Sistem kapitalis yang telah merasuk ke dalam pemikiran ibu, membuat standar kebahagiaan hanya berdasarkan pada materi semata. Sehingga, ketika para ibu stres menghadapi tuntutan hidup, mereka menjadi kalap. Agama yang seharusnya dijadikan fondasi dalam rumah tangga, tidak berjalan dengan baik.
Oleh: Hani Handayani, A. Md
(Pemerhati Sosial dan Penulis)
NarasiPost.Com-“Sejahat-jahatnya harimau, tidak akan memakan anaknya sendiri.”
Peribahasa ini patut menjadi renungan. Harimau yang terkenal jahat saja tidak akan membunuh anaknya. Namun, hal itu justru tidak berlaku pada beberapa ibu yang tega membunuh anaknya dengan alasan himpitan ekonomi.
Dilansir dari viva.com (13/12/2020), seorang ibu membunuh ketiga anak kandungnya di Dusun II Desa Banua Sibohou, Kecamatan Namohaku Esiwa, Kabupaten Nias Utara, Provinsi Sumatera Utara karena stres dengan kondisi ekonomi. Kasus ini terjadi saat ayah para korban sedang menggunakan hak pilihnya ke TPS pada 9 Desember lalu.
Beberapa hari sebelumnya juga ada kasus serupa yaitu seorang ibu kandung yang membunuh anak perempuannya yang berusia 8 tahun di wilayah hukum Polres Lebak, Banten.
Dikutip dari kompas.tv (15/12/2020), Kasat Reskrim Polres Lebak, AKP David Andhi Kusuma menyatakan bahwa ibu korban melakukan penganiayaan hingga anaknya tewas pada 26 Agustus karena anak itu sulit memahami pelajaran saat daring.
Sungguh miris ketika membaca fakta-fakta tersebut. Apalagi ini bukan kali pertama terjadi. Masih banyak kasus yang sama dengan berbagai alasan.
Beban Ibu di Masa Pandemi
Di masa pandemi ini, peran ibu dituntut lebih ekstra terutama dalam mengatur waktu, yaitu antara urusan rumah tangga dengan tuntutan mendampingi anak-anak untuk melakukan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Tak heran, hal ini memicu banyak permasalahan yang dihadapi para ibu.
Belum lagi beban ekonomi yang semakin sulit. Akhirnya terjadi parental burnout yang diartikan sebagai kelelahan luar biasa yang dialami orang tua, yang meliputi kelelahan mental, fisik dan emosional.
Sistem saat ini membuat setiap kebijakan yang dihasilkan tidaklah relevan. Seperti pemberlakuan PJJ yang tidak mempersiapkan para ibu untuk bisa mendampingi anak-anak mereka dengan baik. Hak ini membuat para ibu kesulitan mendampingi anak-anak mereka.
Wajar, bila kekerasan terhadap anak di masa pandemi meningkat. Di lansir dari halaman tempo.com, Deputi Bidang Tumbuh Kembang Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Leny Nuthayati Rosali mengatakan, hanya dalam waktu tiga minggu dalam dua periode hingga 2 April 2020, kekerasan pada anak mengalami peningkatan. Sebanyak 368 kasus kekerasan dialami 407 anak.
Sistem Membuat Peran Ibu Hilang
Kondisi ekonomi keluarga yang lemah, ditambah beban hidup yang menumpuk membuat fitrah seorang ibu hilang, hingga tega menghabisi darah dagingnya sendiri. Ini sungguh miris karena peran ibu sebagai pelindung bagi anak-anaknya tidak terjadi.
Sistem kapitalis yang telah merasuk ke dalam pemikiran ibu, membuat standar kebahagiaan hanya berdasarkan pada materi semata. Sehingga, ketika para ibu stres menghadapi tuntutan hidup, mereka menjadi kalap. Agama yang seharusnya dijadikan fondasi dalam rumah tangga, tidak berjalan dengan baik.
Hal ini tidak bisa dipungkiri. Sekularisme telah membuat agama tidak dijadikan pegangan dalam segala aspek kehidupan. Agama dipisahkan dalam mengatur urusan kehidupan.Wajar bila peran ibu sebagai pengatur urusan rumah tangga dan madrasah awal bagi anak-anaknya hilang di sistem saat ini. Sistem Kapitalis Sekuler betul-betul membuat para ibu stres.
Solusi Islam Mengembalikan Fitrah Ibu
Islam adalah agama yang sempurna. Setiap permasalahan dalam kehidupan, ada solusinya. Pun dalam mengembalikan fitrah seorang ibu. Islam menekankan akidah yang kuat saat mseorang ibu menjalankan tugasnya dalam mendidik anak dengan kasih sayang, bukan dengan kebencian karena anak adalah titipan dari Allah.
Begitu pun dalam menjaga kesejahteraan ekonomi keluarga. Islam mempunyai mekanisme penetapan sistem politik ekonomi
Dalam Islam, kesejahteraan tidak bisa diraih hanya lewat peran individu atau keluarga saja. Di dalamnya ada peran negara. Islam menjamin tercapainya kesejahteraan hidup melalui mekanisme penerapan sistem politik ekonomi Islam. Negara wajib menyediakan lapangan pekerjaan bagi para ayah agar mampu menafkahi keluarganya, sehingga para ibu fokus sebagai penjaga, pengasuh dan pendidik anak-anak tanpa terbebani dengan ekonomi keluarga.
Islam pun menjamin pemenuhan kebutuhan pendidikan dengan memberikan kurikulum berlandaskan akidah Islam, sehingga setiap pelajaran dan metodologinya disusun selaras tanpa membebani siswa. Pemahaman tsaqofah Islam mendapat porsi yang besar sehingga tercipta generasi yang unggul.
Maka, sudah selayaknya sistem Islam yang sudah terbukti dalam menjamin setiap kebutuhan dasar setiap rakyat terus diupayakan kehadirannya oleh seluruh kaum muslimin, agar perlindungan fisik dan psikis ibu terjaga dengan baik.
Wallahu a’lam[]