Musim Hujan, Banjir Mengintai

Demokrasi telah melegalkan para pengusaha untuk menguasai kepemilikan rakyat seperti halnya hutan untuk mereka kelola menjadi ladang bisnis yang menguntungkan.


Oleh: Novita Tristyaningsih

NarasiPost.Com — Secara geografis, Indonesia terletak di sekitar garis khatulistiwa sehingga memiliki iklim tropis. Iklim tropis bersifat panas dan memiliki 2 musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau. Saat ini di bulan Desember sudah memasuki musim hujan. Hujan dengan berbagai intensitas rendah hingga tinggi disertai angin kencang turut mengisi hari-hari di musim hujan.

“Dan Dialah yang menurunkan hujan sesudah mereka berputus asa dan menyebarkan rahmat-Nya. Dan Dialah Yang Maha Pelindung lagi Maha terpuji”.

(QS. Asy-Syuura: 28)

Hujan merupakan bagian dari rahmat Allah untuk manusia. Air hujan mampu menyuburkan tanah, melebatkan tanaman pertanian hingga perkebunan. Lalu bagaimana jika hujan menyebabkan bencana? Dimana letak salahnya?

Seperti dilansir dari Radar Banten, hujan deras dengan intensitas tinggi sejak Minggu (6/12) dinihari mengakibatkan banjir di Kabupaten Lebak dan Pandeglang. Ribuan rumah di dua kabupaten itu terendam banjir dengan ketinggian air hingga satu setengah meter. Banjir dan longsor di Kabupaten Lebak menerjang 14 kecamatan. Akibatnya, ada 1.200 unit rumah warga terendam, 29 rumah rusak, dan tiga santri terseret arus Sungai Cilangkahan di Desa Pagelaran, Kecamatan Malingping.

Banjir merupakan masalah yang terus berulang setiap tahun. Belum ada perubahan yang berarti. Banjir adalah air yang merendam suatu wilayah dengan jumlah yang kecil hingga besar. Aliran air yang meluap dan tidak dapat tertampung saluran irigasi, sungai, dan sebagainya.

Adapun penyebabnya adalah penebangan hutan liar. Pepohonan yang ditebang hingga gundul menyebabkan berkurangnya lahan untuk resapan air. Maka ketika hujan, tidak ada tempat untuk resapan air sehingga terjadi bencana banjir dan longsor.

Daerah rawa dan bukit menjadi salah satu lahan untuk resapan air. Saat ini yang terjadi adalah daerah bukit diratakan dan rawa ditimbun dijadikan bangunan, seperti perumahan, pusat perbelanjaan, jalan tol, dan sebagainya. Maka tak heran jika bencana banjir menjadi langganan setiap tahun.

Hal lainnya adalah karena kurang pekanya masyarakat terhadap kebersihan lingkungan juga menjadi penyebab banjir. Kebiasaan membuang sampah sembarangan ke saluran irigasi hingga menumpuk dan tidak membersihkannya, sehingga aliran air tidak lancar maka terjadilah banjir di daerah tersebut.

Kasus penebangan hutan liar terus berlanjut dan berulang. Sudah menjadi rahasia umum hal ini melibatkan para pemodal besar dan penguasa. Keduanya memiliki kepentingan yang sama yaitu untuk mendapatkan keuntungan demi kesejahteraan pribadi.

Dalam hal ini keduanya menjalankan peran masing-masing. Penguasa memberikan fasilitas agar praktik penebangan liar bisa berjalan lancar. Sedangkan, pengusaha sebagai pelaku utama meminta fasilitas dan memberikan kucuran dana yang memadai. Maka terjadilah praktik mutualisme di antara keduanya.

Begitu pula penimbunan lahan rawa menjadi infrastruktur, pun bukit-bukit diambil tanahnya adalah ulah para pemodal. Pihak yang menginginkan keuntungan sebesar-besarnya dari upaya-upaya mereka tanpa memikirkan dampak buruk lingkungan.

Demokrasi telah melegalkan para pengusaha untuk menguasai kepemilikan rakyat seperti halnya hutan untuk mereka kelola menjadi ladang bisnis yang menguntungkan. Sedangkan, penguasa demokrasi berperan hanya sebagai regulator saja. Membentang karpet merah bagi para pengusaha untuk berinvestasi tanpa memikirkan dampak buruk ke depannya.

Sistem kapitalisme yang diterapkan saat ini merupakan akar permasalahan kasus tersebut. Dari sistem ini lahirlah orang-orang ambisius akan harta dan kekuasaan. Karena standar kebahagiaan dalam kapitalisme adalah materi. Sehingga, mereka berlomba-lomba untuk meraup keuntungan sebesar-besarnya tanpa memikirkan hajat hidup manusia secara keseluruhan. Maka, untuk merubah kehidupan menjadi lebih baik dibutuhkan perubahan secara menyeluruh tidak hanya parsial semata.

Khilafah Mengatasi Banjir

Islam merupakan sebuah ideologi yang berasal dari sang Pencipta, yakni Allah Swt. Islam hadir untuk mengatur kehidupan manusia menjadi baik dan terarah. Melalui sistem pemerintahannya, Islam mampu mewujudkan peradaban dunia ribuan abad lamanya. Menciptakan keadilan, kesejahteraan serta keberkahan dalam kehidupan manusia secara keseluruhan.

Dengan aturan yang tegas, negara akan melindungi hutan sebagai sumber daya alam milik umum dan tidak akan memfasilitasi para pemodal untuk merusak hutan. Karena hukum-hukum Allah tegas mengharamkan segala bentuk suap (risywah). Di samping itu, hutan termasuk bagian dari Al-milkiyah Al-ammah (kepemilikan umum) yang dikelola negara dan dikembalikan untuk kemaslahatan rakyat. Sebagaimana Rasulullah Saw bersabda, "Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu, padang rumput, air dan api." (HR. Abu Dawud dan Ahmad)

Negara akan memperhatikan pembangunan dengan mengeluarkan syarat-syarat tentang izin bangunan. Jika hendak membangun sebuah bangunan, baik rumah, pusat perbelanjaan dan lainnya maka harus memperhatikan syarat-syarat tersebut. Misal, memperhatikan tata ruang drainase di wilayah yang akan didirikan bangunan apakah wilayah resapan air, dan sebagainya.

Negara juga akan membangun bendungan-bendungan yang mampu menampung air baik berasal dari hujan maupun sungai. Di masa peradaban Islam, dibangun bendungan dengan beberapa jenis tipe untuk mencegah banjir ataupun untuk keperluan irigasi. Di masa kekhilafahan ‘Abbasiyyah, dibangun beberapa bendungan di Kota Baghdad, Irak. Posisinya terletak di sungai Tigris. Pada abad ke-13 Masehi. Di Iran dibangun bendungan Kebar yang hingga kini masih ada.

Di samping itu, negara juga akan memberikan penyuluhan kepada masyarakat tentang pentingnya menjaga kebersihan. Merawat lingkungan hingga terwujud kesadaran akan pentingnya hal itu disertai dengan keimanan yang kokoh dalam pelaksanaannya.

Maka, dalam menangani masalah ini diperlukan kerjasama antara rakyat dan pemimpin, serta hukum-hukum yang mengaturnya. Hal demikian itu hanya ada dalam sistem Islam (Khilafah). Sistem satu-satunya aturan yang mampu mengatasi masalah ini dengan tuntas. Wallahu'alam bisshowab []

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Novita Tristyaningsih Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Istana dalam Pusaran Korupsi
Next
Kau Acuh tanpa Kau Tersentuh
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle

You cannot copy content of this page

linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram