nanggala-402 memiliki kapasitas maksimum 40 orang. Kapal selam era Perang Dingin itu salah satu kapal tertua di dunia dalam pelayanan saat ini. Tidak mampu untuk menahan tekanan lebih dari 230 meter dan hanya bertahan 30 hingga 35 tahun. Sedangkan KRI Nanggala-402 sudah berumur 44 tahun, dibangun di Jerman pada tahun 1977 dan bergabung dengan jajaran TNI AL pada tahun 1981. (Sindonews.com, 25/04/2021).
Ironi Alutsista Negeri
Dalam wawancara CNN Indonesia TV (22/4), Analis militer Soleman B. Ponto mengungkapkan wacana peremajaan alutsista selalu terkendala oleh strategi pembelian dimana barang bekas menjadi prioritas. Harganya yang lebih murah dan lebih banyak armada yang didapat, namun biaya pemeliharaan dan potensi kecelakaannya pun lebih tinggi. Ia menyindir keras pada pemerintah untuk lebih berani membeli alutsista yang baru demi maslahat manusia.
Mantan Kepala Badan Intelijen Strategis TNI itu melanjutkan bahwa sudah tiga kapal tua yang tenggelam, yaitu KRI Pati Unus-384 (2016), KRI Sibarau-847 (2017), dan KRI Teluk Jakarta 541 (2020). Negara ini perlu mempunyai alutsista berupa kapal selam penyelamat. Jangan lagi mengandalkan armada milik negara luar untuk mengevakuasi.
Jangankan memproduksi alutsista sendiri, hambatan dana selalu menjadi alasan negara ini tidak mampu membeli alutista yang modern dan memadai. Tugas menjaga perbatasan kedaulatan negara menjadi ironi di tengah alutsista yang seadanya. Sedangkan pemerintah selalu lebih fokus dan melanggengkan para kapital yang melakukan swastanisasi dan eksploitasi kekayaan alam di bumi pertiwi.
Sejatinya membeli alutsista pada asing akan menjadikan ketergantungan bagi negara pembeli. Pihak pemasok senjata akan dengan mudah mengendalikan dan mendikte negara pembeli. Sudah bukan rahasia, negara pemasok alutsista akan menjualnya dengan syarat-syarat menurut pandangannya. Bukan sesuai kebutuhan negara pembeli, apalagi terhadap negara berkembang dimana menjadi target neoimperialis. Semakin besar ketergantungan negara pembeli, maka semakin besar ketundukan pada negara pemasoknya.
Begitupun sponsor pihak asing yang selalu diharapkan untuk mengatasi minimnya anggaran negara ini untuk mencapai target Minimum Essential Force (MEF), sejatinya akan berpeluang besar meruntuhkan kedaulatan negeri dengan hegemoninya. Itulah yang tejadi dalam sistem kapitalis saat ini. Campur tangan asing dan ketergantungan padanya menjadi hal yang alami. Kedaulatan negeri hanya formalitas belaka, padahal sejatinya ada pada negara adidaya dan pemilik modal. Lagi-lagi jaminan keamanan masyarakat selalu dipinggirkan.
Sistem Islam dan Kemandirian Industri
Meskipun musibah adalah ketentuan dari yang Mahakuasa. Namun kaidah kausalitas perlu ditempuh oleh negara. Islam mewajibkannya mempersiapkan alutsista dengan berpijak pada politik perang. Dimana dakwah dan jihad tak bisa dipisahkan dari persenjataan. Hal ini meniscayakan agar negara memasok persenjataan dengan mandiri agar tak ada ruang penjajah untuk menguasai.
Firman Allah Swt,
"Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya, sedang Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan di jalan Allah niscaya akan dibalasi dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan)" (QS. Al-Anfal [8] : 60).
Ayat di atas menjadi landasan wajibnya negara mempersiapkan segala kekuatan untuk menggetarkan musuh Allah. Bukan hanya kuda-kuda yang ditambat, melainkan berbagai alutsista yang modern, canggih, dan paling kuat. Hingga terwujudnya apa yang diperintahkan Allah, yaitu menggetarkan para musuh-Nya.
Dalam Kitab Ajhizah Ad Daulah Al Khilafah disebutkan, "Atas dasar semua itu, daulah (negara) wajib membangun sendiri semua industri persenjataannya dan segala hal yang diperlukan, baik peralatan maupun suku cadang. Hal itu tidak akan tercapai kecuali negara mengadopsi (kebijakan pembangunan) industri berat. Untuk langkah pertama, daulah Islam harus membangun industri-industri berat, baik industri berat militer maupun nonmiliter. Daulah Islam juga harus memiliki manufaktur untuk memproduksi persenjataan nuklir, pesawat antariksa, rudal-rudal dengan berbagai jenisnya, satelit-satelit, pesawat, tank, artileri, kapal perang, kendaraan lapis baja,dan antipeluru dengan berbagai macamnya, serta berbagai persenjataan, baik senjata berat maupun ringan. Daulah Islam juga wajib memiliki manufaktur yang memproduksi berbagai peralatan, mesin-mesin dengan berbagai jenisnya, amunisi dan industri elektronik. Daulah Islam pun wajib memiliki industri yang berkaitan dengan kepemilikan umum dan industri-industri ringan yang mempunyai kaitan dengan industri militer. Semua itu bentuk-bentuk persiapan yang wajib dipenuhi oleh kaum muslim. " (hal. 174).
Kemandirian negara sangat menentukan kedaulatannya. Tentunya hal itu hanya bisa diterapkan oleh daulah Islam, Khilafah islamiyyah, dimana semua sistem aturan dan kebijakan berdasarkan syariat Islam, serta kedaulatan di tangan Asy Syari' (Allah Swt). Khalifah sebagai pelaksana, mengurusi jaminan hidup rakyatnya, tak terkecuali menjaga keamanan wilayah negara. SDA atau kepemilikan umum dikelola negara sebagai salah satu pos pemasukan Baitul Mal, untuk dibelanjakan pada salah satu kebutuhan negara di atas yaitu pos jihad. Belum lagi pos pemasukan lainnya yang halal dan berkah untuk dikelola demi kemaslahatan agama dan umat.
Wallahu a'lam bishshawab.[]
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]