Keppres dan RUU KKR : Hanya Regulasi Tambal Sulam, Bukan Solusi Pelanggaran HAM

"Berbagai ketidakadilan, penderitaan, serta kezaliman akan terus dirasakan selama ide HAM yang merupakan derivasi dari sistem demokrasi masih bercokol di negeri ini. Sampai kapan pun HAM tak akan pernah memihak dan melindungi kaum muslimin."

Oleh. Renita
(Kontributor Tetap NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Betapa sulitnya mencari keadilan di negeri yang konon katanya menjunjung tinggi hak asasi manusia ini. Berbagai kasus pelanggaran HAM berat bagaikan anak tiri yang tak pernah dilirik keberadaannya. Meskipun kasusnya terus saja berulang, namun tindak pidananya tak kunjung menemui titik terang. Tak heran, ‘janji manis’ pemerintah Jokowi untuk menyudahi pelanggaran HAM seolah lip service belaka.

Baru-baru ini, Jokowi kembali mengungkapkan komitmennya untuk menegakkan dan menuntaskan kasus-kasus pelanggaran HAM berat dengan mengutamakan keadilan bagi korban serta terduga pelaku. Jokowi menambahkan, setelah disahkannya Undang-undang Nomor 26 Tahun 2000 mengenai Pengadilan HAM, Kejaksaan Agung (Kejagung) sudah menempuh langkah penyidikan umum dalam kasus pelanggaran HAM berat. Hal ini ternyata memantik Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mendesak pemerintah untuk menuntaskan pelanggaran HAM berat melalui dua regulasi. Pertama, Presiden Jokowi diminta menggulirkan Keputusan Presiden (Keppres) untuk mengakhiri pelanggaran HAM berat melalui strategi nonyudisial. Kedua, mereinkarnasi RUU Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR). Namun, menurut Komnas HAM terbitnya Keppres lebih penting dalam situasi hari ini. (cnnindonesia.com, 13/12/2021)

Jalan terjal penegakan keadilan di negeri ini kerap kali membuat masyarakat kembali menjadi korban pelanggaran HAM. Akibatnya, mereka hidup di bawah bayang-bayang kegelisahan hingga ketakutan, terlebih ketika pelaku tindak diskriminatif itu datang dari aparat atau petinggi negara. Lantas, akankah hadirnya Keppres nonyudisial dapat menyelesaikan pelanggaran HAM berat di negeri ini? Bagaimanakah pandangan Islam terkait hak asasi manusia? Bagaimana pula Islam menjaga hak-hak manusia?

Polemik Hak Asasi Manusia

Permasalahan terkait HAM masih menjadi PR besar di negeri ini. Beberapa kalangan menyatakan penegakan hak asasi manusia di Indonesia masih jalan di tempat dan belum menunjukkan kemajuan yang berarti. Selama tahun 2021 saja, Komnas HAM telah mengantongi 2.331 aduan menyangkut HAM. Berdasarkan data tersebut, aduan terkait Polri menempati posisi teratas paling banyak dilaporkan menyangkut prosedur kepolisian yang tak profesional, kekerasan hingga penyiksaan terhadap warga sipil. Sementara itu, aduan terhadap korporasi menempati posisi kedua terkait kasus sengketa lahan hingga masalah kerusakan dan pencemaran lingkungan. Selanjutnya, pengaduan terhadap pemerintah daerah menyangkut permasalahan lahan serta penyerobotan lahan, konflik kepegawaian, kasus intoleransi hingga ancaman kebebasan beragama dan berkeyakinan. (detik.com, 4/10/2021)
Selain itu, perjuangan penegakan pelanggaran HAM berat bukanlah hal yang mudah. Pengungkapannya acapkali mendapat batu sandungan dari berbagai pihak, sehingga prosesnya hanya hilir mudik antara Kejagung dan Komnas HAM. Hal ini lantaran minimnya alat bukti dan tidak disumpahnya penyelidik serta penerjemah. Maka dari itu, Komnas HAM berupaya mendesak pemerintah agar bisa menuntaskan permasalahan HAM berat dengan mempertimbangkan ciri khas setiap kasus dalam pengungkapan kebenaran, membentuk wadah konsensus yang menaungi para pihak serta mengutamakan hak korban.

Adapun solusi yang disodorkan Komnas HAM dalam konsep keadilan transisional, yaitu problem pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat yang terjadi di masa lalu, bisa diproses tidak hanya melalui yudisial, seperti pengadilan HAM, tetapi juga melalui nonyudisial dengan menghidupkan kembali UU Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) serta Keppres pelanggaran HAM berat. Namun, dalam konteks saat ini Komnas lebih mengusulkan agar presiden segera menggulirkan Keppres untuk menuntaskan pelanggaran HAM berat, lantaran UU KKR akan memakan waktu yang lama. Selain itu, Komnas juga berharap pemerintah bisa melibatkan banyak pihak, seperti lembaga tertentu dan keluarga korban dalam penyusunan RUU KRR. Sehingga, draf RUU KKR bisa digodok dengan matang tanpa mendapat penolakan, seperti yang terjadi pada UU KKR sebelumnya. (republika.com, 12/12/2021)

Omong Kosong Regulasi, Masalah HAM Tak Kunjung Teratasi

Menyoroti kasus pelanggaran HAM di Indonesia, Fatia Maulidiyanti selaku Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), mengungkapkan pelanggaran HAM berat di negeri ini terus berulang dengan pola yang sama, bahkan semakin merajalela dan represif terhadap masyarakat. Negara banyak melakukan pembiaran terhadap represifitas aparat dan kezaliman yang dialami korban. Negara juga tidak memiliki mekanisme evaluatif dan korektif terhadap situasi HAM, sehingga Indonesia semakin dekat dengan era otoritarianisme, di mana pembangunan menjadi prioritas sementara HAM terus terpuruk. Selain itu, banyak kekerasan seperti penggusuran paksa, rampasan tanah adat, kriminalisasi baik itu pada sektor ekonomi, sosial maupun budaya hingga berimbas pula terhadap sektor lingkungan. (gatra.com, 10/12/2021)

Dari sini, kita lihat penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat di negeri ini sering kali menemui jalan buntu, mulai dari kasus HAM masa lalu hingga kasus saat ini, penuntasannya makin tidak jelas dan kabur. Selain itu, regulasi yang sejalan dengan nilai dan prinsip kemanusiaan pun nyatanya tak pernah digulirkan oleh pemerintah. Wajar, keadilan begitu sulit dirasakan oleh para korban beserta keluarganya. Bahkan, sekadar itikad baik melakukan evaluasi dan koreksi terhadap penuntasan kasus HAM berat pun sama sekali tidak terlihat, yang ada rezim ini malah mengelar karpet merah bagi para pelanggar HAM berat. Lihat saja, bagaimana pemerintah mengangkat seorang Menteri Pertahanan yang berasal dari pelaku pelanggaran HAM di masa lalu.

Lihat pula, bagaimana tragedi KM 50 yang menewaskan enam orang laskar ormas, namun ternyata proses hukumnya tak diselenggarakan pengadilan HAM, melainkan hanya pengadilan biasa. Padahal, bukti pelanggaran HAM berat telah diakui Polda Metro Jaya. Bukankah ini berbanding terbalik dengan pidato yang selalu digembar-gemborkan oleh presiden dalam menegakkan keadilan terhadap kasus pelanggaran HAM? Nyatanya, pidato presiden hanyalah upaya pencitraan dan bentuk cuci tangan pemerintah terhadap berbagai pelanggaran HAM berat yang terjadi selama ini.

Maka, adanya Keppres pelanggaran HAM maupun RUU KKR tak akan pernah bisa menyolusi permasalahan HAM di negeri ini. Sebab, pada faktanya, berbagai regulasi yang ada sering kali bersifat subjektif, terlebih jika korbannya adalah muslim, rakyat kecil bahkan mereka yang berseberangan dengan kebijakan penguasa. Jangan harap akan ada ruang bagi mereka untuk mendapatkan keadilan dan penjagaan hak asasi manusia. Adanya Keppres dan RUU KKR hanyalah regulasi tambal sulam bagi penegakan HAM. Alih-alih menyolusi, yang ada malah menimbulkan kekecewaan bertubi-tubi.

HAM, Ilusi Demokrasi

Pelanggaran dan penodaan HAM akan terus berulang selama negeri ini masih bernaung di bawah sistem demokrasi. Sebab, sistem demokrasilah membidani lahirnya berbagai ide yang merusak masyarakat, termasuk hak asasi manusia. Hipokrisi demokrasi memang selalu meniscayakan standar ganda. Di satu sisi HAM yang merupakan produk Barat sengaja dijajakan untuk merusak identitas kaum muslimin. Namun, di sisi lain ketika HAM berkaitan dengan penerapan syariat maupun keadilan bagi rakyat jelata dan umat Islam, mereka sendiri yang justru menginjak-injak ide busuk ini. Tengoklah, bagaimana komitmen penegakkan HAM yang menjadi penegasan penguasa, malah dinodai dengan perilaku penguasa yang abai terhadap pelanggaran HAM berat. Sebaliknya, negara justru semakin represif terhadap rakyat.

Faktanya, mekanisme dan payung hukum apa pun tidak akan pernah bisa menuntaskan pelanggaran HAM berat di negeri ini. Berbagai ketidakadilan, penderitaan, serta kezaliman akan terus dirasakan selama ide HAM yang merupakan derivasi dari sistem demokrasi masih bercokol di negeri ini. Sampai kapan pun HAM tak akan pernah memihak dan melindungi kaum muslimin. Kebijakan yang ada hanya untuk memuluskan kepentingan para pengusaha dan negara-negara imperialis, sementara umat harus siap dikorbankan dan dibungkam. Kebijakan bukan hadir untuk menjamin kehidupan rakyat, yang ada malah mencabut hak-hak rakyat berupa hidup layak dan sejahtera, hak berpendapat dan bersikap kritis, hingga hak untuk hidup aman tanpa terintimidasi dan teror dari sesama warga, aparat atau pun penguasa sendiri. Inilah wajah asli demokrasi yang penuh kamuflase dan begitu membius negeri-negeri muslim. Nyatanya, hak asasi manusia hanyalah ilusi di negeri penganut demokrasi.

Islam Menjamin Hak dan Kewajiban Manusia

Berbeda dengan Islam yang memiliki arti yang jelas terkait penjagaan hak asasi manusia dan manifestasinya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Hak asasi manusia merupakan hak dalam rangka ketundukkan kepada Allah Swt. seutuhnya, di mana realisasinya akan tampak ketika hukum Islam menjadi pedoman dalam pengaturan negara. Maka, tidak akan ada manusia yang ditindas oleh manusia lain seperti halnya dalam sistem demokrasi hari ini.

Sistem demokrasi yang menghendaki diproduksinya aturan kehidupan oleh manusia, menjadi babak awal dibredelnya hak manusia lainnya atas nama undang-undang. Sebaliknya, Islam justru menjamin seluruh kebutuhan serta hak manusia secara utuh dengan menjadikan hukum Allah sebagai panglima dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Sehingga, semua warga negara dalam institusi Islam, baik muslim maupun nonmuslim akan dipenuhi seluruh haknya per individu, bukan hanya dijamin secara komunal.

Dalam timbangan Islam, pencederaan satu orang akan dihitung dengan sanksi yang berat. Allah Swt. berfirman dalam surah Al-Maidah ayat 32 yang berbunyi, “Barang siapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu membunuh orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barang siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya.”

Dengan keagungan hukum Islam inilah kerukunan umat manusia akan tercipta. Islam dengan keadilan hukumnya mampu menghilangkan semua gejolak sosial dan konflik yang terjadi di masyarakat. Sungguh, umat Islam tidak memerlukan HAM yang dikultuskan Barat. Sebab, sistem Islam telah terbukti dapat menjamin keamanan dan kemuliaan umat manusia. Selama 14 abad Khilafah berdiri, tak pernah ada cerita penjajahan, diskriminasi bahkan eksploitasi yang terjadi. Satu-satunya pemicu konflik hari ini adalah pemikiran asing yang telah mengerogoti kaum muslimin.

Oleh karena itu, tidak ada jalan lain untuk mengembalikan hak rakyat secara sempurna serta menjaga kewajiban mereka, kecuali dengan kembali dalam pangkuan Islam. Dengan direalisasikannya syariat Islam dalam institusi Khilafah, maka keberkahan dan rahmat akan menaungi dunia dan seisinya. Allah Swt. telah memaktubkan risalah-Nya kepada Rasulullah saw., dalam surah Al-Anbiya ayat 107 yang artinya: “Dan tiadalah Kami mengutus kamu Wahai Muhammad, melainkan untuk menjadi rahmat bagi semesta alam.”
Wa’allahu A’lam Bish shawwab[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Tim Redaksi NarasiPost.Com
Renita Tim Redaksi NarasiPost.Com
Previous
TOBAT
Next
Berpikirlah Sebelum Berbicara
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram